Menag Nasaruddin Umar: Bapak Ekoteologi Indonesia

Menag Nasaruddin Umar: Bapak Ekoteologi Indonesia
Rektor UIN Maliki Malang Prof. Dr. Hj. Ilfi Nur Diana, M.Si. memberikan cendera mata kepada Menteri Agama RI Prof. Dr. H. Nasaruddin Umar, M.A dalam acara Pembinaan ASN dan Launching Program Pendampingan Pesantren (io)

UIN Maliki Malang nobatkan Menag Nasaruddin Umar sebagai Bapak Ekoteologi Indonesia. Gagasannya tentang spiritualitas lingkungan menginspirasi gerakan green campus dan ekopesantren, mendorong kesadaran ekologis berbasis Islam.

INDONESIAONLINE – Di tengah krisis iklim global yang kian mendesak, seruan untuk menyeimbangkan pembangunan dan pelestarian lingkungan menemukan resonansi kuat dalam ranah spiritualitas. Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim Malang secara resmi menobatkan Menteri Agama (Menag) Prof. Dr. KH. Nasaruddin Umar, MA, sebagai “Bapak Ekoteologi Indonesia“.

Gelar ini bukan sekadar atribut, melainkan pengakuan atas pemikirannya yang visioner dalam memadukan nilai-nilai Islam dengan urgensi kepedulian ekologis.

Rektor UIN Maliki Malang, Prof. Dr. Hj. Ilfi Nur Diana, M.Si., menegaskan bahwa penobatan ini menjadi tonggak penting. “Gagasan beliau telah menjadi inspirasi bagi kami dalam membangun kesadaran ekologis berbasis keagamaan,” ungkap Prof. Ilfi dalam peluncuran Program Pendampingan Pesantren UIN Maliki Malang.

Inspirasi ini selaras dengan tren global di mana institusi pendidikan tinggi berperan vital dalam Agenda Pembangunan Berkelanjutan (SDGs), terutama pilar lingkungan. Data dari Sustainable Development Solutions Network (SDSN) menunjukkan bahwa perguruan tinggi di seluruh dunia semakin mengintegrasikan isu keberlanjutan dalam kurikulum dan operasionalnya.

UIN Maliki Malang Pelopori Kampus Hijau

Komitmen UIN Maliki Malang terhadap ekoteologi diwujudkan melalui serangkaian inisiatif konkret. Kampus ini menggarap penghijauan di lahan seluas 20 hektare, sebuah upaya signifikan mengingat rata-rata tutupan hijau di perkotaan Indonesia yang masih di bawah standar ideal (data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI menunjukkan persentase ruang terbuka hijau perkotaan masih perlu ditingkatkan).

Selain itu, pembangunan green building di Kampus III dan penerapan konsep green campus di Kampus I menjadi bukti nyata adaptasi terhadap praktik keberlanjutan. Konsep green campus, yang diukur oleh lembaga seperti UI GreenMetric World University Rankings, mendorong universitas untuk mengurangi jejak karbon, mengelola limbah, dan menghemat energi.

Inisiatif UIN Maliki Malang ini sejalan dengan peningkatan kesadaran universitas di Asia Tenggara untuk menjadi lebih ramah lingkungan.

Inovasi tak berhenti di infrastruktur fisik. UIN Maliki Malang menggagas “Gerakan Ekopesantren”, sebuah program pendampingan yang mengaplikasikan fikih lingkungan (fiqh al-bi’ah) melalui kegiatan pengabdian dosen dan Kuliah Kerja Nyata (KKN) mahasiswa.

Program ini bertujuan melahirkan pesantren-pesantren hijau yang mandiri dan berkelanjutan, mengintegrasikan ajaran Islam dengan pengelolaan lingkungan yang bertanggung jawab. Konsep fiqh al-bi’ah sendiri merupakan cabang ilmu dalam Islam yang semakin banyak dikaji, menekankan prinsip khalifah fil ard (manusia sebagai penjaga bumi) dan menghindari fasad (kerusakan) di muka bumi.

Lebih dari Sekadar ASN: Kemenag sebagai Agen Dakwah Lingkungan

Menag Nasaruddin Umar menyambut baik inisiatif UIN Maliki Malang, menyebutnya sebagai kebanggaan Kementerian Agama. Ia menegaskan kembali peran Aparatur Sipil Negara (ASN) Kemenag yang melampaui tugas administratif: sebagai agen dakwah dan pembina umat.

“Lembaga seperti UIN, IAIN, dan STAIN tidak hanya tempat belajar, tapi juga rumah dakwah. Dosen-dosennya harus bisa menyalakan nurani mahasiswa, bukan sekadar mentransfer ilmu,” tegasnya.

Nasaruddin menggarisbawahi pentingnya pendidik sejati yang menggerakkan hati, bukan hanya logika. Mengutip makna kata ‘guru’ dalam bahasa Sanskerta sebagai ‘pengusir kegelapan’, ia menekankan tanggung jawab moral seorang pengajar.

“Masyarakat menaruh ekspektasi lebih tinggi [kepada dosen UIN]. Mereka dianggap teladan, bahkan setengah malaikat,” ujarnya penuh refleksi.

Pesan ini relevan dengan hasil riset pendidikan yang menunjukkan bahwa etos dan karakter pengajar memiliki dampak signifikan terhadap pembentukan karakter dan spiritualitas peserta didik.

Menag juga mengingatkan akan “kebersihan hati” dalam proses keilmuan, mengutip pepatah klasik al-ilmu nurun wa nurullah la yahdilu li ‘ashi (ilmu adalah cahaya, dan cahaya Allah tidak akan menembus hati yang kotor). Ia mengajak para dosen untuk memulai hari dengan laku spiritual seperti tahajud dan doa, agar ilmu yang disampaikan membawa keberkahan dan menumbuhkan kesadaran spiritual mahasiswa. Ini adalah refleksi dari tradisi intelektual Islam yang selalu menempatkan dimensi spiritual sebagai fondasi ilmu pengetahuan.

Dalam penjelasannya, Nasaruddin memperluas sumber ilmu dalam tradisi Islam, tidak hanya dari rasio tetapi juga intuisi, ilham, bahkan mimpi. Ia mencontohkan tradisi ilmuwan di masa Baitul Hikmah yang menganggap mimpi sebagai bagian dari proses pencarian ilmu.

“Ilmu tidak selalu turun dari kepala ke kepala. Kadang ia mengalir dari hati yang bersih menuju hati yang siap menerima,” ucapnya, menekankan pentingnya kebijaksanaan batin.

Nasaruddin Umar menutup arahannya dengan visi besar Kementerian Agama: melahirkan cendekiawan berhati suci yang menghidupkan ilmu dan menebarkannya di tengah masyarakat.

“Kalau ilmu disampaikan dari hati, maka ia akan sampai ke hati. Dari hati-hati yang tercerahkan itulah peradaban tumbuh,” pungkasnya.

Visi ini, yang mengintegrasikan spiritualitas, pendidikan, dan kesadaran lingkungan, menempatkan Menag Nasaruddin Umar sebagai tokoh sentral dalam mendorong peradaban yang harmonis dan berkelanjutan di Indonesia (as/dnv).