Puisi: Hal-Hal ‘Cekak’ di Kepala


*dd nana veno

-Sejenak saja, mari kita mengingat hal-hal pendek dalam kepala-

1/ Yang Paling Gigil
Yang paling gigil adalah rindu
yang menanti dan sendiri.

Menghitung rima waktu yang berdetak
dalam selimut dingin yang dihantarkan gerimis.

Lantas bermuara pada secangkir kopi yang dipenuhi kebaikan.
Dan diingkari oleh sebuah janji yang kerap punya kisahnya sendiri.

Menanti dan berusaha hidup dengan menyulam cahaya
Helai demi helai dari tubuh kunang-kunang yang tersesat
dan tak lagi memiliki hasrat.

Yang paling gigil adalah rindu yang tak mati-mati
Ah, betapa keparat dan keras kepalanya dia.

2/ Ciuman Paling Biru
Basah kuyup kita.
Tapi kau masih saja tertawa dengan bibir yang terlihat membiru.

Betapa sepinya bibirmu waktu itu.

Aku pun didera gigil yang panjang.
Hingga kujatuhkan cinta di sana.

Menderas dalam ciuman, melembabkan dingin ingatan.

Dan kita pun jatuh berulang-ulang di halaman kenangan, saat hujan begitu kelabu.
Dan kita tak bisa saling bertandang.

Tak ada lagi ciuman yang meramaikan ingatan
tentang rasa sepi dingin yang terus saja berjatuhan
Di bibir kita.

Baca Juga  Puisi Kilometer 0
Ilustrasi Pixnio (djovan)

3/ Yang Paling Menakjubkan
Adalah kita yang mampu saling menyelinap dan menghisap
Sampai akhirnya kau terlihat lelah dan berusaha lepas.

Walau jejak tak bisa dipungkiri, menetap dan akan menjadi kenangan
Seburuk apapun cuaca memperlakukannya.

Semoga kau masih mengirimkan doa untukku yang terus membandel
Belajar untuk menyelinap dan menghisap.

4/Selamat Tinggal Yang Tak Terucapkan
Setiap nyeri menyerbu mataku, kueratkan jemari ini
Segemetar apapun masih kupunguti setiap helai
rambutmu yang berjatuhan.

Mungkin, masih tersisa aroma yang membuatku tetap mencintaimu
Walau tak lagi ada kecupan dan ucapan selamat tinggal yang kau kirimkan.

Atau aku sampaikan.

5/ Kutinggalkan Kota-Kota
Ketika tak ada lagi jeda, cinta serupa mantra dari mulutku
Yang tak henti menujumu.

Yang sia-sia tapi tak mampu aku tolak.

Mungkin, sampai saat aku menemukan sebuah kota yang serupa
Dengan sepi. Atau saat aku mahir melupakan kesedihan
Yang kerap datang tanpa diundang.
Sepertimu.

Baca Juga  Vidi Arunika

6/ Aku Pesan Kopi Terpahit
Lalu aku mulai mencintaimu
Dengan seluruh ingatan yang dibasahi puisi

Yang lahir dari segala lekuk dan lenguhmu.

Sampai aku mulai memesan kopi terpahit di sebuah kedai
Yang terlihat meringkuk dengan gigil paling menyedihkan

Sepertiku yang sedang giat belajar untuk melupakan.

Lalu aku semakin mencintaimu dan terus berusaha melupakanmu
Dengan memesan secangkir kopi terpahit di kedai serupa sepiku.

Ilustrasi: Pixnio (djovan)

7/Aku Pesan Ciuman
Langit menjatuhkan hujan
Dan aku memesan sebuah ciuman kepada tuhan

Yang mengantarkan sebuah bibir paling menawan
Yang paham, selepas hujan bibir mencari jalan untuk saling menghangatkan.

-tapi tak ada yang abadi
Walau sang penyair menuliskan kitalah yang abadi dan waktu lah yang fana.
-maka jangan kau pesan sebuah ciuman kepada tuhan sebelum kau taklukan waktu dan menjadi abadi.
Percayalah, itu nyeri paling sunyi.
-akhirnya, pada puisi persuaan dan perpisahan dicatat. Sebelum akhirnya dimengerti dan menjadi ingatan-

*hanya Penikmat kopi lokal dan tukang wingko