JATIMTIMES – Kepala Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (KESDM)  Eko Budi Lelono membeberkan kondisi Gunung Semeru yang mengalami erupsi pada Sabtu 4 Desember 2021 sekitar pukul 14.50 WIB. 

Eko mengatakan, Gunung Semeru yang memiliki tipe strato dengan kubah lava dan puncak tertinggi Mahameru 3.676 mdpl (meter di atas permukaan laut)  secara umum letusannya bertipe vulkanian dan strombolian. Yakni berupa penghancuran kubah atau lidah lava serta pembentukan kubah lava atau lidah lava baru. 

“Penghancuran kubah atau lidah lava mengakibatkan pembentukan awan panas guguran yang merupakan karakteristik Gunung Semeru,” ujar Eko saat konferensi pers melalui Zoom dengan BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana), Sabtu (4/12/2021). 

Berdasarkan hasil pengamatan secara visual pada tanggal 1 sampai 30 November 2021, gunung api terlihat jelas hingga tertutup kabut. Kemudian, teramati embusan gas dari kawah utama berwarna putih dan kelabu dengan intensitas sedang hingga tebal yang tingginya kurang lebih sekitar 100 sampai 600 meter dari puncak  Semeru. 

“Kemudian juga kita lihat cuaca di sini cerah hujan, anginnya lemah dan suhu udara lebih kurang berkisar 20 sampai 35 derajat celcius,” kata Eko. 

Kondisi erupsi Semeru yang tidak terjadi terus-menerus menghasilkan kolam erupsi berwarna kelabu dengan tinggi maksimum 300 hingga 600 meter di atas puncak kawah. 

Baca Juga  Mantan Juara Dunia MotoGP Sebut Nasi Goreng Kuliner Khas Indonesia

Kemudian pada 1 Desember 2021, terjadi awan panas guguran dengan jarak luncur 1.700 meter dari puncak atau 700 meter dari ujung aliran lava dengan arah luncuran ke tenggara. 

“Kemudian 4 Desember 2021 mulai pukul 13.30 WIB terekam getaran banjir pada seismogram. Kemudian pada pukul 14.50 WIB teramati awan panas guguran dengan jarak luncur 4 kilometer dari puncak atau 2 kilometer dari ujung aliran lava ke arah tenggara, ke Sungai Kobokan,” jelas Eko. 

Lebih lanjut, berdasarkan hasil pengamatan dari sisi kegempaan yang terekam mulai 1 sampai 30 November 2021, didominasi  gempa letusan dengan rata-rata 50 kejadian per hari. Serta pada 1 sampai 3 Desember 2021, terjadi gempa guguran masing-masing empat kali.

Kemudian, pihak Badan Geologi KESDM RI juga mengamati terdapat gempa vulkanik dalam, dangkal dan tremor yang mengindikasikan kenaikan magma ke permukaan terekam dengan jumlah sangat rendah. 

“Dari hasil pengamatan visual ini, kemunculan guguran dan awan panas guguran diakibatkan oleh ketidakstabilan endapan lidah lava dan interaksi batuan yang bersuhu relatif tinggi dengan air hujan,” ujar Eko. 

Aktivitas yang terjadi pada 1 sampai 4 Desember 2021 merupakan aktivitas permukaan. Dari sisi kegempaan tidak menunjukkan kenaikan gempa-gempa yang berasosiasi dengan suplai magma atau batuan segar ke permukaan. 

“Potensi bahaya ancaman erupsi Gunung Semeru berupa lontaran batu pijar di sekitar puncak. Sedangkan material lontaran berukuran abu dapat tersebar lebih jauh tergantung arah dan kecepatan angin,” ucap Eko. 

Baca Juga  H-1 Mudik Lebaran 2024: 206.587 Orang Telah Berangkat Naik KA dari Daop 8 Surabaya

Potensi ancaman bahaya lainnya berupa awan panas guguran dan guguran batuan dari kubah atau ujung lidah lava ke sektor tenggara dan selatan puncak. Jika dalam kondisi hujan, nanrinya dapat terjadi lahar di sepanjang aliran sungai yang berhulu di daerah puncak.

“Beradasarkan hasil pemantauan visual dan instrumental, kami simpulkan potensi ancaman bahayanya, maka tingkat aktivitas Gunung Semeru masih ditetapkan di level 2 atau waspada,” kata Eko. 

Sementara itu, pihaknya pun memberikan beberapa rekomendasi yang harapannya juga diperhatikan oleh masyarakat di sekitar kawasan Gunung Semeru. Yakni dalam kondisi status Gunung Semeru saat ini berada di level 2 atau waspada, masyarakat atau pengunjung diimbau agar tidak beraktivitas di radius 1 kilometer dari kawah atau puncak  Semeru. 

“Dan jarak 5 kilometer arah bukaan kawah, di sektor selatan dan tenggara, serta mewaspadai awan panas guguran, guguran lava, dan lahar di sepanjang aliran sungai atau lembah yang berhulu di puncak Gunung Semeru,” terang Eko. 

Nantinya, batas minimal radius dan poin-poin rekomendasi akan terus dievaluasi secara berkala untuk mengantisipasi jika terjadi perubahan ancaman bahaya. 



Tubagus Achmad