INDONESIAONLINE – Di tengah gempita cita-cita Indonesia menjadi pusat produk halal global, sebuah temuan menggemparkan muncul dan menjadi pukulan telak bagi kepercayaan konsumen serta citra industri.
Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) baru-baru ini mengumumkan hasil investigasi yang mengerikan: sembilan produk makanan, tujuh di antaranya telah mengantongi sertifikat halal resmi, ternyata terkontaminasi unsur babi (porcine).
Insiden ini bukan sekadar pelanggaran teknis, melainkan preseden buruk yang menggores keyakinan publik terhadap sistem jaminan halal di tanah air, terutama karena produk-produk yang tercemar ini telah melewati serangkaian audit, sidang fatwa, dan beredar luas tanpa kecurigaan.
Berdasarkan siaran pers bersama yang dikeluarkan BPJPH dan BPOM (No. 242/KB.HALAL/HM.1/04/2025 dan No. KS.01.01.2.06.24.05, 21 April 2025), temuan porcine ini mayoritas berasal dari produk marshmallow dan gelatin impor dari China. Daftar produk yang teridentifikasi mengandung unsur babi meliputi:
Corniche Fluffy Jelly Marshmallow (varian leci, jeruk, stroberi, anggur)
Corniche Marshmallow Rasa Apel Bentuk Teddy
ChompChomp Car Mallow (bentuk mobil)
ChompChomp Flower Mallow (bentuk bunga)
ChompChomp Mini Marshmallow (bentuk tabung)
Larbee TYL Marshmallow Isi Selai Vanila
AAA Marshmallow Rasa Jeruk
SWEETME Marshmallow Rasa Coklat
Hakiki Gelatin (bahan tambahan pangan).
Temuan ini sontak memicu pertanyaan besar yang menggantung di benak publik: Bagaimana mungkin produk-produk yang sudah melalui proses sertifikasi ketat, bahkan telah mendapat fatwa halal, bisa terkontaminasi dan beredar luas?
Moh. Taufiq Supervisor Mutu Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) UIN Maulana Malik Ibrahim Malang, mencoba mengurai benang kusut ini dengan analisis dua skenario.
Skenario pertama, menurut Taufiq, adalah jika proses audit awal benar-benar dilakukan dengan integritas. Ia menjelaskan, sertifikasi halal melibatkan pemeriksaan dokumen detail mulai dari bahan baku, bahan tambahan, bahan penolong, hingga alur produksi. Auditor bertugas memverifikasi bahwa tidak ada bahan haram atau kontaminasi selama proses yang dilaporkan produsen.
“Dalam skenario ini, auditor telah melaksanakan tugasnya dengan penuh integritas, menyampaikan hasil yang jujur dan sesuai dengan fakta yang ditemukan di lapangan saat audit,” papar Taufiq.
Artinya, lanjut Taufiq, saat diaudit kondisi di lapangan memang tidak menunjukkan adanya kontaminasi babi.
Skenario kedua, yang dinilai Taufiq paling mungkin terjadi jika skenario pertama benar, adalah adanya ketidakonsistenan atau pelanggaran yang dilakukan oleh pihak produsen setelah sertifikat diterbitkan. Jika saat audit semua bersih, namun produk di pasaran terkontaminasi, ini mengindikasikan produsen tidak menjaga komitmen terhadap Sistem Jaminan Produk Halal (SJPH) yang mereka tanda tangani.
“Temuan unsur babi ini jelas terkait dengan proses produksi yang berlangsung setelah sertifikasi. Ini mengindikasikan produsen mungkin mengganti bahan, baik tambahan maupun penolong, dengan yang mengandung unsur babi,” jelas Taufiq.
Ia menegaskan, produsen bertanggung jawab penuh atas kejadian ini dan wajib segera menarik seluruh produk yang terbukti mengandung babi dari pasaran untuk melindungi konsumen.
Kasus tercemarnya produk berlabel halal ini sontak menimbulkan keresahan mendalam di masyarakat. Konsumen menjadi bingung, cemas, dan merasa tidak aman saat memilih produk, bahkan yang sudah memiliki jaminan halal. Menghadapi krisis kepercayaan ini, Moh. Taufiq menekankan pentingnya langkah tegas dari BPJPH dan BPOM.
“BPJPH, sebagai penanggung jawab sertifikasi dan pengawasan, harus segera melakukan investigasi mendalam, bekerja sama dengan BPOM, untuk mengungkap secara tuntas dan transparan akar masalah ini,” ujarnya.
Ia menambahkan, pelaku usaha yang terbukti melakukan pelanggaran dalam proses produksi dan jaminan produk halal harus diberi sanksi tegas sesuai aturan yang berlaku. Sanksi serupa, menurut Taufiq, juga perlu diberikan kepada auditor halal jika terbukti lalai atau bahkan tidak jujur dalam melaporkan hasil pemeriksaan.
“Ini demi menjaga integritas proses sertifikasi halal yang sangat krusial bagi umat Islam dan ambisi kita menjadi pusat halal dunia,” pungkasnya (bn/dnv).