Krisis BBM Jember: Advokat Sebut Spekulan Harus Ditindak Tegas

Krisis BBM Jember: Advokat Sebut Spekulan Harus Ditindak Tegas
Ilustrasi antrean kendaraan roda dua untuk mengisi BBM yang mengalami kelangkaan di Jember, Jawa Timur (deepai/io)

Advokat Don Ramadhan minta aparat penegak hukum tindak spekulan BBM di Jember. Kelangkaan BBM berdampak luas hingga kerugian Rp 7 miliar per hari dan sekolah daring.

INDONESIAONLINE – Krisis bahan bakar minyak (BBM) yang melanda Kabupaten Jember, Jawa Timur, kini telah merambah ke wilayah tetangga dan menciptakan efek domino yang mengkhawatirkan. Praktisi hukum sekaligus advokat Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) Don Ramadhan menilai penanganan kelangkaan ini tidak bisa diserahkan sepenuhnya kepada pemerintah daerah, melainkan membutuhkan intervensi tegas dari aparat penegak hukum.

“Untuk kembali ke situasi normal, tidak bisa hanya menggantungkan pada pemerintah kabupaten, khususnya Bupati Jember. Ini bukan domain kewenangan mereka sepenuhnya,” tegas Don saat ditemui di Jember, Selasa (29/7/2025).

Kelangkaan BBM yang dimulai sejak beberapa hari lalu telah menimbulkan dampak signifikan tidak hanya di Jember, tetapi juga menyebar ke Kabupaten Lumajang. Berdasarkan data terkini, antrean kendaraan berpelat nomor P (Jember) terlihat mengular di SPBU-SPBU Lumajang, menandakan warga Jember terpaksa mencari BBM hingga ke kabupaten tetangga.

Praktisi hukum sekaligus advokat Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) Don Ramadhan

Kerugian Ekonomi Mencapai Miliaran Rupiah

Krisis ini telah menimbulkan kerugian ekonomi yang tidak main-main. Berdasarkan data Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Jember, kerugian mencapai Rp 7 miliar per hari.

Angka ini dihitung dari kebutuhan BBM harian di 41 stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) di Jember yang mencapai 700 kiloliter per hari dengan harga Pertalite Rp 10.000 per liter.

Sementara itu, data dari Pertamina Patra Niaga menunjukkan kebutuhan BBM harian di wilayah Jember dan sekitarnya berkisar 700 kiloliter. Sebagai respons darurat, Pertamina telah mengerahkan 79 mobil tangki BBM dan meningkatkan suplai dari biasanya 1.000 kiloliter menjadi 2.133 kiloliter per hari.

Don Ramadhan, yang juga bernaung di Kantor Hukum Freddy A. Caesar & Rekan, mencurigai adanya praktik spekulatif di balik kelangkaan ini. Ia mengungkap fakta mengejutkan tentang lonjakan harga BBM di tingkat pengecer.

“Selama beberapa hari terakhir, di tingkat pengecer, harga pertalite dijual antara Rp 15.000 hingga Rp 20.000 per liter. Padahal harga eceran resmi di SPBU hanya Rp 10.000,” ungkap Don.

Bahkan, berdasarkan data lapangan terbaru, harga eceran BBM di kios-kios bensin mencapai Rp 17.000 hingga Rp 25.000 per liter. “Banyak yang antre bukan untuk kebutuhan pribadi, melainkan untuk dijual kembali,” tambah Don.

Landasan Hukum dan Kewenangan

Merujuk pada Peraturan Presiden Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian, dan Harga Jual Eceran BBM, Don menegaskan bahwa distribusi BBM merupakan kewenangan pemerintah pusat melalui Pertamina dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).

“Pemerintah kabupaten hanya punya kewenangan terbatas dalam fungsi pengawasan. Itu pun jika sudah ada kerja sama secara formal dengan BPH Migas. Jadi, tidak adil jika seluruh beban diserahkan ke daerah,” ujar Don.

Dalam konteks penegakan hukum, Don menunjuk Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi sebagai dasar legal untuk menindak praktik spekulasi BBM. Berdasarkan regulasi ini, pelaku penimbunan BBM bersubsidi dapat dijerat dengan Pasal 55 dan terancam pidana penjara maksimal enam tahun serta denda hingga Rp 60 miliar.

Dampak kelangkaan BBM telah merambah ke sektor pendidikan dan pemerintahan. Bupati Jember Muhammad Fawait mengeluarkan dua Surat Edaran (SE) yang memungkinkan pembelajaran daring dan penerapan Work From Anywhere (WFA) bagi Aparatur Sipil Negara (ASN).

“Saya keluarkan SE bahwa mulai besok para pelajar boleh mengikuti pelajaran secara daring,” kata Bupati Fawait dalam konferensi pers di Kantor DPRD Jember, Senin (28/7/2025) malam.

Kebijakan ini diambil sebagai langkah antisipatif untuk mengurangi mobilitas masyarakat sekaligus menekan kebutuhan BBM yang semakin langka.

Akar Masalah: Gangguan Distribusi

Kelangkaan BBM di Jember dipicu oleh gangguan distribusi akibat penutupan jalur Gumitir yang memaksa truk-truk tangki BBM menempuh rute alternatif. Kondisi ini diperparah dengan berbagai kendala di jalur alternatif yang tersedia.

Ketua DPC Hiswana Migas wilayah Besuki melaporkan bahwa tidak hanya BBM jenis Pertalite yang langka, tetapi juga gas elpiji (LPG) mengalami keterlambatan pengiriman di sejumlah pangkalan.

Don Ramadhan menekankan pentingnya peran aparat penegak hukum dalam mengatasi krisis ini. “Aparat jangan hanya fokus menjaga antrean. Mereka harus menindak para spekulan yang mempermainkan distribusi BBM. Kalau tidak ada tindakan hukum, kondisi ini bisa bertahan lebih lama dari yang diperkirakan,” tegasnya.

Ia juga menegaskan bahwa Satpol PP tidak memiliki dasar hukum untuk bertindak dalam urusan ini. “Penindakan itu domain kepolisian, sesuai Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi,” jelasnya.

Meski menekankan bahwa penanganan kelangkaan BBM bukan sepenuhnya tanggung jawab pemerintah daerah, Don mengakui bahwa kritik masyarakat terhadap kepala daerah adalah hal yang wajar dalam sistem demokrasi.

“Bupati adalah sosok yang paling dekat dengan masyarakat. Kritik dan keluhan publik adalah konsekuensi dari posisi itu,” katanya.

Don berharap penyelesaian krisis BBM Jember dilakukan secara komprehensif, tidak hanya dari sisi distribusi tetapi juga pengawasan dan penegakan hukum. “Penanganan masalah ini harus tegas dan terukur. Kalau tidak, masyarakat yang akan terus menjadi korban,” pungkasnya.

Dengan dampak yang telah meluas ke berbagai sektor kehidupan dan kerugian ekonomi yang terus membengkak, krisis BBM Jember menjadi ujian nyata bagi koordinasi antara pemerintah pusat, daerah, dan aparat penegak hukum dalam menjamin ketersediaan energi bagi masyarakat (mam/dnv).