JATIMTIMES – Persoalan Sampah di Kabupaten Jember saat ini sudah memasuki fase yang cukup mengkhawatirkan dan perlu mendapatkan perhatian serius. Bagaimana tidak, dalam sehari 500 ton sampah baru diproduksi di kawasan kota Jember. Sehingga, jika tidak ada penanganan,p tepat, tidak menutup kemungkinan sampah-sampah tersebut akan menjadi momok tersendiri.

Untuk itu, Bupati Jember H. Hendy Siswanto Minggu (28/11/2021) lalu melakukan kunjungan ke Desa Jimbaran, Kecamatan Kuta Selatan Badung Bali untuk melihat tempat pengolahan sampah terpadu (PST) Sampahku Tanggung Jawabku (Samtaku) yang ada di desa tersebut. Kedatangannya sekaligus menjajaki kemungkinan untuk melakukan kerjasama dengan PT Reciki Mantap Jaya yang mengelola PST tersebut.

“Saat ini di kawasan kota Jember, setiap harinya ada sampah baru yang jumlahnya mencapai 500 ton per hari dan ini belum tertangani secara maksimal. Dan kami mengunjungi tempat pengolahan Sampah di Jimbaran, hasilnya cukup bagus dan minggu depan akan saya undang ke Jember. Banyak tanah yang bisa dipakai, tinggal alih fungsi,” ujar Bupati Hendy.

Hendy menilai, pengolahan sampah di PST Desa Jimbaran ini dinilai terbukti sangat efektif dan cepat, dan atas dasar itu pihaknya akan menerapkannya di Kabupaten Jember.

“Saya ini latar belakangnya pengusaha, jadi bisa tahu TPST Samtaku prospek, karena dari sampah yang menjijikkan justru jadi menjanjikan. Datang ke Badung ini untuk studi tiru, bukan studi banding,” sebutnya.

Tercatat, rata-rata sampah di Jember per hari sebanyak 1.307 meter kubik atau setara 500 ton. Mayoritas berupa sampah organik sekitar 67,5 persen. Sisanya, merupakan sampah plastik, kertas, kayu, kaca, logam, kain, karet, dan lainnya masing-masing persentase dibp bawah 7 persen.

Asal sampah sebagian besar dari pemukiman warga yang mencapai 1.000 meter kubik per hari. Disusul oleh sampah pasar 174 meter kubik, dan sektor komersial 116 meter kubik. Selebihnya adalah sampah asal kawasan industri, perkantoran, fasilitas umum, sapuan jalan, dan saluran drainase.

Baca Juga  Top! Pemkot Blitar Raih Penghargaan Pengawasan Kearsipan Kategori A

Ketua DPRD Jember Itqon Syauqi dalam kesempatan lain menjelaskan, bahwa sementara ini secara koersif pengolahan sampah hanya terdapat Perda Nomor 4 Tahun 2011 tentang Retribusi Pengolahan Sampah yang fungsinya sebatas mengatur sisi pendapatan.

Sehingga parlemen memprogramkan penyusunan Raperda tentang pengolahan sampah sebagai aturan yang lebih komprehensif. Tujuannya adalah dari sisi hukum menjadi payung terhadap kebijakan yang kelak dilakukan oleh eksekutif.

“DPRD harus mendukung penuh upaya penanganan sampah. Karena ini menyangkut kepentingan hajat hidup orang banyak. Kita dorong kerjasama Pemkab Jember itu agar segera terealisasi, dan masalah sampah dapat teratasi,” tutur Itqon.

Sementara TPST Samtaku di Desa Jimbaran Kuta Selatan Badung Bali, saat ini hanya menggunakan lahan seluas 5.000m², yang di bangun oleh Danone-Aqua serta dikelola oleh PT Reciki Mantap Jaya, perusahaan dari konsorsium antara PT Reciki Solusi Indonesia dengan PT Jimbaran Lestari, dan Bali Waste Cycle (BWC). 

TPST Samtaku menjadi yang terbesar di Pulau Dewata, karena kemampuan pengelolaan sampahnya dengan kapasitas maksimum hingga 120 ton per hari. Kendati masih melayani enam desa, seperti Jimbaran, Kedonganan, Bualu, Kelan, dan Tanjung Benoa.

Bhima Aries Diyanto, CEO PT Reciki Mantap Jaya menjelaskan pihaknya memakai konsep Zero Waste to Landfill. Yakni, memproses semua sampah dimanfaatkan agar tidak terbuang percuma. “Taktis sederhananya, kumpul-angkut-olah,” jelasnya.

Perusahaannya memiliki pegawai terampil yang bertugas memilah sampah, dan seperangkat mesin modern untuk memilah sampah berdasarkan jenisnya hingga mengolahnya. Misal, pengomposan sampah organik untuk jadi pupuk, daur ulang plastik sebagai bahan pembuatan plastik baru, dan pengolahan residu melalui teknologi refuse derived fuel (RDF) guna diubah ke bahan bakar.

Baca Juga  Saat Nataru, Sejumlah Titik di Kabupaten Malang Akan Disekat

Meski Bhima yakin konsepsinya berhasil diterapkan ke Badung maupun Lamongan, dan Gresik, tapi tak serta merta gegabah memakainya untuk Jember. Dia merasa sangat perlu mengobservasi kondisi sampah di Jember sebelum melangkah lebih jauh. 

“Karena sampah tiap daerah memiliki karakteristik tersendiri. Masing-masing daerah tidak sama, seperti misalkan sampah Badung berbeda dengan Surabaya. Begitupun sampah di Jember, tentu juga lain,” paparnya ke hadapan Hendy dan Pimpinan DPRD serta beberapa pejabat terkait.

Apalagi, pendekatannya disebut dengan proyek berkelanjutan. Sama sekali bukanlah program yang kerap hanya untuk memenuhi kepentingan sesaat. Serta, prinsip kesinambungan tersebut didasari upaya pekerjaan jangka panjang, karena seluruh komponen dalam sistem TPST berasal dari karya dalam negeri.

“Sistem murni 100 persen karya anak bangsa Indonesia. Desain milik Resiki tidak satupun yang bergantung impor luar negeri. Tenaga kerja di TPST juga menggunakan warga lokal yang harus terjamin gajinya paling tidak sesuai UMK (Upah Minimum Kabupaten), dan dibayarkan iuran untuk BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) Ketenagakerjaan,” tegas Bhima.

Bhima memproyeksikan berbagai dampak manfaat majemuk jika Pemkab Jember bekerjasama dengan pihaknya. Diantaranya adalah terbuka lapangan kerja minimal 55 orang pada tiap pengolahan sampah 120 ton per hari, efisensi karena terjadi pengurangan biaya daerah untuk operasional alat berat di TPA, dan investasi masuk lantaran TPST dikerjakan swasta. 

“Disamping itu juga berkontribusi pada pendapatan asli daerah (PAD), kebersihan lingkungan, membangun kesadaran terhadap kehidupan sosial masyarakat, dan meningkatkan kualitas kesehatan di daerah,” urai Bhima.

Dalam kesempatan tersebut banyak diulas tentang TPST Samtaku di Jimbaran yang merupakan kelanjutan dari penerapan yang telah dilakukan oleh Kabupaten Lamongan, Jawa Timur. Di sana terbukti berhasil mengurangi timbungan sampah dalam TPA sebanyak 70 persen dibanding sebelumnya. (Adv)



Moh. Ali Mahrus