Beranda

Kudeta Guinea-Bissau 2025: Narco-State Kembali ke Cengkeraman Junta

Kudeta Guinea-Bissau 2025: Narco-State Kembali ke Cengkeraman Junta
Presiden Umaro Sissoco Embalo diculik militer Guinea-Bissau di bawah komando Jenderal Denis N’Canha mengambil alih kekuasaan penuh (bbc)

Analisis mendalam kudeta militer Guinea-Bissau 2025. Presiden Embalo diculik usai sengketa pemilu. Simak peran ‘narco-state’ dan kegagalan demokrasi di Afrika Barat dalam insiden ini.

INDONESIAONLINE – Harapan demokrasi di Guinea-Bissau kembali layu sebelum sempat mekar. Rabu (26/11/2025), suara tembakan yang memecah keheningan pagi di sekitar Istana Presiden menjadi lonceng kematian bagi tatanan konstitusional negara tersebut. Bukan kotak suara yang menentukan nasib bangsa, melainkan laras senapan.

Dalam sebuah pergerakan cepat yang mengejutkan dunia internasional, militer Guinea-Bissau di bawah komando Jenderal Denis N’Canha mengambil alih kekuasaan penuh, menculik Presiden Umaro Sissoco Embalo, dan secara efektif membatalkan hasil pemilihan umum yang baru saja digelar tiga hari sebelumnya.

Dalih Klasik di Tanah “Cocaine Coast”

Jenderal N’Canha, dalam pidato televisinya yang dikawal ketat personel bersenjata, tidak hanya mengumumkan pembubaran pemerintahan. Ia melemparkan narasi yang sudah akrab di telinga pengamat geopolitik Afrika Barat: “Menyelamatkan negara dari gembong narkoba dan senjata asing.”

“Kami mengungkap rencana untuk mengguncang stabilitas nasional… melibatkan gembong narkoba yang mengirimkan senjata guna menggulingkan tatanan konstitusional,” ujar N’Canha.

Namun, data menunjukkan ironi yang pekat. Guinea-Bissau telah lama dijuluki sebagai narco-state pertama di Afrika. Laporan United Nations Office on Drugs and Crime (UNODC) secara konsisten menempatkan negara ini sebagai titik transit utama kokain dari Amerika Latin menuju Eropa.

Nilai perdagangan gelap ini sering kali melampaui PDB negara tersebut. Analis menilai, kudeta ini kemungkinan besar bukan tentang memberantas narkoba, melainkan perebutan kendali atas jalur distribusi “emas putih” tersebut di tengah kekosongan kekuasaan pasca-pemilu.

Sengketa Pemilu: Pemicu yang Dinanti

Kudeta ini tidak terjadi di ruang hampa. Ketegangan telah memuncak sejak Minggu (23/11/2025), saat pemilu presiden digelar. Dua kubu, petahana Umaro Sissoco Embalo dan kandidat oposisi Fernando Dias—yang didukung tokoh berpengaruh Domingos Simoes Pereira—sama-sama mengklaim kemenangan prematur.

Embalo, yang memerintah melalui dekrit sejak membubarkan parlemen pada 2023, dituduh oposisi telah melampaui masa jabatannya yang seharusnya berakhir Februari 2025. Manuver Mahkamah Agung yang mencoret Pereira dari daftar calon karena alasan teknis semakin memperkeruh legitimasi pemilu.

“Ini adalah pola yang berulang. Demokrasi prosedural di Guinea-Bissau sering kali hanya menjadi kedok bagi faksi-faksi militer dan politik untuk melegitimasi kekuasaan mereka. Ketika hasil pemilu tidak sesuai keinginan, militer masuk sebagai ‘wasit’ yang membawa senjata,” ungkap sumber diplomatik di Bissau yang menolak disebut namanya.

Peristiwa ini menjadi tamparan keras bagi Economic Community of West African States (ECOWAS). Lebih dari 6.780 personel keamanan gabungan, termasuk pasukan ECOWAS, sebenarnya telah disiagakan untuk mengamankan pemilu. Namun, kehadiran ribuan pasukan asing ini terbukti tidak berdaya menghadapi faksi internal militer yang bergerak dari dalam istana.

Penangkapan tokoh oposisi Domingos Simoes Pereira dan penutupan total perbatasan darat, laut, serta udara mengindikasikan bahwa junta militer ingin mengisolasi Guinea-Bissau dari tekanan eksternal sesegera mungkin.

Sejarah Guinea-Bissau adalah sejarah kudeta. Sejak merdeka dari Portugal pada 1974, negara berpopulasi sekitar 2 juta jiwa ini telah mengalami empat kudeta sukses dan belasan percobaan kudeta.

Data Bank Dunia menunjukkan dampak devastating dari ketidakstabilan ini. Guinea-Bissau tetap menjadi salah satu negara termiskin di dunia dengan tingkat kemiskinan melebihi 60%. Instabilitas politik kronis membuat investor enggan masuk, meninggalkan ekonomi negara sepenuhnya bergantung pada ekspor kacang mete dan, secara ilegal, transit narkotika.

Dengan hasil resmi pemilu yang seharusnya diumumkan Kamis (27/11/2025) kini dibatalkan, dan jam malam yang mencekam di Bissau, nasib Presiden Embalo dan para pemimpin sipil lainnya berada di ujung tanduk. Penangkapan Kepala Staf Militer dan Menteri Dalam Negeri menunjukkan adanya pembersihan internal di tubuh angkatan bersenjata untuk memuluskan jalan Jenderal N’Canha.

Guinea-Bissau kini resmi kembali masuk ke dalam daftar negara-negara di sabuk kudeta Afrika (coup belt), menyusul Mali, Burkina Faso, dan Niger, menandai kemunduran demokrasi yang serius di benua tersebut. Bagi rakyat Bissau, pagi yang diawali tembakan ini mungkin hanyalah awal dari malam panjang di bawah pemerintahan junta.

Exit mobile version