Presiden Prabowo Subianto mendeklarasikan perang terhadap ‘serakahnomics’, praktik keserakahan pengusaha nakal yang merugikan petani dan rakyat. Dengan data HPP gabah terkini, artikel ini mengupas tuntas ancaman Prabowo untuk membasmi para ‘vampir ekonomi’ di sektor pangan.
INDONESIAONLINE – Sebuah istilah baru lahir dari podium kepresidenan, menandai genderang perang yang ditabuh keras. “Serakahnomics,” begitu Presiden Prabowo Subianto menjuluki praktik lancung para pengusaha yang disebutnya telah berubah menjadi “vampir ekonomi.”
Kemarahan yang tak tertahan orang nomor satu di Republik Indonesia ini meledak di hadapan ribuan anggota Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih di Klaten, Jawa Tengah, Senin (21/7/2025).
Ini bukan sekadar amarah sesaat. Ini adalah sinyal kebijakan tegas yang akan datang.
Saat meluncurkan program monumental 80.000 Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih di Desa Bentangan, Prabowo menyorot langsung borok yang selama ini menggerogoti rantai pasok pangan nasional. Sasarannya jelas: para pengusaha penggilingan padi yang sengaja menekan harga beli gabah petani di bawah standar pemerintah, hingga para pemain beras yang tega menipu konsumen dengan label kemasan palsu.
“Saya sudah beri warning sekian bulan, ‘tolonglah patuhi ketentuan, patuhi Undang-Undang’. Masa tega,” ujar Prabowo dengan nada tinggi.
“Ada yang cari keuntungan di atas penderitaan rakyat. Itu namanya adalah menghisap darah rakyat, itu adalah menurut saya parasit, vampir-vampir ekonomi,” tegasnya.
Akar Masalah: HPP yang Diabaikan
Kegeraman Prabowo memiliki dasar faktual yang kuat. Pemerintah, melalui Badan Pangan Nasional (Bapanas), telah menetapkan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) untuk gabah dan beras guna melindungi petani dari fluktuasi harga yang merugikan.
Berdasarkan Peraturan Bapanas No. 6 Tahun 2023, HPP untuk Gabah Kering Panen (GKP) di tingkat petani ditetapkan sebesar Rp5.000 per kilogram. Sementara itu, Gabah Kering Giling (GKG) di gudang Perum Bulog memiliki HPP Rp6.300 per kilogram.
Namun, data lapangan dari berbagai asosiasi petani, seperti Serikat Petani Indonesia (SPI), sering kali melaporkan realita pahit. Di banyak daerah sentra produksi, para tengkulak atau pengusaha penggilingan “nakal” kerap membeli gabah petani dengan harga jauh di bawah HPP, terutama saat panen raya ketika pasokan melimpah. Mereka berdalih kualitas gabah yang rendah atau kadar air tinggi, menekan petani pada posisi tawar yang lemah.
“Yang ingin saya sampaikan adalah pengusaha-pengusaha yang serakah. Kita perlu pengusaha. Saya pengusaha sebelum masuk politik. Tapi (praktik) ini sudah bukan pengusaha yang benar. Ini bukan bisnis, ini bukan entrepreneurship, ini keserakahan,” tegasnya.
‘Serakahnomics’: Mazhab Baru Para Penjarah
Prabowo secara eksplisit menolak mengkategorikan perilaku ini dalam mazhab ekonomi manapun, baik liberal, sosialis, maupun pasar bebas. Baginya, ini adalah anomali yang hanya bisa dijelaskan oleh satu kata: keserakahan.
“Ada yang mengatakan mazhab ekonomi liberal, neoliberal, klasik, pasar bebas, sosialis… Ini bukan, ini lain. Ini saya beri nama serakahnomics,” cetusnya, disambut riuh tepuk tangan hadirin.
“Ini ndak perlu kita kasih perlakuan yang baik,” tegasnya pula.
Istilah “serakahnomics” menjadi simbol perlawanan terhadap sistem yang tidak adil, di mana keuntungan segelintir orang dibangun di atas kerugian banyak pihak. Ini adalah sebuah deklarasi bahwa era toleransi terhadap praktik kartel dan mafia pangan akan segera berakhir.
Koperasi sebagai Senjata Perlawanan
Pernyataan keras Prabowo ini bukan tanpa solusi. Peluncuran 80.000 koperasi desa menjadi jawaban strategisnya. Dengan memperkuat kelembagaan ekonomi rakyat di tingkat akar rumput, pemerintah berharap dapat memotong rantai pasok yang selama ini dikuasai para “vampir ekonomi”.
Koperasi diharapkan dapat berperan sebagai agregator hasil panen petani, memberikan mereka kekuatan kolektif untuk bernegosiasi harga. Selain itu, koperasi dapat mengelola penggilingan dan distribusi sendiri, memastikan harga jual gabah sesuai HPP dan kualitas beras yang sampai ke konsumen terjamin.
Langkah ini sejalan dengan data Badan Pusat Statistik (BPS) yang menunjukkan bahwa Nilai Tukar Petani (NTP), indikator kesejahteraan petani, seringkali tertekan akibat biaya produksi yang tinggi dan harga jual yang rendah. Dengan intervensi melalui koperasi, margin keuntungan yang selama ini dinikmati para tengkulak bisa kembali ke kantong petani.
Ancaman Prabowo di Klaten hari ini lebih dari sekadar retorika. Itu adalah ultimatum bagi para pelaku “serakahnomics”: ubah cara Anda, atau bersiaplah untuk disingkirkan dari panggung ekonomi Indonesia. Perang melawan para vampir penghisap darah rakyat baru saja dimulai.