Puisi: Hei Lukai Aku Lagi Dong !

Hei Lukai Aku Lagi Dong !

dd nana veno*

 

Kesedihan akan terasa panjang
tanpa nyeri yang disampirkan
seperti hari yang mati.

Seperti daun jendela
puisi yang sunyi.

Pada nyeri yang disunyikan subuh
aku suling energi untuk mencintai
demi segala yang masih jernih walau telah lama
mati.

Untuk solilokui
yang menggoreskan luka di mata sajak
yang sempat aku titipkan pada bangku
bangku sunyi di stasiun kereta api.

Kau menulis waktu tentang akhir kemarau
dan aku yang sibuk menerima banyak gerimis

tapi, padamu, aku masih menulis surat, bukan?

Sore menikam cahaya
melahirkan malam
demi lahirnya bintang-bintang.

Tapi di sini hanya ada gerimis
yang magis

yang menyisipkan ingatan
luka-luka yang berpinak.

Baca Juga  Puisi: Pertanyaan Seperempat Abad

“Tapi, itu yang kau cari, bukan?”.

Aku menatap langit yang dikaburkan
gerimis malam, mencari bintangku yang paling
terang.

“Dia sembunyi di cahaya. Tikamlah,”.

 

*Penikmat kopi pait dan tukang wingko