Pasarean Banyusumurup: Jejak Kelam Sejarah Kesultanan Mataram

Pasarean Banyusumurup: Jejak Kelam Sejarah Kesultanan Mataram
Kisah kelam Kesultanan Mataram di Pasarean Banyusumurup (intisari)

INDONESIAONLINE – Di keheningan lembah selatan Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, tersembunyi di balik rimbunnya pepohonan, terletaklah Pasarean Banyusumurup. Tempat ini bukan sekadar pemakaman biasa, melainkan sebuah monumen yang menyimpan kenangan kelam dari masa lalu Kesultanan Mataram.

Lebih dari sekadar simbol ketenangan, Banyusumurup menceritakan kisah kekejaman dan pembalasan dendam, menggambarkan sisi tergelap dari kekuasaan Mataram.

Pesarean ini digunakan sebagai tempat peristirahatan terakhir bagi mereka yang dianggap telah berbuat dosa besar atau berkhianat terhadap kerajaan. Kisah tragis yang terkait dengan Banyusumurup mencakup berbagai peristiwa berdarah dalam sejarah Mataram, yang berfungsi sebagai bukti nyata dari bagaimana kekuasaan bisa menjadi tiran terhadap mereka yang dianggap sebagai ancaman.

Salah satu insiden paling tragis yang tercatat adalah pembantaian keluarga keraton di Kartasura pada awal abad ke-18. Susuhunan Amangkurat III, yang juga dikenal sebagai Amangkurat Mas, terlibat dalam eksekusi brutal terhadap permaisurinya, Raden Ayu Lembah, dan kekasihnya, Raden Sukro.

Raden Ayu Lembah, putri dari Pangeran Puger, dibunuh dengan cara yang mengerikan atas perintah ayahnya sendiri setelah dituduh berselingkuh. Tubuhnya dilemparkan ke kandang harimau di kaputren istana, mengakhiri hidupnya sebagai santapan harimau Jawa.

Selain itu, Pasareyan Banyusumurup juga menjadi tempat peristirahatan terakhir bagi para pemberontak dan pengkhianat yang dihukum mati oleh penguasa Mataram. Keluarga Mondorakan dan keluarga Pangeran Pekik adalah beberapa di antara mereka yang dianggap sebagai ancaman oleh kesultanan dan akhirnya dikuburkan di sini setelah dieksekusi.

Keberadaan Banyusumurup sebagai pesarean khusus bagi “pendosa” Mataram tidak hanya mencerminkan sisi gelap dari sejarah, tetapi juga menjadi titik fokus bagi upaya pemulihan nama baik bagi mereka yang terbunuh secara tidak adil.

Pada masa Sultan Hamengkubuwono II, beberapa pejabat tinggi yang sebelumnya dikuburkan di Banyusumurup akhirnya dipindahkan dan mendapatkan penghormatan yang layak di pemakaman keluarga mereka.

Meskipun demikian, tempat ini tetap menjadi saksi bisu dari bagaimana kekuasaan bisa menyebabkan kekejaman dan bagaimana keadilan bisa terlambat tetapi akhirnya ditegakkan.

Banyusumurup yang artinya “air yang bercahaya,” secara ironis menunjukkan bahwa di balik kegelapan sejarahnya, ada upaya untuk membawa cahaya ke dalam keadilan.

Bagi para pengunjung yang ingin memahami sisi gelap dari sejarah Mataram, Pasareyan Banyusumurup menawarkan lebih dari sekadar kumpulan makam. Tempat ini adalah jendela ke masa lalu yang menawarkan pelajaran tentang kekuatan, keadilan, dan kemanusiaan dalam wajah kekuasaan yang kadang-kadang bisa menjadi tirani (ar/dnv).