Rektor UIN Maliki Malang: Teladani Nabi Ibrahim, Maka Tak Ada Ketimpangan Berkepanjangan

INDONESIAONLINE – Prof Dr HM Zainuddin MA rektor Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim (UIN Maliki) Malang  menyampaikan tausyiah salat Idul Adha di Masjid Nuruttaqwa Jalan Dewandaru, Kota Malang, Kamis (29/8/2023).

Proz Zain- sapaan akrabnya- mengangkat tema terkait kepemimpinan Nabi Ibrahim AS yang terkenal dengan kisah pengorbanannya yang bersiap karena Allah SWT menyembelih putra kesayangannya yaitu Nabi Ismail.

Kisah Nabi Ibrahim dalam ibadah kurban, ucap Prof Zain, merupakan ibadah memerangi egoisme. Pasalnya, rasa sayang kepada anak yang diperintahkan untuk disembelih merupakan ujian sangat berat walaupun untuk seorang nabi.

Tapi, Nabi Ibrahim dan Ismail yang dengan ikhlas dan lapang dada menerima perintah tersebut untuk dikorbankan menjadi pelajaran berharga hingga saat ini. Karena keikhlasan itu mencerminkan profil pemimpin yang mampu memerangi sikap egoisme.

“Jika pemimpin mau mengambil hikmah dari peristiwa korban ini, maka tidak pernah terjadi ketimpangan yang berkepanjangan seperti yang terjadi selama ini,” ujar Prof Zain.

https://www.instagram.com/p/CuDbdx9OAwd/?utm_source=ig_web_button_share_sheet&igshid=MzRlODBiNWFlZA==

Umat Islam perlu belajar dari peristiwa korban seperti yang dialami oleh bapak teladan Nabi Ibrahim AS dan puteranya Ismail AS. Seorang figur pemimpin yang jauh dari sikap egois, dan bebas dari  godaan serta rayuan materi.

Baca Juga  Banjir Lahar Dingin Gunung Semeru, Jembatan Gladak Perak Putus

“Kekokohan iman beliau mampu mengatasi segala macam godaan dan cobaan dan berhasil melepaskan kepentingan pribadinya. Melepaskan sikap egois dan individualnya untuk tujuan yang lebih mulia. Inilah eksemplar pemimpin yang perlu kita teladani bersama,” terangnya.

Sikap kepemimpinan Nabi Ibrahim AS inilah yang seharusnya terus menjadi teladan para pemimpin saat ini. Karena dalam sikap itu pula terkandung intisari tauhid.

“Inilah tauhid yang diajarkan oleh Nabi Ibrahim as. dan para Rasul Allah. Tauhid adalah pembenaran dengan hati, pengakuan dengan lisan dan dibuktikan dengan tindakan atau amal,” terangnya.

Dalam QS Al-Hajj ayat 27-28, Allah berfirman:

“Dan berserulah kepada manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki, dan mengendarai unta yang kurus yang datang dari segenap penjuru yang jauh, supaya mereka menyaksikan berbagai manfaat bagi mereka dan supaya mereka menyebut nama Allah pada hari yang telah ditentukan atas rezeki yang Allah telah berikan kepada mereka berupa binatang ternak. Maka makanlah sebagian dari padanya dan (sebagian lagi) berikanlah untuk dimakan orang-orang yang sengsara lagi fakir”. 

Baca Juga  Kuliah Umum, Unikama Datangkan DJBC Jatim II, Para Dosen Dapat Materi Kepabeanan

Prof Zain juga menjelaskan, jika digali lebih dalam sesungguhnya ibadah korban itu lebih dari sekadar ibadah simbolik dengan menyembelih binatang ternak, tetapi ia sarat dengan nilai-nilai fundamental.

Umat Islam diperintahkan untuk memiliki kekokohan iman dalam setiap saat dan waktu, umat Islam diperintahkan untuk mentaati semua perintah Allah, meski tampak berat sekalipun. Umat Islam diperintahkan untuk meyakini sepenuhnya, bahwa apa yang datang dari Allah SWT adalah benar, tidak boleh diragukan.

Umat Islam tidak hanya diperintahkan berkorban dan kemudian dagingnya dibagi-bagikan kepada fakir-miskin, begitu setiap tahun dilakukan ramai-ramai, tetapi lebih dari itu, kita diperintahkan berkorban untuk melahirkan nilai-nilai takwa, nilai-nilai sosial-kemanusiaan, bukan  membuat orang lain jadi korban, atau terkorbankan, seperti yang terjadi selama ini. Itulah maka Allah menegaskan dalam firman-Nya (al-Haj: 37):

“Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya. Demikianlah Allah telah menundukkannya untuk kamu supaya kamu mengagungkan Allah terhadap hidayah-Nya kepada kamu. dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang berbuat baik” (as/dnv).