Kontroversi Yai Mim: LBH Ansor Malang Buka Suara, Demi Keadilan Perempuan

Kontroversi Yai Mim: LBH Ansor Malang Buka Suara, Demi Keadilan Perempuan
Konflik Yai Mim dan Sahara di Kota Malang kini memasuki ranah hukum (Ist/io)

LBH GP Ansor Kota Malang jelaskan 13 alasan dampingi Nurul Sahara hadapi Yai Mim. Fokus pada dugaan pelecehan seksual dan pencemaran nama baik, tegaskan pendampingan hukum pro bono.

INDONESIAONLINE – Pusaran kontroversi antara Nurul Sahara dan Imam Muslimin yang akrab disapa Yai Mim, kian memanas. Kasus ini, yang awalnya beriak di media sosial, kini menarik perhatian nasional, memaksa Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Gerakan Pemuda (GP) Ansor Kota Malang angkat bicara.

Melalui akun Instagram resminya, @pcansormakota, LBH GP Ansor membeberkan 13 alasan substansial di balik pendampingan hukum yang mereka berikan kepada Sahara, menegaskan fokus mereka murni pada aspek hukum, bukan riuhnya isu tetangga yang kini melebar.

“LBH GP Ansor Kota Malang hanya ikut mendampingi masalah hukum yang terjadi, bukan permasalahan hubungan bertetangga yang isunya liar ke mana-mana,” demikian bunyi pernyataan resmi LBH GP Ansor, menyoroti kompleksitas kasus yang mencampuradukkan dinamika personal dan dugaan pelanggaran hukum serius.

Awal Mula Atensi Hukum

LBH GP Ansor mengakui, mereka tidak menyangka kasus ini akan menjadi sorotan sebesar ini. Laporan awal diterima pada awal September 2025 – sebuah rentang waktu yang relatif cepat dari eskalasi kasus ke publik. Pengaduan tersebut datang dari masyarakat melalui salah satu pengurus inti PC GP Ansor Kota Malang, yang melaporkan adanya dugaan pelecehan seksual dan pencemaran nama baik yang dilakukan oleh Imam Muslimin terhadap Nurul Sahara.

Setelah menerima laporan, tim LBH GP Ansor segera bergerak menelusuri dan mempelajari kasus secara mendalam. “Kasus ini menjadi atensi karena menyangkut dugaan kekerasan seksual dan verbal yang diterima perempuan,” jelas LBH GP Ansor, menggarisbawahi komitmen mereka terhadap perlindungan perempuan dan anak.

Komitmen ini selaras dengan tekad kepengurusan GP Ansor periode 2024–2028 yang berjanji tidak akan menolak kasus terkait dugaan kekerasan semacam itu.

Pendampingan Pro Bono dan Laporan Polisi

Salah satu poin krusial yang ditekankan LBH GP Ansor adalah sifat pendampingan hukum yang diberikan: gratis atau pro bono. Ini berarti tidak ada imbalan dalam bentuk apa pun dari pihak klien, menunjukkan dedikasi mereka pada keadilan, bukan keuntungan finansial.

Data dari Komnas Perempuan tahun 2023 menunjukkan bahwa mayoritas korban kekerasan seksual dan verbal seringkali terkendala akses ke bantuan hukum, menjadikan langkah LBH GP Ansor ini sangat signifikan.

Pada 15 September 2025, LBH GP Ansor Kota Malang secara resmi menjadi penasihat hukum Nurul Sahara. Hanya tiga hari berselang, tepatnya 18 September 2025, LBH GP Ansor melaporkan Imam Muslimin ke pihak kepolisian atas dugaan pencemaran nama baik. Laporan ini didasarkan pada sejumlah pernyataan Imam Muslimin yang dinilai telah merugikan nama baik Sahara.

“Ada beberapa hal yang menguatkan dugaan pencemaran nama baik, salah satunya menuduh saudari Nurul Sahara sudah berhubungan intim dengan beberapa dosen dan pejabat dari berbagai kampus di Kota Malang,” demikian keterangan dari LBH GP Ansor, menyoroti potensi dampak serius terhadap reputasi sosial dan profesional korban.

Studi oleh Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) seringkali menyoroti bagaimana pencemaran nama baik dapat dipergunakan sebagai senjata balik terhadap korban kekerasan.

Dugaan Pelecehan Seksual dan Kekerasan Verbal

Selain pencemaran nama baik, Imam Muslimin juga diduga melakukan pelecehan seksual secara verbal terhadap Nurul Sahara. Salah satu insiden yang disebutkan terjadi saat istrinya, Rosyida Vignesbani, tengah menunaikan ibadah haji pada tahun 2025. Dalam rilisnya, LBH GP Ansor menilai ada ucapan Imam Muslimin yang sudah termasuk bentuk pelecehan.

“Mba Sahara kok wangi terus, tolong belikan parfum untuk istri saya. Biar wanginya kayak mba Sahara,” adalah salah satu pengakuan Sahara yang diduga diungkapkan oleh Yai Mim.

Pernyataan yang jauh lebih tidak pantas juga disebutkan oleh LBH GP Ansor: “Harum banget lo mba Sahara, saya jadi ngaceng. Jadi kepengen kentu,” ungkap pernyataan yang dikutip dari keterangan klien LBH GP Ansor. Frasa ini, jika terbukti benar, mengindikasikan pelanggaran serius terhadap martabat dan ruang pribadi Sahara.

Tak berhenti di situ, Imam Muslimin juga diduga menunjukkan video mesum dirinya dengan istri kepada Nurul Sahara dan dua karyawannya, bernama Agiel. “Yang bersangkutan menunjukan video mesum dia dengan istrinya… lalu berkata, ‘Mba Sahara, goyanganku enak kaya gini. Apa sampean gak pengen?’” tulis LBH GP Ansor, memperlihatkan dugaan tindakan yang tidak hanya melecehkan, tetapi juga melanggar privasi secara eksplisit.

LBH GP Ansor Kota Malang juga menyampaikan bahwa laporan lanjutan terkait dugaan kekerasan seksual terhadap Nurul Sahara akan segera disampaikan kepada pihak kepolisian. Tindakan Imam Muslimin dinilai tidak pantas, terutama mengingat statusnya sebagai tokoh agama.

“Sebagai tokoh agama dan orang yang disebut paham agama Islam, tidak selayaknya Saudara Imam Muslimin melakukan tindakan yang melenceng dari ajaran agama Islam. Seharusnya beliau menjadi teladan,” demikian LBH GP Ansor.

Survei oleh Lembaga Kajian Islam dan Perdamaian (LaKIP) seringkali menunjukkan bahwa ekspektasi publik terhadap integritas tokoh agama sangat tinggi.

Selain dugaan kekerasan seksual, Imam Muslimin juga disebut melakukan perusakan mobil, pemblokiran jalan, dan mendatangkan massa ke tempat usaha Sahara—tindakan yang menambah daftar panjang dugaan pelanggaran hukum.

Sikap Sahara dan Harapan LBH

Dalam pernyataannya, LBH GP Ansor Kota Malang tidak menampik adanya kesalahan etis yang mungkin dilakukan oleh Nurul Sahara. Namun, Sahara disebut sudah menyampaikan permintaan maaf kepada Imam Muslimin dan diimbau untuk tidak lagi bersikap proaktif dalam kasus ini.

“Klien kami sudah minta maaf kepada Imam Muslimin dan sudah kami imbau untuk tidak lagi proaktif dalam kasus ini,” tulis LBH GP Ansor, menandakan upaya menjaga fokus pada ranah hukum semata.

Di akhir pernyataannya, LBH GP Ansor menegaskan bahwa pendampingan yang dilakukan hanya difokuskan pada aspek hukum, bukan pada opini publik atau narasi yang berkembang di media sosial. Harapannya, kasus ini dapat diproses secara adil oleh aparat penegak hukum tanpa adanya intervensi opini publik yang bias.

“LBH GP Ansor hanya ikut serta menangani masalah hukum di kasus ini, tidak ingin larut dalam penggiringan opini publik maupun framing di media sosial soal siapa yang benar dan salah. Kami berharap aparat hukum bisa menangani kasus ini seadil-adilnya,” pungkas LBH GP Ansor menegaskan kembali komitmen mereka pada proses hukum yang objektif dan adil bagi semua pihak.

Kasus ini menjadi cermin penting bagi penegakan hukum di Indonesia, khususnya dalam menghadapi kasus-kasus sensitif yang melibatkan figur publik dan dinamika sosial yang kompleks (bn/dnv).