Beranda

Mikroplastik Beracun dalam Air Hujan di Jakarta

Mikroplastik Beracun dalam Air Hujan di Jakarta
Ilustrasi hujan di Jakarta yang mengandung mikroplastik beracun (ai/io)

Temuan BRIN mengungkap mikroplastik toksik cemari air hujan Jakarta. Menkes Budi Gunadi Sadikin ingatkan bahaya bagi kesehatan dan imbau warga kenakan masker. Pemprov DKI janji percepat PLTSA.

INDONESIAONLINE – Ancaman serius terhadap kesehatan publik mengemuka di Ibu Kota. Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengonfirmasi temuan mikroplastik beracun dalam air hujan di Jakarta, memicu keprihatinan mendalam dari Kementerian Kesehatan (Menkes) dan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.

Menanggapi situasi ini, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengimbau masyarakat untuk ekstra waspada, bahkan menyarankan penggunaan masker dan menghindari aktivitas di luar ruangan setelah hujan.

“Imbauan saya buat masyarakat adalah ya kalau bisa yang paling aman melindunginya pakai masker kalau jalan di luar. Tapi kalau tidak, ya usahakan jangan jalan di luar sesudah hujan karena ini turunnya kan dekat-dekat hujannya kan, partikelnya,” tegas Menkes Budi usai pertemuannya dengan Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung di Gedung Kementerian Kesehatan, Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa (28/10/2025).

Ia menambahkan bahwa partikel mikroplastik yang terhirup atau tertelan dapat bertahan lama dalam tubuh manusia, menimbulkan potensi risiko kesehatan jangka panjang.

Bukti Ilmiah dan Dampak Kesehatan

Temuan ini bukan sekadar dugaan. Peneliti Ahli Utama Pusat Riset Oseanografi BRIN, Reza, menjelaskan bahwa studi yang dipimpinnya dan dipublikasikan di jurnal bergengsi Science Direct pada Januari 2022 telah secara komprehensif mendeteksi kontaminasi mikroplastik dalam air hujan Jakarta.

Penelitian selama 12 bulan tersebut, menggunakan rain gauge dan ombrometer untuk pengumpulan data, serta teknologi Fourier Transform Infrared Spectroscopy (FTIR) untuk identifikasi jenis polimer, menunjukkan hasil mengkhawatirkan.

“Hasilnya menunjukkan laju deposisi mikroplastik di Jakarta mencapai 3 hingga 40 partikel per meter persegi per hari, dengan rata-rata 15 partikel,” ungkap Reza, merujuk pada data studi tersebut.

Mikroplastik, partikel plastik berukuran kurang dari 5 milimeter, telah terbukti dapat masuk ke rantai makanan manusia dan hewan, bahkan ditemukan dalam organ vital seperti paru-paru, usus, dan plasenta. Sebuah studi oleh Environmental Science & Technology pada tahun 2019 memperkirakan rata-rata orang dewasa mengonsumsi 39.000 hingga 52.000 partikel mikroplastik per tahun melalui makanan, air, dan udara.

Respons Pemerintah: Dari Pencegahan Hulu hingga Solusi Energi

Menkes Budi Gunadi Sadikin menekankan pentingnya pencegahan dari hulu, yaitu dengan mengurangi sumber polusi plastik. Ia secara spesifik meminta peran aktif Gubernur Pramono dalam mengatasi masalah ini.

“Mungkin pencegahan lainnya ya paling bagus memang di hulunya. Artinya memang kita mesti mengurangi sumber polusi dari mikroplastik ini, dan ini memang peranan Pak Gubernur (Pramono) penting sekali,” ujarnya.

Menanggapi imbauan tersebut, Gubernur Pramono Anung memastikan Pemprov DKI Jakarta akan menindaklanjuti temuan BRIN bersama Dinas Lingkungan Hidup (DLH). Komitmen utama Pemprov adalah mempercepat program pengolahan sampah menjadi energi listrik (PLTSA) serta langkah-langkah lain untuk menekan limbah plastik.

“Kami segera untuk hal yang berkaitan dengan plastik, terus terang untuk PLTSA dan sebagainya akan segera kita realisasikan,” kata Pramono.

Pramono juga menyoroti pentingnya kesadaran masyarakat. “Tetapi saya setuju bahwa memang untuk pencegahan di awal, masyarakat harus prepare untuk menggunakan masker,” tambahnya, sejalan dengan imbauan Menkes.

Ia optimis terhadap upaya yang dilakukan, bahkan mencatat perubahan positif di Jakarta selama acara Jakarta Running Festival, di mana Ibu Kota terlihat lebih bersih dan hijau.

Dengan temuan BRIN ini, Jakarta menghadapi tantangan lingkungan dan kesehatan yang kompleks. Kolaborasi antara pemerintah pusat, daerah, ilmuwan, dan partisipasi aktif masyarakat menjadi kunci dalam mengurangi paparan mikroplastik dan menjaga kualitas hidup di tengah kota metropolitan.

Exit mobile version