JATIMTIMES – Ada temuan menarik dari sidang lanjutan praperadilan yang dilayangkan oleh Dedy Sucipto tersangka kasus dugaan korupsi rehab Pasar Balung melalui kuasa hukumnya melawan Kapolres Jember.
Dalam sidang lanjutan yang digelar pada Senin (7/2/2022) kemarin, pihak kuasa hukum tersangka menyatakan, bahwa dari bukti yang disodorkan dalam persidangan tersebut, pihaknya menemukan adanya kejanggalan. Di mana, pelapor dalam kasus dugaan korupsi pasar Balung adalah dari pihak kepolisian sendiri.
“Yang menarik dari sidang ini, termohon menyodorkan bukti berita acara laporan polisi Nomor LP/A/255/XI/2020/JATIM/RES JEMBER tertanggal 13 November 2020. Dari bukti itu disebutkan bahwa pelapor dugaan korupsi pasar Balung Kulon yang menurut BPKP ada kerugian negara sebesar Rp1,8 miliar itu ternyata pelapornya polisi di unit Tipikor sendiri. Dia bertindak sebagai pelapor, dia juga yang melakukan penyelidikan dan dia juga yang melakukan penyidikan,” ujar D Heru Nugroho selaku kuasa hukum dari pemohon.
Dalam sidang praperadilan dengan agenda mendengar keterangan saksi-saksi dan bukti-bukti, pihak pemohon selain menghadirkan saksi dan saksi ahli juga menyodorkan bukti surat sebanyak 30 surat. Antara lain berisi dokumen berita acara hasil pendampingan dari Kejaksaan Negeri Jember.
Menurut Heru, dari bukti dokumen itu menjadi bukti proyek pasar Balung Kulon sudah sesuai dengan kontrak dan tidak ada korupsi. “Proyek itu sejak awal didampingi Kejaksaaan Jember melalui tim TP4D dengan ketua Kasi Intelijen dan pengarah Kepala Kejaksaan Negeri Jember. Mengherankan justru polisi menganggap ada korupsi, saya tidak tahu apa kejaksaan nanti menerima pelimpahan tahap kedua apa tidak jika sudah P-21,” tambah Heru.
Hal senada juga disampaikan Husni Thamrin. Menurutnya, jika Kejaksaan Jember menerima pelimpahan tersangka dan kemudian melanjutkan ke pengadilan tipikor, dirinya mengibaratkan jeruk makan jeruk.
“Kalau kejaksaan menerima pelimpahan berkas kasus dugaan korupsi Pasar Balung, ini seperti jeruk makan jeruk. Karena kejaksaan mengadili produk pendampingannya sendiri,” ujarnya.
Ditambahkan Thamrin, proses pendamping TP4D itu ada berita acara atau SK-nya dan ini dibayar oleh negara. “Pendampingan TP4D itu tidak gratis. Kajari, Kasi Intel dan lainnya mendapat honor dari Dinas Perindustrian dan Perdagangan Jember dan sudah ada berita acara pendampingan sejak 0% sampai 100% dan tidak ada masalah,” jelas Thamrin.
Sementara Rofi Karimul Afan saksi yang dihadirkan pemohon dalam sidang yang juga pelaksana lapangan PT. Anugerah Mitra Kinasih yang mengerjakan proyek, dalam keterangannya mengatakan, bahwa dirinya beberapa kali diperiksa penyidik Polres Jember.
“Awalnya saya dipanggil lewat surat, namun setelah panggilan melalui WhatsApp,” ungkapnya.
Menurut saksi, dia diperiksa sejak penyelidikan dan penyidikan oleh orang yang sama. Ditambahkan saksi, dirinya juga mendampingi saat ada pemeriksaan dari orang yang mengaku tim ahli Universitas Jember.
“Namun mereka tidak menunjukkan surat tugas atau mengaku sebagai tim ahli. Saya tahunya kalau mereka adalah tim ahli diberi tahu polisi,” ungkapnya.
Selain itu juga ditemukan fakta, bahwa tim ahli Fakultas Teknik Universitas Jember dan tim dari BPKP melakukan pemeriksaan tidak sebelum ada permintaan resmi polres kepada Rektor Universitas Jember maupun Kepala BPKP Propinsi Jawa Timur.
“Mereka melakukan pemeriksaan layaknya penyidik di ruangan Polres Jember. Bukan dimintai keterangan sebagai ahli. Selain itu pihak Polres Jember mengirimkan surat permintaan menghadirkan ahli kepada rektor bulan Desember 2020, tapi faktanya tim ahli Unej memeriksa Juni 2020. Begitu pula BPKP, mereka memeriksa secara ilegal,” ujar Heru.
Sedangkan ahli pidana yang dihadirkan pemohon, Zulkarnain, tenaga pengajar dari Universitas Widyagama Malang berpendapat, penetapan tersangka itu dapat dilakukan bila ditemukan minimal dua alat bukti yang cukup dan sah.
“Dua alat bukti itu bukan hanya cukup, tetapi juga harus sah dilakukan oleh orang yang mempunyai kewenangan,” ungkapnya.
Ditambahkan Zulkarnain, arti sah itu juga sah dan benar cara mendapatkannya. “Kalau tidak benar caranya atau dilakukan oleh orang yang tidak berwenang, maka alat bukti itu cacat hukum dan bisa dibatalkan melalui praperadilan,” ujarnya.
Sedangkan pihak termohon dalam hal ini Polres Jember, melalui tim Kuasa hukumnya Lutfian Ubaidillah usai persidangan mengatakan, pihaknya tidak menghadirkan saksi maupun saksi ahli.
“Cukup bukti surat saja, tidak ada ahli ataupun saksi dan keterangan dari saksi ahli yang dihadirkan pemohon tadi juga sudah cukup membantu kami,” ujar Lutfian.
Moh. Ali Mahrus