*dd nana veno
1/
Raga menua dan cinta
selalu saja meremaja
sedang kita menuju tiada.
Pada ingatan juga nantinya kita wariskan
kisah-kisah ganjil
tentang ranum rindu yang disusui cinta
dalam sebuah percakapan di senja hari
puisi atau mungkin sebuah igauan
di malam hari.
2/
Tidak cukup hanya menuliskan kalimat
demi kalimat
untuk meladeni rindu yang keparat
yang menyalak dan tegak
pada puing air mata.
Percayalah, hanya bagi mereka yang paling tabah
memamah sunyi, rindu sementara bisa ditaklukkan.
Sebelum kembali meminta-minta lekuk dan relung
tubuh kekasihnya. Rahim dari segala suka cita
dan hening yang menenteramkan.
3/
Kita aduk peristiwa
pada secangkir kopi di sebuah beranda
sebelum percakapan dimulai, seperti biasanya.
Jangan mengingat, katamu
mari kita bercerita
tentang hal sederhana saja.
Jangan cinta, ucapmu lagi
raga kita semakin senja.
Langit berwarna tembaga
serupa aksara-aksara letih di sebuah buku tua
Hanya ruam kopi yang membuat kita masih terjaga
untuk bersetia
duduk di beranda
dan menatap senja yang entah keberapa
sebelum percakapan dimulai dan kau lirihkan lagi
jangan mengingat, jangan cinta, kita bercerita
hal sederhana saja.
Adzan magrib mengenyahkan senja
dan kita mengulang-ulang kisah yang sama.
*penikmat kopi lokal dan tukang wingko