INDONESIAONLINE – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan akan menjerat delapan tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengurusan Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) di Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker). Praktik lancung yang disinyalir telah berlangsung sejak tahun 2012 ini diduga melibatkan pungutan tidak sah yang merugikan agen dan pengguna tenaga kerja asing.
Pelaksana harian (Plh) Direktur Penyidikan KPK, Budi Sukmo Wibowo, mengungkapkan bahwa delapan tersangka tersebut akan dijerat dengan pasal gratifikasi sebagai alternatif apabila bukti pemerasan tidak cukup kuat.
“Misalnya kami tidak mendapatkan alat bukti yang kuat sehingga kemarin dari diskusi dengan teman-teman penuntutan kami lapiskan pasal gratifikasi,” jelas Budi di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis (5/6/2025) lalu.
Budi menambahkan, KPK masih mendalami kemungkinan keterlibatan pimpinan tertinggi di Kemnaker untuk memperkuat unsur pasal yang dikenakan. Praktik korupsi ini disebut terjadi secara berjenjang, dari level staf hingga pimpinan di Direktorat Jenderal Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja (Binapenta dan PKK).
“Di sinilah terjadi prosesnya permintaan sejumlah uang itu kepada para agen dengan alasan bahwa supaya rencana penggunaan tenaga kerja asing (RPTKA) ini bisa dikeluarkan,” terangnya.
Dua Mantan Menteri Akan Dipanggil
Sebagai bagian dari proses penyelidikan, KPK berencana memanggil dua mantan Menteri Ketenagakerjaan, yakni Hanif Dhakiri (periode 2014–2019) dan Ida Fauziyah (2019–2024). Keduanya akan dimintai klarifikasi terkait dugaan gratifikasi dan pemerasan dalam proses pengurusan RPTKA sepanjang tahun 2019 hingga 2023.
“Tentunya pasti akan kami klarifikasi terhadap beliau-beliau mengenai praktik yang ada di bawahnya,” kata Budi.
Ia menjelaskan bahwa sebagai menteri, mereka bertanggung jawab secara manajerial mengawasi bawahannya. Klarifikasi ini penting untuk memastikan apakah praktik tersebut dilakukan dengan sepengetahuan menteri dan sebagai langkah pencegahan ke depan.
Aliran Dana dan Dugaan TPPU
KPK juga mengungkap bahwa sekitar 85 pegawai di Direktorat Pengendalian Penggunaan Tenaga Kerja Asing (PPTKA) serta Dirjen Binapenta dan PKK Kemnaker diduga menerima bagian dari uang hasil pemerasan ini. Total uang yang terkumpul dari praktik pidana ini diperkirakan mencapai Rp 53,7 miliar.
“Ada juga digunakan sebagai uang makan dari para staf, terutama di Dirjen Binapenta dan PKK, yaitu kurang lebih Rp 8 miliar yang dinikmati bersama,” tutur Budi.
Sebagian saksi yang telah diperiksa KPK dilaporkan telah mengembalikan sekitar Rp 5 miliar. Budi merinci, sebagian besar dana sebesar Rp 53,7 miliar tersebut mengalir ke sejumlah tersangka, dengan rincian sebagai berikut:
HY: sekitar Rp 18 miliar
PCW: sekitar Rp 13,9 miliar
GW: sekitar Rp 6,3 miliar
DA: sekitar Rp 2,3 miliar
ALF: sekitar Rp 1,8 miliar
JMS: sekitar Rp 1,1 miliar
WP: sekitar Rp 580 juta
Sisa dana lainnya digunakan untuk “uang dua mingguan” bagi para pegawai di direktorat tersebut dan kepentingan pribadi, termasuk pembelian aset. Mengingat praktik ini sudah berlangsung lama, KPK juga mempertimbangkan penerapan pasal Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) untuk mempermudah proses pemulihan aset.
Fokus pada Sektor Tambang dan Identitas Tersangka
Penyelidikan KPK juga mendalami jumlah tenaga kerja asing di sektor pertambangan, yang diduga paling banyak menggunakan jasa TKA dan “tidak keberatan melakukan penyetoran uang kepada oknum-oknum di Kemnaker”. KPK akan melakukan sensus terhadap data TKA dan agen-agennya untuk mengidentifikasi pihak lain yang terlibat.
Kedelapan tersangka yang akan dijerat KPK dalam kasus ini adalah:
SH (Suhartono): Mantan Direktur Jenderal Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja (Dirjen Binapenta dan PKK) Kemnaker periode 2024 hingga 2025.
HYT (Haryanto): Staf Ahli Menteri Ketenagakerjaan Bidang Hubungan Internasional, yang pernah menjabat sebagai Direktur Pengendalian Penggunaan Tenaga Kerja Asing (PPTKA) dari tahun 2019 hingga 2024 dan kemudian Dirjen Binapenta dan PKK pada periode 2024 hingga 2025.
WP (Wisnu Pramono): Direktur PPTKA Kemenaker pada periode 2017 hingga 2019.
DA (Devi Anggraeni): Direktur PPTKA Kemenaker periode 2024 hingga 2025, sebelumnya Koordinator Uji Kelayakan Pengesahan PPTKA (2020 hingga Juli 2024).
GW (Gatot Widiartono): Koordinator Analisis dan PPTKA Kemenaker pada 2021 hingga 2025.
PCW (Putri Citra Wahyoe): Petugas Saluran Siaga RPTKA (2019 hingga 2024) dan verifikator pengesahan RPTKA di Direktorat PPTKA Kemnaker (2024 hingga 2025).
JS (Amal Shodiqin): Analis Tata Usaha di Direktorat PPTKA (2019 hingga 2024) dan Pengantar Kerja Ahli Pertama di direktorat yang sama (2024 hingga 2025).
AE (Alfa Eshad): Pengantar Kerja Ahli Muda di Kemnaker sejak tahun 2018 hingga 2025.