INDONESIAONLINE – Terkait kasus dugaan korupsi (tipikor) yang menyeret mantan Bupati dan Ketua DPRD Tulungagung itu menjadi sorotan praktisi hukum. Kasus korupsi yang sedang dikembangkan penyelesaiannya oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan pemanggilan 4 saksi di Mapolres Tulungagung, Selasa (1/3/2022) menjadi perbincangan hangat di masyarakat.

Praktisi Hukum atau Advokat di Tulungagung Mohammad Ababililmujaddidyn (Billy Nobile & Associate) mengatakan, membicarakan kasus korupsi di Tulungagung yang perlu dipahami terlebih dahulu adalah konstruksi hukum pidana di Indonesia.

Secara teori terdapat 2 konstruksi hukum, yaitu pidana umum dan pidana khusus. Korupsi termasuk kejahatan khusus (pidsus) karena dilihat dari cara penanganannya memerlukan penanganan yang berbeda.

“Kasus korupsi korupsi dapat diselidiki dan diselidiki melalui Polri, KPK dan Kejaksaan. Dari tiga pintu inilah yang pertama kali menemukan dugaan unsur pidana,” kata pria yang akrab disapa Gatot itu, Selasa (1/1). /3/2022).

Menurut Gatot, dari perkembangan yang dilakukan KPK dengan memanggil 4 saksi tambahan, banyak yang menduga dan menduga akan ada tersangka baru dalam kasus korupsi di Tulungagung. Kemungkinan ini bisa saja terjadi karena dalam kasus korupsi di Tulungagung merupakan tanggung jawab bersama.

“Tanggung jawab bersama ini ada unsur pidananya, kalau ada mens rea atau ada orang yang menjadi inti kejahatan itu tertangkap. Kemudian yang lain juga harus masuk,” imbuhnya.

Pria yang juga dosen Universitas Tulungagung (UNITA) ini menjelaskan bahwa sifat tanggung jawab bersama menurut asas hukum pidana dikenal dengan actus non facit reum nisi mens rea, artinya keadaan tertentu yang menyebabkan seseorang berbuat jahat dengan kesempatan.

Melihat kasus korupsi di Tulungagung juga bisa dikaitkan dengan penyalahgunaan wewenang. Artinya, jika seseorang memegang jabatan dan kemudian memegang kendali untuk membuat suatu kebijakan, maka dapat menyalahgunakan wewenang, baik dana maupun wewenang lainnya dan itu termasuk dalam Pasal 3 UU Pemberantasan Korupsi.

“Mengenai perkembangan kasus yang terjadi di Tulungagung, saya tidak mau berasumsi terlalu dalam atau berasumsi terlalu jauh. Tapi saya hanya mempercayakan KPK untuk mengusut tuntas kasus itu,” ujarnya.

Sebagai praktisi hukum sekaligus akademisi, Billy melihat proses hukum kasus korupsi di Tulungagung masih berjalan. Dia mengajak masyarakat untuk mempercayakan KPK mengusut tuntas. Jika ada tersangka baru, berarti KPK berhasil mengungkap kasus tersebut.

Selain itu, terkait penggantian kerugian negara yang dilakukan beberapa anggota DPRD Tulungagung beberapa waktu lalu, Billy menilai tindakan tersebut memperjelas bahwa sebenarnya anggota DPRD tersebut terlibat dalam kasus dugaan korupsi.

Ia juga mencontohkan pengembalian kerugian negara secara fikih dalam kasus yang terjadi di Malang yang ada 43 anggota DPRD dengan maksud menguntungkan diri sendiri dengan menerima gratifikasi kemudian ditangkap dan rombongan safari tersebut pergi ke KPK.