Pakar Hukum Dorong Indonesia Perlu Regulasi Karya Seni Buatan AI

Pakar Hukum Dorong Indonesia Perlu Regulasi Karya Seni Buatan AI
Salah satu karya seni bikinan AI atau kecerdasan buatan. (istock)

INDONESIAONLINE – Kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) saat ini mengalami perkembangan pesat. Para pelaku seni juga banyak memanfaatkan  perkembangan teknologi AI dalam membuat sebuah karya seni.

Dengan teknologi AI ini, pengguna hanya tinggal memasukkan perintah dalam sistem komputer. Nantinya sistem AI akan memproses perintah tersebut menjadi sebuah  karya atau output yang sesuai dengan perintah yang dimasukkan.

Namun, banyak yang bertanya-tanya terkait bagaimana perlindungan hak cipta terhadap karya yang dihasilkan oleh AI. Menanggapi hal tersebut, Sofyan Arief SH MKn, pakar hukum dari Fakultas Hukum  Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), mengatakan bahwa memang karya AI memiliki perbedaan dengan karya ilustrator manusia. Sehingga, ada perbedaan mendasar tentang hak cipta tersebut yang terletak pada subjek hukumnya.

Qwer

Sementara, di Indonesia saat ini masih belum terdapat regulasi atau aturan yang khusus yang mengatur hak kekayaan intelektual (HKI) bagi karya yang dihasilkan AI. Sehingga, AI ini belum menjadi salah satu subjek hukum. Karya yang dihasilkan daei AI pun masih belum mendapatkan perlindungan.

“Sementara, manusia ini sebagai ilustrator yang jelas diakui sebagai subjek hukum.  Memiliki hak atas sebuah karya yang diciptakan berdasarkan prinsip orisinalitas karya,” ungkapnya.

Lebih lanjut, regulasi ini sangatlah penting. Sebab, hal ini akan memberikan kepastian hukum tentang siapa yang berhak atas sebuah karya yang dihasilkan AI, termasuk bagaimana dalam perlindungan hak ciptanya.

Tanpa adanya regulasi itu, maka sebuah karya yang dibuat dari AI tidak akan mendapat pengakuan hak cipta. Sistem hukum Indonesia, hak atas benda atau karya hanya bisa dimiliki oleh subjek hukum yang diakui secara sah.  Oleh karena itu, adanya regulasi ini sangat penting.

Meski saat ini belum terdapat perlindungan hukum yang jelas untuk karya AI,  potensi untuk munculnya aturan tersebut tetap ada. Sofyan juga menjelaskan, bahwa tantangan utamanya di Indonesia adalah menentukan siapa yang menjadi subjek hukum yang berhak atas karya yang dihasilkan oleh AI.

Terkait hal ini, memang beberapa ahli hukum memiliki pendapat yang berbeda. Ada ahli hukum yang berpendapat bahwa hak cipta itu diberikan kepada pencipta AI atau programmer atau developer dari sistem tersebut.

“Sedang ada beberapa ahli hukum berpendapat bahwa hak cipta seharusnya melekat pada AI itu sendiri,” terangnya.

Karena belum adanya regulasi, Sofyan menyarankan agar para pelaku seni tidak sepenuhnya menggunakan AI dalam karyanya. AI hendaknya digunakan sebagai alat pendukung dalam penciptaan karya.

“Dengan demikian, hak cipta tetap bisa diberikan kepada individu atau entitas yang menggunakan AI sebagai alat bantu, bukan sebagai pencipta utama,” pungkasnya. (as/hel)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *