JATIMTIMES – Forum Komunikasi Jurnalis Nahdliyin (FJN) bersama Direktur Jatimtimes, Lazuardi Firdaus menggelar silaturahmi ke Ponpes Sabilurrosyad yang diasuh Ketua PWNU Jatim, KH Marzuki Mustamar, Jum’at (3/12/2021).

Dalam kesempatan tersebut, FJN yang diwakili Koordinator Didi Rosadi menyerahkan cindera mata berupa foto pigura. Karena secara kebetulan, KH Marzuki mendapatkan award sebagai tokoh berpengaruh Jatim tahun 2021 versi FJN. 

Namanya merupakan satu dari 12 tokoh yang dianggap memiliki pengaruh kuat sebagai sosok seorang tokoh di Indonesia asal Jawa Timur.

Pada momen tersebut KH Marzuki Mustamar sekaligus menunjukkan protap protokol kesehatan yang diterapkan di pondoknya. Protap tersebut dilakukan termasuk juga saat menggelar salat Jumat secara terbuka. Di mana tamu dari luar boleh ikut melaksanakan ibadah di sana.

Baca Juga  Turis Australia Tenggelam saat Berselancar Ditemukan Tim SAR Banyuwangi

Protapnya ialah tidak berlama-lama di masjid. Paling lama maksimal dibatasi selama 10 menit saja.

“Kalau dihilangkan tak mungkin, tapi diganti kebijakan tak usah lama-lama. Semua sudah wudhu hadap barat sehingga tak berhadap-hadapan, lalu angin keluar masuk karena pintu dan jendela dibuka,” kata Kiai Marzuki.

Menurut dia, ini adalah cara aman untuk menghindari Covid-19, disamping juga penggunaan masker. “Lalu menghindari covid protapnya kaca pintu dan jendela masjid dibuka tanpa kipas dan AC angin luar itu lebih praktis,” bebernya.

KH Marzuki menjelaskan, selama salat Jumat dimulai dengan khutbah dan selesai hanya sekitar 10 menit. “Alhamdulillah dua tahun pondok tak pernah libur termasuk pas jumatan,” tuturnya.

Baca Juga  Penguatan Organisasi, NU Minta PC ISNU Tulungagung Jadi Pencerah

Selain menghindari covid-19, jumatan secara cepat ini juga bisa membuat karyawan atau pekerja memiliki waktu luang istirahat siang lebih lama. “Banyak karyawan pabrik ke sini mereka berharap sekali jumatan tak lama-lama. Setelahnya bisa ke warung makan lalu ngopi,” lanjutnya.

Selain itu, imbuh dia, banyak orang awam angkatan tahun 1965 jika diberi materi khutbah berat dan lama kurang begitu merasakan kenyamanan. “Tapi kalau shalat praktis tidak peduli mereka eks 65 pada mau ke masjid. Pertimbangan kemaslahatan,” pungkas pria yang juga mengajar di UIN Maliki Malang ini.



M. Bahrul Marzuki