Raja Properti Kamboja Chen Zhi Didakwa Otaki Jaringan Penipuan Kripto Rp 232 Triliun

Raja Properti Kamboja Chen Zhi Didakwa Otaki Jaringan Penipuan Kripto Rp 232 Triliun
Ilustrasi Chen Zhi, CEO Prince Holding Group yang didakwa otak dari penipuan berskala masif (ai/io)

CEO Prince Group, Chen Zhi, didakwa Departemen Kehakiman AS atas penipuan kripto global senilai miliaran dolar. Terlibat pencucian uang, perdagangan manusia, dan penyitaan aset Bitcoin terbesar dalam sejarah.

INDONESIAONLINE – Sebuah skandal keuangan global mengguncang Kamboja dan dunia. Departemen Kehakiman Amerika Serikat (AS) secara resmi mendakwa Chen Zhi, CEO Prince Holding Group, atas tuduhan mengoperasikan jaringan penipuan berskala masif dari Kamboja. Jaringan ini diduga telah menjerat ribuan korban di berbagai negara, mencuri miliaran dolar AS dalam bentuk mata uang kripto, dan mencuci hasil kejahatan melalui perusahaan serta aset mewah di berbagai belahan dunia.

Dalam perkembangan yang mengejutkan, Departemen Keuangan AS telah menyita aset Bitcoin senilai sekitar 14 miliar dollar AS atau setara Rp 232,5 triliun. Jumlah ini tercatat sebagai penyitaan kripto terbesar dalam sejarah, mengindikasikan skala kejahatan yang luar biasa.

“Dengan membongkar kerajaan kriminal yang dibangun di atas kerja paksa dan dan penipuan, kami menegaskan bahwa Amerika Serikat akan menggunakan seluruh kekuatannya untuk melindungi korban, memulihkan aset yang dicuri, dan mengadili pelaku,” ujar Jaksa Agung Pamela Bondi dan Wakil Jaksa Agung Todd Blanche dalam pernyataan bersama, seperti dikutip dari CBS News pada Rabu (22/10/2025).

Dari Pengembang Properti Menjadi Buronan Internasional

Lahir di Provinsi Fujian, China, Chen Zhi memulai karier bisnisnya dari usaha permainan daring kecil yang gagal sebelum pindah ke Kamboja sekitar tahun 2010. Kedatangannya bertepatan dengan ledakan sektor properti Kamboja, didorong oleh arus modal besar dari Tiongkok dan proyek infrastruktur ambisius di bawah inisiatif Sabuk dan Jalan Presiden Xi Jinping.

Fenomena ini mengubah lanskap Phnom Penh dan menyulap Sihanoukville menjadi pusat kasino serta hotel mewah.

Pada tahun 2014, Chen Zhi memperoleh kewarganegaraan Kamboja melalui investasi minimal 250.000 dollar AS (sekitar Rp 4,1 miliar). Setahun kemudian, ia mendirikan Prince Group yang awalnya berfokus pada properti, lalu berekspansi ke perbankan, penerbangan, dan pariwisata.

Prince Bank berdiri pada 2018, diikuti rencana pembangunan kota futuristik “Bay of Lights” di Sihanoukville senilai 16 miliar dollar AS (sekitar Rp 265,7 triliun). Pada 2020, Chen bahkan dianugerahi gelar kehormatan tertinggi di Kamboja, Neak Oknha, setelah menyumbang setengah juta dollar AS (sekitar Rp 8,3 miliar) kepada pemerintah.

Namun, di balik citra dermawan dan koneksi elite Kamboja—termasuk hubungan dengan keluarga mantan Perdana Menteri Hun Sen dan peran sebagai penasihat Menteri Dalam Negeri—muncul dugaan sumber kekayaannya berasal dari praktik kriminal lintas negara.

Kekayaan Mencurigakan dan Jaringan Kriminal Lintas Batas

Menurut penyelidikan AS dan Inggris, Chen Zhi diduga mengendalikan jaringan penipuan daring yang melibatkan perdagangan manusia, pemerasan, dan pencucian uang dalam skala besar. Setelah Kamboja melarang perjudian daring pada 2019, banyak kasino tutup, tetapi Prince Group justru terus berekspansi.

Laporan menunjukkan Chen membeli properti mewah di London dan New York, hingga lukisan Picasso, yang diduga digunakan untuk mencuci uang hasil kejahatan. Pemerintah AS dan Inggris telah menjatuhkan sanksi terhadap 128 perusahaan dan 17 individu yang dikaitkan dengan Prince Group.

Jaringan ini disebut menggunakan perusahaan cangkang dan dompet kripto untuk memindahkan dana hasil penipuan. Dokumen sanksi juga mengungkap keterlibatan kelompok Chen dalam kejahatan berat, mulai dari penipuan daring hingga eksploitasi anak di bawah umur dan penyiksaan terhadap pekerja paksa di kompleks penipuan di Kamboja.

Modus “Penyembelihan Babi” dan Perdagangan Manusia

Salah satu proyek besar Prince Group, Golden Fortune Science and Technology Park di dekat perbatasan Vietnam, disebut menjadi lokasi operasi jaringan penipuan dan perdagangan manusia. Modus kejahatan yang dijalankan Chen dikenal sebagai “penyembelihan babi” (pig butchering), yaitu penipuan investasi palsu yang menjebak korban melalui media sosial dan aplikasi pesan.

Korban diyakinkan menanamkan uang, namun dana mereka dicuri dan dicuci melalui perusahaan Chen untuk membiayai gaya hidup mewah para pelaku.

Jaksa juga mengungkap adanya dugaan ribuan orang yang dipaksa bekerja di kompleks-kompleks penipuan di Kamboja, digambarkan sebagai kamp kerja paksa dengan kekerasan dan penjagaan ketat.

Untuk menghindari penegakan hukum, Chen dan jajaran eksekutif Prince Group diduga menyuap pejabat publik serta memanfaatkan pengaruh politik. Setelah sanksi dijatuhkan, lembaga keuangan di Asia dan Eropa mulai menjauh dari Prince Group.

Bank Sentral Kamboja bahkan harus meyakinkan nasabah bahwa dana mereka aman, sementara Korea Selatan membekukan aset Prince senilai 64 juta dollar AS atau sekitar Rp 1 triliun.

Hingga kini, Chen Zhi masih buron dan disebut sebagai salah satu orang paling dicari di Asia. Pemerintah Kamboja belum memberikan tanggapan resmi atas tekanan internasional yang semakin besar. Kasus ini menjadi pengingat pahit tentang bagaimana kejahatan terorganisir dapat bersembunyi di balik bisnis legal dan meraup keuntungan fantastis dengan merugikan ribuan individu.