INDONESIAONLINE – Banyaknya hakim bermasalah akhir-akhir menuai sorotan banyak pihak. Salah satunya Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD.
Mahfud kemudian mengomentari pengucapan ‘Yang Mulia’ bagi hakim. Mahfud menilai jika penyebutan tersebut berlebihan. Terlebih, aturan mengenai hal itu saat ini sudah dicabut.
“Sekarang hakim disebut ‘Yang Mulia’ (YM). Padahal melalui Tap No. XXXI/MPRS/1966 sebutan YM tidak digunakan lagi dan diganti dengan sebutan Bapak/Ibu/Sdr,” ujar mantan ketua MK (Mahkamah Konstitusi) tersebut melalui akun X @mohmahfudmd dikutip Sabtu (9/11).
Dalam utas tersebut, Mahfud menjelaskan pencabutan itu dikarenakan penyebutan ‘Yang Mulia’ tidak sesuai dengan kepribadian bangsa, yakni Pancasila, serta berbau feodal dan kolonial.
“Saat ini sebutan YM itu menjadi berlebihan. Hakim hadir resepsi nikah, masuk masjid untuk salat, bahkan pergi ke toilet saja disapa dengan “..Silakan Yang Mulia”. Padahal dengan bobroknya pengadilan seperti sekarang ini, hakim-hakim banyak yang lebih layak disebut ‘Yang Memalukan’ atau ‘Yang Terhinakan’ atau yang sejenis dengan itu: misalnya ‘Yang Anu..’ dan lain-lain,” ungkapnya.
“Kalau di sidang resmi pengadilan, sebutan YM kepada hakim mungkin masih bisa diterima karena terlanjur jadi kebiasaan. Tapi, kalau di luar sidang masih ‘bersedia’ disebut ‘Yang Mulia’, apalagi hanya di restoran atau acara di luar sidang itu sungguh berlebihan,” sambungnya.
Sebagai informasi tambahan, Mahkamah Agung (MA) saat ini sedang menjadi sorotan publik atas terbongkarnya kasus dugaan suap pengurusan perkara dengan terdakwa Gregorius Ronald Tannur (31).
Majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya yang menjatuhkan vonis bebas terhadap Ronald Tannur, yaitu Erintuah Damanik, Mangapul dan Heru Hanindyo, ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap. Mereka diduga menerima suap dari pengacara Ronald Tannur, yakni Lisa Rahmat, dan MW, selaku ibu dari Ronald Tannur.
Selain itu, Kejaksaan Agung memproses hukum mantan Kepala Balitbang Diklat Kumdil MA Zarof Ricar -yang disebut sebagai mafia kasus (markus)- juga menjadi tersangka. Ia ditangkap dengan barang bukti uang senilai Rp 920 miliar dan puluhan kilogram emas dari rumahnya ikut disita.
Kejaksaan Agung hingga saat ini masih mendalami dugaan aliran uang ke majelis kasasi MA yang membatalkan vonis bebas dengan menghukum Ronald Tannur dengan pidana lima tahun penjara. Hukuman tersebut dinilai sangat ringan mengingat tindak pidana yang diperbuat Ronald Tannur telah mengakibatkan hilangnya nyawa Dini Sera Afriyanti (29). (mt/hel)