INDONESIAONLINE – Studio Seni Krida Kumara Çamhita (KaKaSya) kembali menggebrak panggung seni Kota Malang dengan pertunjukan “Pentas Kangen” pada Sabtu malam (14/6/2025) di Studio UB TV. Bukan sekadar hiburan, pentas teater lintas generasi ini secara berani meluruskan pemahaman masyarakat tentang mitos Dewi Anjarwati, sang penunggu Coban Rondo, yang selama ini kerap disalahpahami.
Wali Kota Malang Wahyu Hidayat yang hadir langsung tak menyembunyikan kekagumannya. “Saya tadi berpikir akan happy ending, ternyata sad ending. Prediksi saya salah berarti. Jalan ceritanya tidak bisa ditebak,” ujar Wahyu, terkesan dengan narasi baru yang disuguhkan.
Mengusung tema “Galeri Kisah Nusantara”, Pentas Kangen menampilkan tiga naskah, dengan lakon utama “Air Terjun Penantian” karya A. Ulum. Pertunjukan ini menjadi bagian dari program edukasi budaya dan sejarah melalui seni pertunjukan, sekaligus menandai 44 tahun kiprah Studio Seni KaKaSya.
Reuni Lintas Generasi dan Misi Pelestarian Budaya
Produser sekaligus penanggung jawab acara, Made Suprapto, menjelaskan bahwa “Pentas Kangen” adalah ajang reuni bagi seluruh anggota KaKaSya lintas generasi.
“Kami ingin kembali aktif berkontribusi di kancah seni pertunjukan di Kota Malang,” kata Made.
Ia optimistis minat generasi muda terhadap teater masih tinggi, terutama jika disajikan dengan relevan dan mengangkat nilai lokal.
“Harapan kami, Pentas Kangen tidak hanya menjadi tontonan kekinian, tapi juga tuntunan yang mengangkat nilai-nilai budaya dan sejarah,” tambahnya, menegaskan misi pelestarian kekayaan kisah Nusantara.
Meluruskan Mitos, Menggali Kesetiaan Dewi Anjarwati
Sutradara “Air Terjun Penantian,” Alfanul Ulum, yang juga penulis naskah, mengungkapkan tujuan utama lakon ini. “Mitos Dewi Anjarwati sebagai penunggu Coban Rondo selama ini kerap disalahpahami. Melalui pertunjukan ini, kami ingin mengembalikan narasi yang lebih adil dan bernilai budaya,” jelas Ulum.
Menurutnya, Dewi Anjarwati seringkali digambarkan negatif dalam cerita rakyat, padahal di baliknya ada kisah tentang kesetiaan dan pengorbanan yang patut diangkat.
“Kami ingin menyuguhkan narasi alternatif yang lebih adil dan bernuansa budaya,” imbuhnya menegaskan bahwa ada sisi kemanusiaan dan kesetiaan yang mendalam di balik mitos tersebut.
Lakon “Air Terjun Penantian” sendiri menceritakan kisah cinta segitiga antara Dewi Anjarwati dengan Raden Baron Kusuma dan Awi Kumbara. Tragedi muncul ketika Dewi melanggar pamali untuk menghindari kejaran Awi, yang berujung pada tewasnya Raden Baron Kusuma dan Jaka Lelana.
Sumpah Dewi untuk menanti sang suami di balik air terjun inilah yang menjadi tawaran baru dalam memahami asal-usul nama Coban Rondo.
Harapan Wali Kota: Bangkitkan “Drama Malangan”
Wali Kota Wahyu Hidayat sangat mengapresiasi upaya KaKaSya mengangkat kearifan lokal. Ia berharap pertunjukan seperti ini bisa menumbuhkan kembali ketertarikan generasi muda terhadap budaya sendiri.
“Malang khasnya luar biasa, ternyata budaya kental sekali. Dari yang kecil hingga besar. Kalau dulu anak muda tontonannya drama Korea, ke depan kita harus bikin drama Malangan,” cetus Wahyu.