Mengkhawatirkan, 93 Warga Kabupaten Blitar Meninggal gegara TBC Sepanjang 2024

Mengkhawatirkan, 93 Warga Kabupaten Blitar Meninggal gegara TBC Sepanjang 2024
Ilustrasi soal TBC. (istock)

INDONESIAONLINE– Penyakit tuberkulosis (TBC) menghantui Kabupaten Blitar. Itu karena terjadi lonjakan kasus TBC yang signifikan sepanjang tahun 2024.

Meski menunjukkan peningkatan deteksi dini, jumlah korban meninggal akibat TBC mencapai 93 orang. Fakta itu memicu keprihatinan berbagai pihak.

Dinas Kesehatan Kabupaten Blitar mencatat, hingga pertengahan Desember 2024, terdapat 11.490 suspek TBC. Dari angka tersebut, 1.377 di antaranya dinyatakan positif sebagai penderita TBC sensitif obat. Sementara 14 lainnya mengidap TBC multi-drug resistance (MDR) atau kebal obat.

Angka kematian mencapai 93 kasus. Sebagian besar berasal dari pasien yang terlambat menjalani pengobatan.

Eko Wahyudi, subkoordinator pencegahan dan pengendalian penyakit menular Dinkes Kabupaten Blitar, mengonfirmasi bahwa angka tersebut menunjukkan tren kenaikan dibandingkan tahun sebelumnya. “Tahun 2023, jumlah penderita TBC sensitif obat tercatat sebanyak 1.180 kasus dan TBC MDR  14 kasus,” ungkap Eko.

Namun, Eko menegaskan bahwa peningkatan ini bukan hanya tanda buruk. Ia memandangnya sebagai hasil dari upaya skrining yang lebih masif. Meski demikian, ia mengakui bahwa angka temuan kasus baru tahun ini masih berada di bawah target capaian sebesar 65 persen.

“Semakin banyak kasus yang ditemukan, penanganannya bisa lebih maksimal, sehingga risiko penularan yang lebih luas dapat diminimalkan,” ujarnya.

Untuk mencegah penularan TBC, Dinkes Kabupaten Blitar terus menggencarkan berbagai program skrining melalui puskesmas dan kegiatan berbasis komunitas. Pasien yang terdiagnosis TBC diwajibkan menjalani pengobatan selama enam hingga delapan bulan secara teratur. Pengobatan ini sepenuhnya gratis, ditanggung oleh pemerintah.

Namun, tantangan utama dalam pengendalian TBC adalah rendahnya kesadaran masyarakat terhadap gejala penyakit ini. Eko mengimbau masyarakat segera memeriksakan diri jika mengalami batuk berkepanjangan yang disertai penurunan berat badan, demam, atau kelelahan. “Semakin cepat diketahui, semakin besar peluang pasien untuk sembuh total,” ucap dia.

Salah satu perhatian serius adalah kasus TBC MDR yang memerlukan penanganan lebih kompleks. Pasien TBC MDR biasanya membutuhkan pengobatan lebih lama dengan obat-obatan khusus. Tanpa deteksi dini, risiko penyebarannya dapat meningkat, terutama di lingkungan padat penduduk.

Tren kenaikan kasus TBC di Kabupaten Blitar menjadi alarm bagi semua pihak, dari pemerintah hingga masyarakat. Sementara Dinkes terus meningkatkan upaya pencegahan, Eko menegaskan pentingnya kolaborasi.

“Pencegahan penularan TBC bukan hanya tugas pemerintah, tapi juga membutuhkan peran aktif masyarakat,” katanya.

Dengan terus diperkuatnya program deteksi dini, diharapkan angka kasus TBC di Kabupaten Blitar dapat ditekan di masa mendatang. Dengan begitu, kualitas hidup masyarakat meningkat secara signifikan.