INDONESIAONLINE – Pemerintah Desa (Pemdes) dari kepala desa hingga perangkat desa dilarang berpolitik praktis.

Hal ini disampaikan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi  Abdul Halim Iskandar. Terkait regulasinya diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum atau UU Pemilu.

Bagi pemdes yang melanggar aturan tersebut, ada sanksi yang bisa menjeratnya, baik penjara maupun denda.

Pasal 280 ayat (2) disebutkan bahwa perangkat desa termasuk ke dalam pihak yang dilarang diikutsertakan oleh pelaksana dan atau tim kampanye dalam kegiatan kampanye pemilu.

Selain tidak boleh diikutsertakan dalam kampanye, perangkat desa, sebagaimana dijelaskan dalam ayat (3) juga dilarang menjadi pelaksana dan tim kampanye pemilu.

Sementara itu, dalam Pasal 494 dijelaskan bahwa setiap aparatur sipil negara, anggota Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia, kepala desa, perangkat desa, dan atau anggota badan permusyawaratan desa yang melanggar larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 280 ayat (3) dipidana dengan pidana kurungan paling lama satu tahun dan denda paling banyak Rp12 juta.

Baca Juga  Kebijakan Satu Arah di Jalan Basuki Rahmat Diterapkan Awal Tahun 2023

Sedangkan Pasal 282 memuat aturan tentang larangan pejabat negara, pejabat struktural, dan pejabat fungsional dalam jabatan negeri, serta kepala desa membuat keputusan dan atau melakukan tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu peserta Pemilu selama masa kampanye.

Sanksinya disebutkan dalam Pasal 490, yakni dipidana dengan pidana penjara paling lama satu tahun dan denda paling banyak Rp12 juta.

Di sisi lain, Abdul Halim juga mengingatkan bahaya yang akan terjadi jika kepala desa dan perangkatnya bersikap tak netral pada Pemilu 2024.

Wanti-wanti itu disampaikannya seiring munculnya dugaan kepala desa tidak netral pasca acara Silaturahmi Nasional Desa Bersatu yang digelar Ahad lalu, 19 November 2023.

Abdul Halim menyatakan perangkat desa harus netral sebab mereka nantinya terlibat sebagai Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS).

“Harus netral karena kan kemudian dia jadi KPPS. Itu kan dari mereka sebagian besar, kalau nggak netral, bahaya itu,” ujar Abdul Halim.

Netralitas Pemdes Dipertanyakan

Netralitas asosiasi kepala desa dipertanyakan setelah memberikan sinyal dukungan terhadap pasangan capres-cawapres nomor urut dua Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.

Baca Juga  19 SDN di Blitar Bakal Digabung, Ini Alasan Dinas Pendidikan

Seperti diketahui Senin, 20 November 2023, delapan asosiasi kepala desa yang tergabung dalam Desa Bersatu menggelar Silaturahmi Nasional Desa Bersatu di ruangan Indoor Multifunction Stadium, Gelora Bung Karno, Jakarta.

Mereka mengundang para elite partai Koalisi Indonesia Maju (KIM) dan juga mengundang Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka untuk menyampaikan dukungan dan aspirasinya.

Agenda Silaturahmi Nasional Desa Bersatu juga dimaksudkan untuk mendeklarasikan dukungan mereka kepada pasangan calon nomor urut dua tersebut.

Hal itu juga diakui Koordinator Nasional Desa Bersatu Muhammad Asri Anas. Rencana kemudian batal dilakukan karena khawatir melanggar Undang-Undang Pemilu ihwal netralitas penyelenggara negara.

Adapun alasan Desa Bersatu mendukung Prabowo-Gibran, kata Asri, karena hanya pasangan ini yang berkomitmen menyetujui aspirasi kepala desa.

Aspirasi tersebut di antaranya alokasi dana desa Rp 5 miliar per desa per tahun, mengevaluasi keberadaan pendamping desa, serta 70 persen dana desa untuk kegiatan pembangunan yang merujuk pada hasil musyawarah desa.