INDONESIAONLINE – Rapat Komisi I DPR RI yang membahas revisi Undang-Undang TNI pada hari Sabtu (15/3/2025) menjadi sorotan publik. Pasalnya, rapat tersebut digelar di sebuah hotel mewah di Jakarta dan dilaksanakan secara tertutup.
Fakta ini memunculkan pertanyaan, mengapa rapat tidak diselenggarakan di Gedung DPR RI yang merupakan fasilitas negara. Apalagi, pelaksanaan rapat secara tertutup dinilai tidak transparan. Hal ini juga dianggap tidak sejalan dengan semangat efisiensi anggaran yang sedang digalakkan.
Tokoh muda Nahdlatul Ulama (NU) asal Jawa Timur, Ubaidillah Amin Mochammad, turut mempertanyakan keputusan DPR tersebut. Ubaidillah, yang akrab disapa Gus Ubaid, menilai bahwa DPR tidak menunjukkan kepekaan terhadap kondisi masyarakat yang sedang menghadapi kesulitan ekonomi.
“Rapat wakil rakyat di hotel mewah sangat tidak pantas dan tidak peka pada kondisi rakyat yang sedang susah secara ekonomi,” ujar pengasuh Pondok Pesantren Annuriyyah, Kaliwining, Jember, Minggu (16/3/2025).
Gus Ubaid mengingatkan bahwa efisiensi anggaran tengah dilakukan, yang juga berdampak pada kehidupan masyarakat. Oleh karena itu, ia menyayangkan langkah DPR yang justru menggelar rapat di hotel mewah.
Pengurus PBNU ini memahami kekecewaan masyarakat sipil terhadap perilaku wakil rakyat. Ia juga menyoroti bahwa rapat tersebut terjadi di bulan Ramadan, yang menekankan pentingnya menahan hawa nafsu.
Gus Ubaid mengajak masyarakat untuk tetap tenang dan berdoa agar kesulitan segera berlalu. “Mari kita memohon kepada Allah, agar mengingatkan dengan caraNya mengingatkan para pemangku kebijakan agar bekerja dengan amanah,” ujar tokoh NU yang pernah mendapatkan penghargaan dari Forkom Jurnalis Nahdliyin (FJN) ini.
Sebelumnya, Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan (KMSRSK) juga telah menyuarakan protes. Mereka berdemonstrasi di hotel tempat rapat Panja RUU TNI berlangsung, menyuarakan kekhawatiran bahwa RUU TNI dapat mengancam supremasi sipil dan profesionalisme TNI.
“Pembahasan ini tidak sesuai karena diadakan tertutup,” ujar salah satu anggota koalisi, Andrie Yunus, yang juga merupakan Wakil Koordinator Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) saat menerobos masuk ke ruang rapat panja.
Ia memandang pembahasan tertutup tersebut tidak sesuai dengan komitmen terhadap transparansi dan partisipasi publik.
Protes dari berbagai elemen masyarakat ini juga menyorot terkait 16 lembaga yang bisa diduduki TNI aktif dari pembahasan RUU TNI di Fairmont Hotel, Jakarta, Sabtu (15/3/2025) kemarin, yakni
1. Politik dan Keamanan Negara 2. Sekretaris Militer Presiden 3. Pertahanan Negara 4. Intelijen Negara 5. Sandi Negara 6. Lembaga Ketahanan Nasional 7. Dewan Pertahanan Nasional 8. Search and Rescue (SAR) Nasional 9. Narkotika Nasional 10. Mahkamah Agung 11. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) 12. Kejaksaan Agung 13. Keamanan Laut 14. Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) 15. Kelautan dan Perikanan 16. Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) (bmb/dnv).