INDONESIAONLINE – Di balik aktivitas rutin sehari-hari, buang air kecil atau urinasi seringkali dianggap sepele. Padahal, urin bukan sekadar limbah cairan tubuh. Lebih dari itu, frekuensi dan volume urin yang dikeluarkan setiap hari adalah jendela kesehatan yang berharga, memberikan sinyal penting tentang kondisi internal tubuh kita.
Menurut dr. Athaya Febriantyo Purnomo seorang dokter spesialis urologi dari Rumah Sakit Islam (RSI) Unisma, memahami pola urinasi yang normal adalah langkah awal untuk menjaga kesehatan sistem kemih dan tubuh secara keseluruhan.
“Banyak orang tidak menyadari bahwa jumlah urin yang kita keluarkan setiap hari memiliki standar ideal yang dapat dihitung sederhana berdasarkan berat badan,” ungkap dr. Athaya saat ditemui di kliniknya.
Lebih lanjut, dr. Athaya menjelaskan bahwa patokan umum untuk volume urin yang sehat adalah sekitar setengah hingga satu mililiter (cc) per kilogram berat badan per jam. Artinya, seseorang dengan berat badan 70 kilogram idealnya menghasilkan antara 35 hingga 70 cc urin setiap jamnya.
Jika dikalikan 24 jam, total volume urin harian akan berkisar antara 840 cc hingga 1680 cc, atau hampir satu hingga satu setengah liter.
Namun, perlu diingat bahwa angka ini bukanlah harga mati. Volume urin dapat berfluktuasi dipengaruhi oleh berbagai faktor. Asupan cairan adalah faktor paling jelas.
Ketika kita minum lebih banyak, tubuh secara alami akan memproduksi urin lebih banyak untuk menjaga keseimbangan cairan. Sebaliknya, dehidrasi akan mengurangi produksi urin sebagai mekanisme konservasi cairan.
Selain asupan cairan, faktor hormonal juga memainkan peran krusial. Hormon antidiuretik (ADH), misalnya, bekerja mengatur penyerapan kembali air di ginjal. Gangguan pada hormon ini, seperti yang terjadi pada kondisi diabetes insipidus, dapat menyebabkan produksi urin yang berlebihan, bahkan hingga belasan liter per hari.
Kondisi hormonal lain, seperti ketidakseimbangan hormon tiroid atau adrenal, juga dapat memengaruhi fungsi ginjal dan pola urinasi.
Usia Pengaruhi Produksi Urin
Usia juga menjadi faktor yang tak terhindarkan. Seiring bertambahnya usia, organ-organ tubuh mengalami perubahan fungsi, termasuk sistem kemih. Kandung kemih, yang berfungsi sebagai wadah penampung urin, cenderung kehilangan elastisitasnya.
Otot-otot dasar panggul yang menopang kandung kemih juga bisa melemah, menyebabkan frekuensi buang air kecil meningkat, terutama di malam hari (nokturia). Metabolisme tubuh yang melambat pada lansia juga dapat mempengaruhi kecepatan pemrosesan cairan dan eliminasi limbah.
“Meskipun terjadi penurunan fungsi seiring usia, tubuh kita memiliki mekanisme kompensasi yang luar biasa,” jelas dr. Athaya.
“Namun, pada lansia, kita perlu lebih waspada terhadap perubahan pola urinasi karena seringkali menjadi indikasi masalah kesehatan yang lebih spesifik,” lanjutnya.
Pada pria lansia, pembesaran prostat (Benign Prostatic Hyperplasia/BPH) adalah kondisi umum yang dapat menyempitkan saluran kemih dan menyebabkan kesulitan buang air kecil, frekuensi meningkat, dan rasa tidak tuntas setelah buang air kecil.
Sementara itu, infeksi saluran kemih (ISK), batu ginjal, dan masalah saraf yang mempengaruhi kontrol kandung kemih dapat terjadi pada lansia maupun kelompok usia lainnya, dengan manifestasi gejala yang beragam, termasuk perubahan pola urinasi (as/dnv).