INDONESIAONLINE – Setelah lebih dari satu dekade kajian mendalam, Muhammadiyah akhirnya memutuskan untuk mengadopsi Kalender Hijriah Global Tunggal (KHGT). Sistem kalender baru ini akan resmi diluncurkan bersamaan dengan awal Muharram 1446 H, menjadi Tahun Baru Islam 1446 H yang akan datang.
KHGT akan menggantikan metode hisab hakiki yang sebelumnya digunakan, khususnya dalam penentuan awal bulan Kamariah berdasarkan kriteria wujudul hilal. Meskipun mendapat kritik, Muhammadiyah melihat langkah ini sebagai hasil dari ide besar yang telah melalui proses perencanaan dan kajian yang matang.
Arwin Juli Rakhmadi Butar-Butar, pakar Ilmu Falak Muhammadiyah, menjelaskan bahwa keputusan untuk meluncurkan KHGT didasarkan pada kajian komprehensif yang berlangsung selama lebih dari sepuluh tahun.
“Kalender Hijriah Global Tunggal atau sebelumnya dikenal sebagai Kalender Islam Global telah dikaji melalui berbagai forum dan diskusi dalam Muhammadiyah,” kata Arwin seperti dilansir situs resmi Muhammadiyah, Selasa (25/6).
Muhammadiyah memberikan dukungan formal terhadap KHGT melalui keputusan Muktamar Muhammadiyah ke-47 di Makassar pada 2015 dan diperkuat lagi pada Muktamar ke-48 di Solo pada 2022. KHGT dianggap sebagai bagian integral dari program “Risalah Islam Berkemajuan,” menunjukkan pentingnya sistem kalender ini dalam visi jangka panjang Muhammadiyah.
Menjelang peluncurannya, Muhammadiyah melalui Majelis Tarjih dan Tajdid (MTT) PP Muhammadiyah, aktif melakukan sosialisasi KHGT di seluruh Indonesia dengan dukungan dari Perguruan Tinggi Muhammadiyah (PTM) di berbagai kota seperti Medan, Mataram, Yogyakarta, Makassar, dan Bandung.
Muhammadiyah berharap bahwa KHGT dapat memperbaiki ketidakteraturan dalam penjadwalan waktu di dunia Islam saat ini dan memenuhi apa yang mereka sebut sebagai “utang peradaban” dalam bidang sistem kalender. Organisasi ini juga siap menerima kritik konstruktif untuk terus mengkaji dan menyempurnakan KHGT di masa depan.
Sebelum mengadopsi KHGT, Muhammadiyah menggunakan metode hisab hakiki dengan kriteria wujudul hilal, yang didasarkan pada pengamatan faktual gerak Bulan di langit. Metode ini, yang diperkenalkan oleh pakar falak Muhammadiyah, Wardan Diponigrat, menetapkan bahwa Matahari harus terbenam lebih dahulu dari Bulan, dengan perbedaan waktu yang minimal (bn/dnv).