Rahasia di Balik Layar Nightmares and Daydreams Joko Anwar

Nightmares and Daydreams karya Joko Anwar (ist)

INDONESIAONLINE – Joko Anwar kembali hadir dengan gebrakan terbarunya, Nightmares and Daydreams, sebuah serial original Netflix yang mengusung genre sci-fi supernatural. Serial ini menandai proyek besar pertamanya setelah sukses dengan deretan film horor hit beberapa tahun terakhir.

Bersama kru Come and See Pictures selaku studio produksi, Joko Anwar dan timnya berjibaku mewujudkan visi kreatif mereka untuk Nightmares and Daydreams. Salah satu aspek yang menjadi sorotan dalam serial ini adalah efek visualnya yang memukau.

Efek Praktis Mendominasi

Berbeda dengan ekspektasi banyak orang, Joko Anwar justru memilih untuk menggunakan efek praktis sebagai metode utama dalam Nightmares and Daydreams. Hal ini berarti, tim produksi membangun properti dan efek visual secara nyata di lokasi syuting, alih-alih mengandalkan CGI.

“Sebenarnya kalau membahas special effects itu kebanyakan kami praktis. Efeknya itu dibikin ketika syuting. Kayak misalnya otak dimakan, terus jari [terpotong],” ungkap Joko Anwar dalam acara Tastemaker Screening.

Pilihan ini menghasilkan efek visual yang lebih otentik dan realistis, seperti adegan otak dimakan dan jari terpotong yang digambarkan dengan detail mengerikan.

Kreativitas tim Nightmares and Daydreams tak berhenti di situ. Mereka tak segan untuk membangun set megah dan merekayasa lokasi demi mencapai realisme dalam setiap episode.

Salah satu contohnya adalah episode 6, Hypnotized, di mana kru mendirikan menara setinggi 30 meter untuk adegan Fachri Albar bergelantungan. Kegigihan ini tak hanya terlihat dalam pembangunan set, tapi juga dalam penciptaan suasana yang sesuai dengan cerita.

Dalam episode The Encounter, mereka menyulap sebuah wilayah di Jakarta Utara menjadi Kampung Nelayan yang autentik.

Tak tanggung-tanggung, 14 truk berisi kerang dari Muara Angke didatangkan untuk disebar di lokasi syuting, demi menciptakan kesan realistis.

Upaya keras tim Nightmares and Daydreams tak hanya menghasilkan visual yang memukau, tapi juga pengalaman syuting yang tak terlupakan.

Episode The Orphan, yang dibintangi Nirina Zubir dan Yoga Pratama sebagai pasangan suami istri di TPST Bantargebang, menjadi salah satu contohnya. Kru dan pemeran harus berhadapan dengan lingkungan yang kurang higienis dan bau sampah yang menyengat.

“Bahkan, Nirina dan Yoga Pratama syuting di Bantar Gerbang itu kan riil. Itu kalau misal lagi syuting dan break karena hujan, keluar semua itu belatung dan apa segala macam dan naik-naik ke badan mereka,” ungkap Joko Anwar.

Dedikasi dan kegigihan tim Nightmares and Daydreams dalam mewujudkan visi kreatif mereka patut diacungi jempol. Upaya mereka menghasilkan sebuah serial yang tak hanya menghibur, tapi juga penuh makna dan memanjakan mata.

Nightmares and Daydreams kini telah tersedia di Netflix sejak 14 Juni 2024. Serial ini mengantarkan para penonton pada petualangan seru menjelajahi kisah-kisah aneh dan misterius yang penuh kejutan.

https://youtu.be/YF6s3lIc17Q