Puncak Kemarau 2025 Diperkirakan Agustus, Ini Daerah Paling Awal Kering

Puncak Kemarau 2025 Diperkirakan Agustus, Ini Daerah Paling Awal Kering
Kondisi tanah pada musim kemarau. (foto: istock)

INDONESIAONLINE – BMKG (Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika) merilis prediksi terbaru soal musim kemarau 2025. Menurut laporan mingguan BMKG, puncak musim kemarau tahun ini diperkirakan akan terjadi pada Agustus 2025, meski durasinya disebut bakal lebih singkat dari biasanya.

Dari hasil analisis BMKG, sekitar 403 zona musim (ZOM) atau 57,7 persen wilayah Indonesia diprediksi akan memasuki musim kemarau. Salah satu wilayah yang diperkirakan paling awal mengalami kemarau adalah Nusa Tenggara, disusul kawasan lain secara bertahap.

“Musim kemarau tahun ini diprediksi datang bersamaan atau lebih lambat dari normalnya di sekitar 409 ZOM atau 59 persen wilayah,” tulis BMKG dalam laporan Prospek Cuaca Mingguan Periode 16–22 Mei 2025, dikutip Minggu (18/5/2025).

Meski musim kemarau bakal menjangkau sebagian besar wilayah Indonesia, BMKG menilai curah hujan selama periode ini masih berada dalam kategori normal. Artinya, tidak ada indikasi musim kemarau yang lebih basah atau lebih kering secara ekstrem.

BMKG mencatat, puncak musim kemarau diprediksi akan terjadi pada  Agustus. Namun, durasinya diperkirakan akan lebih pendek dari biasanya, yakni hanya akan berlangsung pada 298 ZOM atau sekitar 43 persen wilayah Indonesia.

Fenomena ini juga didukung kondisi iklim global yang saat ini cenderung stabil. Fenomena El Nino, Southern Oscillation (ENSO) dan Indian Ocean Dipole (IOD) yang biasanya memengaruhi cuaca ekstrem disebut sedang berada dalam fase netral.  Sehingga tidak memberikan dampak besar terhadap cuaca Indonesia hingga paruh kedua tahun ini.

Walau demikian, suhu permukaan laut di sekitar perairan Indonesia saat ini tercatat lebih hangat dari rata-rata. BMKG mewaspadai kondisi tersebut karena bisa berpengaruh terhadap pembentukan awan dan pola hujan lokal.

BMKG juga menyoroti bahwa sebagian besar wilayah Indonesia saat ini masih berada dalam masa peralihan atau pancaroba dari musim hujan ke kemarau. Fase ini ditandai dengan perubahan cuaca yang ekstrem dalam waktu singkat.

“Peningkatan intensitas radiasi matahari dari pagi sampai siang memperkuat proses konvektif di atmosfer bawah, sehingga memperbesar peluang terbentuknya awan hujan pada sore hingga malam hari,” jelas BMKG.

Akibatnya, hujan dengan karakteristik tidak merata, berdurasi singkat, dan intensitas sedang hingga lebat masih berpotensi terjadi di berbagai daerah. Bahkan bisa disertai kilat, petir, hingga angin kencang.

Kepala BMKG Dwikorita Karnawati sebelumnya menjelaskan bahwa awal musim kemarau 2025 sudah mulai terjadi sejak April, meski tidak secara serempak di seluruh Indonesia. Proses peralihan ini berlangsung bertahap di berbagai wilayah.

“Pada bulan April 2025, sebanyak 115 ZOM telah memasuki musim kemarau. Jumlah ini akan bertambah di bulan Mei dan Juni, mencakup wilayah Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Kalimantan, hingga Papua,” ujar Dwikorita dalam keterangan resminya.

Ia menambahkan, kemarau 2025 diperkirakan memiliki durasi lebih pendek dibanding tahun-tahun sebelumnya, meski beberapa wilayah seperti sebagian Sumatera dan Kalimantan justru akan mengalami kemarau yang lebih panjang.

Distribusi Sifat Musim Kemarau di 2025

BMKG juga memaparkan karakter musim kemarau yang akan dihadapi tahun ini. Berdasarkan pemodelan iklim hingga pertengahan April 2025, sekitar 60 persen wilayah Indonesia akan mengalami musim kemarau dengan sifat normal.

Sementara itu, 26 persen wilayah lainnya diperkirakan mengalami kemarau yang lebih basah dari normal, sedangkan 14 persen sisanya akan menghadapi musim kemarau yang lebih kering dari biasanya.

Wilayah yang diprediksi menghadapi puncak kekeringan pada Agustus antara lain Jawa bagian tengah hingga timur, Kalimantan, Sulawesi, Bali, Nusa Tenggara, dan sebagian wilayah Maluku.

Menyikapi prediksi tersebut, BMKG mengimbau masyarakat untuk tetap waspada terhadap potensi cuaca ekstrem selama masa pancaroba dan awal musim kemarau. BMKG juga mengingatkan agar pemerintah daerah bersiap mengantisipasi kekeringan, terutama di sektor pertanian dan ketersediaan air bersih.

Masyarakat juga diharapkan bisa mengatur aktivitas secara lebih bijak, termasuk dalam mengelola sumber daya air dan merencanakan musim tanam. (bn/hel)