Polemik sound horeg di Malang memasuki babak baru. Polres dan MUI Malang tidak melarang total, namun mengeluarkan ultimatum keras dengan batasan yang jelas. Ketahui aturan mainnya, dari volume suara hingga joget yang diharamkan, sebelum kena sanksi tegas!
INDONESIAONLINE – Gema musik yang menggelegar dari parade sound system atau yang populer disebut “sound horeg” tak akan lagi bebas tanpa aturan di Kabupaten Malang. Jika selama ini hanya sebatas imbauan, kini Polres Malang bersama Majelis Ulama Indonesia (MUI) setempat mengeluarkan ultimatum keras.
Pesannya jelas: sound horeg boleh jalan, asalkan tidak kebablasan dan melanggar “garis merah” yang telah ditetapkan.
Fenomena sound horeg yang tumbuh subur sebagai hiburan rakyat ini kerap menjadi pedang bermata dua. Di satu sisi, ia menjadi ajang kreativitas dan penggerak ekonomi kecil. Namun di sisi lain, tak jarang berujung pada kekacauan, mulai dari pesta miras, perkelahian, perusakan fasilitas, hingga joget seronok yang meresahkan masyarakat.
Menanggapi hal ini, Kapolres Malang AKBP Danang Setiyo P.S. menegaskan bahwa pihaknya tidak akan lagi mentolerir penyimpangan.
“Kami tidak melarang, kami mengajak masyarakat untuk bijak. Namun, ini penekanan. Jika ditemukan pelanggaran hukum maupun norma sosial, kami tidak akan segan menindak tegas,” ujar AKBP Danang.
Sikap tegas ini bukan tanpa alasan. Polres Malang mencatat sejumlah penyelenggaraan sound horeg telah menyimpang dari tujuan hiburan dan berubah menjadi pemicu gangguan keamanan dan ketertiban masyarakat (kamtibmas).
Fatwa MUI Jadi Kompas: Mana yang Halal, Mana yang Haram?
Dukungan untuk penertiban juga datang dari kalangan ulama. Ketua MUI Kabupaten Malang, KH. Fadhol Hija, menjelaskan bahwa tidak semua kegiatan sound system otomatis diharamkan. Menurutnya, Fatwa MUI Jawa Timur telah memberikan klasifikasi yang jelas.
“Intinya, jika sudah di atas normal sehingga mengganggu kesehatan, merugikan orang lain, ya seperti itu yang tidak boleh,” tegas Kiai Fadhol.
Ia merinci batasan-batasan yang membuat sebuah acara sound horeg menjadi haram dan dilarang:
Volume Suara Berlebihan: Jika suara yang dihasilkan sudah masuk kategori “horeg” yang memekakkan telinga, menggetarkan rumah warga, dan berpotensi merusak kesehatan (pendengaran), maka hukumnya haram karena merugikan.
Bertentangan dengan Syariat: Ini adalah poin krusial. “Biasanya kan ada jogetnya dengan pakaian yang melanggar aturan syariat, aurat terbuka, laki-laki campur perempuan tanpa batas, apalagi dibarengi minum (miras), yang semacam itu jelas haram,” bebernya.
Memicu Kemudaratan: Apabila acara tersebut lebih banyak menimbulkan dampak negatif seperti perkelahian, perusakan, dan keresahan umum daripada manfaatnya.
Sebaliknya, sound system untuk acara yang positif seperti pernikahan, pengajian, atau pagelaran seni budaya dengan volume wajar dan tidak melanggar norma, maka diperbolehkan.
Garis Merah Penyelenggaraan Sound Horeg di Malang
Dari ultimatum Polres dan fatwa MUI, dapat ditarik kesimpulan “aturan main” yang wajib dipatuhi penyelenggara sound horeg jika tidak ingin acaranya dibubarkan dan ditindak:
Volume Terkontrol: Suara tidak boleh melebihi ambang batas kewajaran dan mengganggu lingkungan sekitar.
Tanpa Miras & Narkoba: Acara harus steril dari pesta minuman keras dan penyalahgunaan obat-obatan terlarang.
Jaga Etika & Norma: Tidak ada joget erotis, pakaian seronok, dan perbuatan asusila lainnya.
Jaminan Keamanan: Penyelenggara wajib memastikan tidak ada potensi perkelahian atau pengerusakan fasilitas.
Manfaat Positif: Kegiatan harus memiliki nilai positif, baik dari sisi ekonomi maupun sosial, tanpa merugikan pihak lain.
“Polres Malang mengedepankan langkah preventif, tapi apabila terjadi pelanggaran, tentu akan kami tindak tegas sesuai hukum yang berlaku,” pungkas Kapolres Malang, memberikan sinyal bahwa era toleransi terhadap sound horeg yang “ugal-ugalan” telah berakhir (al/dnv).