Merasa Tanah Dikuasai Orang Lain, Warga Balung Mencari Keadilan

Merasa Tanah Dikuasai Orang Lain, Warga Balung Mencari Keadilan

Merasa Tanah Dikuasai Orang Lain, Warga Balung Mencari Keadilan

JATIMTIMES – Tanah waris orang tuanya terbit Sertifikat Hak Milik (SHM) atas nama orang lain, 5 ahli waris almarhum Suparman, warga Desa Karangduren, Kecamatan Balung, Jember yang terdiri dari Umar Said, Aminah, Iskandar, M. Said dan Aisyah, Jumat (24/12/2021) mendatangi Kantor Kepala Desa Karangduren. Kedatangan mereka dengan didampingi kuasa hukumnya yaitu Lukmanul Hakim. SH dan Partner.

Kedatangan ahli waris almarhum Suparman ini untuk menanyakan tanah kerawang milik orang tuanya yang seluas 4 hektare. Di mana saat ini dikuasai oleh orang lain dan sudah terbit SHM atas nama Ghufron. Bahkan, kasus ini tengah bergulir ke aparat penegak hukum, dikarenakan adanya laporan terhadap ahli waris almarhum ke pihak kepolisian oleh pemilik SHM (Ghufron).

“Kedatangan kami ke balai desa, untuk menanyakan buku kerawangan desa, karena untuk melihat proses peralihan tanah atas nama orang tua klien kami ke orang lain, sedangkan dari pihak pemerintah desa, pernah menyatakan kalau bisa membawa bukti atau membawa orang atas nama Kadisan, pihak Pemdes akan menunjukkan buku kerawangan desa, dan hari ini kami membawa bukti pernyataan tertulis dan juga rekaman pengakuan Kadisan, di mana yang bersangkutan mengakui tidak memiliki lahan di tanah Jawa,” ujar Lukmanul Hakim.

Sekedar diketahui, Kadisan yang menjadi sosok penting dalam sengketa tanah ini merupakan anak dari Syafi’i yang tidak lain adalah orang yang pernah ditolong oleh Ibnu Hasim, orang tua dari almarhum Suparman alias Kakek dari ahli waris. Kadisan saat ini tinggal di Provinsi Lampung, Sumatra Selatan. Diceritakan jika ibu dari Syafi’i (ayah Kadisan) pernah menumpang berteduh ketika sedang mengandung Syafi’i. Karena iba, oleh Ibnu Hasim, ibunya syafi’i diberi tumpangan tanah sebagai tempat tinggal.

“Nah dengan pengakuan tertulis dan ada bukti rekaman pengakuan Kadisan inilah, kami ingin mencari keadilan dengan menanyakan buku kerawangan, karena klien kami pada bulan Maret lalu (2021) pergi ke Lampung dan bertemu dengan Kadisan,” beber Lukman Hakim.

Namun keinginan kuasa hukum bersama ahli waris untuk bisa melihat buku kerawang desa ini pupus. Hal ini karena Nur Kholik selaku Kepala Desa Karangduren enggan membuka buku kerawangan desa.

“Saya tidak akan menunjukkan buku kerawangan desa, buku kerawangan desa akan kami buka jika sengketa ini diproses ke ranah hukum, baik pidana maupun perdata, apalagi belum lama ini saya juga dipanggil pihak penyidik Polres untuk membawa buku letter C dan juga buku Kerawangan terkait laporan penguasaan tanah yang saat ini sedang disengketakan,” ujar Kepala Desa Karangduren, Nur Kholik.

Nur Kholik menyarankan, jika memang tanah tesebut bersengketa, agar ahli waris menempuh jalur gugatan perdata ke Pengadilan Negeri. Sedangkan proses lain di Kepolisian biar tetap berjalan. “Saya sarankan kepada ahli waris untuk melakukan gugatan perdata ke Pengadilan, dan saya siap dipanggil dan menjadi saksi terkait kronologis kasus tanah ini, sedangkan kasus di kepolisian juga biarkan tetap berjalan,” ujar Nur Kholik.

Ketika ditanya apakah pihak Pemdes tidak terlebih dahulu melakukan mediasi kedua pihak, Nur Kholik menyatakan, bahwa upaya mediasi sudah beberapa kali dilakukan di balai desa, namun hasilnya nihil. “Mediasi sudah pernah kami lakukan, namun hasilnya nihil, keduanya tetap bersikeras, hingga ada pelaporan di kepolisian,” ujar Nur Kholik.

Lantas bagaimana dengan pengakuan Kadisan dan pernyataan Kadisan yang dibawa oleh ahli waris? Disinilah pihaknya merasa bingung, sebab pada tahun 2020, salah satu pembeli bertemu dengan Kadisan di lampung dengan membawa uang pembelian tanah. Hal itu juga dibuktikan dengan foto saat Kadisan membubuhkan tanda tangan materai.

“Soal pengakuan Kadisan yang mengaku tidak memiliki tanah di Jawa, saya juga heran, apalagi pengakuan itu dibuat pada tahun 2021, padahal pada tahun 2020, pembeli tanah datang ke Lampung dengan membawa uang sebesar Rp 400 juta, dan ada kuitansi tanda terima yang ditanda tangani Kadisan, serta foto saat Kadisan membubuhkan tanda tangan, kemungkinan ada pengakuan bohong atau tidak itu bukan ranah kami untuk menyelidiki, makanya kami sarankan untuk menggugat secara perdata,” pungkas Nut Kholik. 

Sementara itu, hingga diturunkannya berita ini, tim redaksi masih berusaha melakukan konfirmasi kepada pihak pemilik SHM tanah yang kini tengah dalam masa sengketa, yaitu Ghufron.



Moh. Ali Mahrus

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *