INDONESIAONLINE – Baru-baru ini, masyarakat heboh dengan kehadiran penceramah kontroversial Ki Sudrun, yang menyampaikan tausiah sambil telanjang dada. Aksi dramatis ini memicu beragam reaksi dari masyarakat, termasuk dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Blitar yang memberikan respons khusus terhadap kejadian ini.

Menurut Jamil Mashadi, sekretaris MUI Kabupaten Blitar, MUI menganggap bahwa dalam konteks fiqih, tindakan Ki Sudrun tidak melanggar aturan agama. Telanjang dada bagi laki-laki, menurut pandangan MUI, memang tidak dilarang selama aurat dari pusat hingga lutut kaki tetap terjaga.

Namun, MUI menegaskan pentingnya mempertimbangkan konteks budaya lokal dalam menafsirkan ajaran agama. “MUI tidak memiliki kewenangan untuk menilai secara mutlak apakah tindakan Ki Sudrun benar atau salah dalam konteks agama. Namun, kami berharap agar Ki Sudrun dapat memberikan teladan yang baik kepada masyarakat, mengingat potensi dampak sosial dari aksi kontroversial tersebut,” ujar Jamil Mashadi, Senin (22/4/2024).

Pendapat MUI ini muncul sebagai respons terhadap perdebatan yang timbul di kalangan masyarakat terkait tindakan Ki Sudrun. Meskipun secara teori tindakan tersebut tidak melanggar ajaran agama,  dalam konteks budaya lokal, hal itu dianggap tidak pantas dan menimbulkan kontroversi.

Sebagai lembaga yang memegang peran penting dalam menjaga konsistensi ajaran agama dan nilai-nilai lokal, MUI Kabupaten Blitar merasa perlu untuk memberikan pandangan yang seimbang. Meskipun tidak secara tegas menghakimi tindakan Ki Sudrun, MUI memberikan saran agar sang kiai mempertimbangkan kembali tindakannya, terutama dalam hal etika berbusana dan penyampaian ceramah.

Baca Juga  Kasat Reskrim Bicara Angka Kejahatan di Tulungagung Turun hingga Kawal Dana Bansos

Sementara itu, warga dan stakeholder Kabupaten Blitar sendiri juga turut berpartisipasi dalam perdebatan ini. Beberapa di antara mereka menyoroti aspek kesopanan dan etika dalam berbusana dan memberikan ceramah. Sementara yang lain lebih memilih untuk fokus pada substansi ceramah Ki Sudrun.

“Penting untuk menghormati nilai-nilai lokal dan etika dalam berbusana, terutama ketika menjadi figur publik yang memberikan pengaruh besar kepada masyarakat. Namun, kita juga tidak boleh melupakan substansi dari ceramah itu sendiri, karena pesan yang disampaikan oleh Ki Sudrun juga memiliki nilai-nilai yang dapat diambil,” ungkap Novi Catur Muspita, sosiolog dari Unisba Blitar.

Sebagai seorang dalang, budayawan dan pengisi acara tradisional, Ki Sudrun dikenal akan kreativitasnya dalam menyampaikan pesan-pesan keagamaan dan moral. Meskipun penampilannya yang kontroversial bisa menjadi distraksi bagi sebagian orang,  banyak yang tetap mengapresiasi kedalaman pemikiran dan pesan yang disampaikan Ki Sudrun.

Dengan adanya perdebatan ini, masyarakat Kabupaten Blitar diharapkan dapat lebih kritis dalam menilai berbagai penampilan dan gaya penyampaian ceramah.

Baca Juga  Selesai Dibangun, Bupati Resmikan Gedung Utama Sarja Arya Racana dan Kantor Satreskrim Polres Tulungagung 

MUI Kabupaten Blitar juga mengingatkan pentingnya menjaga konsistensi antara ajaran agama dan nilai-nilai budaya lokal agar harmoni dan kesepahaman dapat terjaga dalam masyarakat.

Diberitakan sebelumnya, belakangan ini, di media sosial seperti TikTok dan YouTube, video pengajian Ki Sudrun dari Blitar menjadi viral karena penampilannya yang unik. Dalam video yang diunggah oleh akun TikTok @gandrung_ilmu, Ki Sudrun terlihat mengisi pengajian dengan telanjang dada, dengan rambut gondrong yang disanggul ala era kerajaan Hindu.

Ki Sudrun tampak mengenakan tas bertali besar yang menyerupai tasbih, sambil duduk di lantai dengan celana berwarna putih. Dalam pengajiannya, Ki Sudrun memberikan penafsiran Surat Al Fatihah dengan bahasa Jawa, mungkin untuk memudahkan pemahaman jemaah yang mayoritas berasal dari Jawa.

Dalam momen tersebut, Ki Sudrun menyampaikan pesan bahwa umat Islam seharusnya meniru tingkah laku para nabi dan rasul.

Respon dari netizen pun bervariasi, ada yang mempertanyakan penampilan Ki Sudrun. Sementara yang lain mengapresiasi kejelasan dalam ceramahnya.

Sebagai seorang dalang dan budayawan asal Blitar yang pernah menuntut ilmu di Pesantren Bahrul Ulum Tambakberas, Ki Sudrun lahir pada 19 April 1970 dan kini berusia 54 tahun, berasal dari Desa Krenceng, Kecamatan Nglegok, Kabupaten Blitar. (ar/hel)