*dd nana veno
-Kita selalu mencipta titik
walau kisah tak selamanya tunduk
pada segala yang kita sebut runduk-
1/
Di luar, langit menghitam
serupa warna rambutmu saat kita bertemu
Atau selegam hitam matamu
yang gigil
saat bibir kita saling menyerukan rindu.
Cinta kita begitu keparat, sengalmu
Bahkan hujam hujan tak mampu
mendinginkan amuk bara rindu.
Getah dari raga kita menetes
warna hitam di seprei bermotif bunga padma
Mereka bilang itulah dosa.
Dan langit pun meneteskan air matanya
Tepat di angka sembilan desember
Meringik-ringik menyerupai tangisan paling luka
paling kuruksetra.
Cinta kita begitu keparat dan tentunya liat, ucapmu lirih
saat ragamu menindih sosokku yang kau sebut laut.
Hujan yang mendaras dan menderas
di desember, percayalah, tak akan menyeret rindu kita
Ke got-got mampet atau selokan-selokan yang dicipta untuk sekedar hiasan mata.
Aku menatap matamu
Yang masih legam dengan gigil yang masih juga sama
saat bibirku memoleskan racun dunia
di rengkah merah bibirmu yang akrab dengan doa.
Untuk menemukan nirwana, kita harus merobeknya terlebih dahulu
Dengan luka, dengan dosa, dengan air mata
Asal muasal hujan desember yang mendaras segala yang terbuka di ruang yang kita sebut dunia.
Di luar langit serupa adonan kue
yang dibuat oleh tangan-tangan buta warna.
Dan kita memilih warna malam
untuk langit desember.
2/
Lingkaran kecil, kurus dan kerap mata abai atas adanya
Tapi, entah apa yang membuatmu jatuh cinta
Sehingga begitu mesranya jemarimu terus mencipta
titik demi titik yang akhirnya menjadi laut
Di mataku.
Aku sebenarnya cemburu
Melihatmu lebih memilih titik daripada tegakku
yang dijadikan contoh segala yang bergerak dan menamakan dirinya khalifah.
Yang kuasa yang mampu berdiri tegak, ucapku di telingamu yang menyerupai gua berbentuk spiral
yang membuatku kerap membayangkan sebuah kehangatan di dalamnya saat aku bisa bersemayam.
Tapi, kau benar-benar jatuh
dan cinta menjelma titik demi titik
dari lentik jemarimu itu.
Aku sebenarnya cemburu
Sebelum akhirnya kau berbisik di suatu sore
Dengan langit yang begitu murung dan mengganti warnanya di luar sana.
Bahkan, hujan pun pada akhirnya mencipta titik
Agar yang kita sebut cinta bisa berbiak apa adanya
Dan kisah tak bisa melawan titik yang dicipta lebih purba dari segala yang kita dengar dan baca sampai kini.
Percayalah, segala yang tegak akan kembali
pada titik dan berawal dari titik.
Aku terlelap sebelum bisik kau tandai titik.
-Akan ada yang menggeliat, tak tunduk pada kisah dan segala tanda. Seperti hujan desember yang tak ingin kau tandai begitu saja-.
*Pecinta kopi pahit dan tukang wingko