Sanksi Perundung Unud: DO atau D? Mendikti Angkat Bicara

Sanksi Perundung Unud: DO atau D? Mendikti Angkat Bicara
Timothy Anugerah Saputra, mahasiswa Unud, meninggal dunia pada Rabu, 15 Oktober 2025 dengan cara melomcat dari lantai 2 kampus (medsos fisip_unud)

Kasus perundungan di Unud pasca-kematian Timothy Anugerah Saputra memanas. Mendikti Brian Yuliarto dorong sanksi tegas, sementara FISIP usul nilai D. Akankah 6 pelaku di-DO?

INDONESIAONLINE – Kasus dugaan perundungan yang melibatkan enam mahasiswa Universitas Udayana (Unud) pasca-kematian tragis Timothy Anugerah Saputra kian memanas, memicu sorotan publik dan desakan sanksi tegas. Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Mendikti-saintek) Brian Yuliarto secara gamblang mendorong Unud untuk menindak pelaku sesuai aturan, menyusul usulan sanksi nilai D dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP).

Timothy Anugerah Saputra, mahasiswa Unud, meninggal dunia pada Rabu, 15 Oktober 2025. Kematiannya disusul oleh beredarnya rekaman video yang menampilkan enam rekan satu almamaternya melontarkan olok-olok dan perundungan, memantik kemarahan publik dan seruan agar keenam mahasiswa tersebut dikeluarkan dari status kemahasiswaan.

Mendikti: Kampus Bebas Bullying, Sanksi Tegas Menanti

Pada Minggu, 19 Oktober 2025, Mendikti Brian Yuliarto menegaskan komitmen pemerintah untuk menjadikan kampus sebagai ruang yang bebas dari tindakan perundungan.

“Pemerintah ingin agar kampus menjadi ruang yang bebas dari tindakan bullying atau perundungan. Aturan dan ketentuan pun sudah dibuat,” ujar Brian, Selasa, 21 Oktober 2025.

Brian mengungkapkan bahwa ia segera menghubungi Rektor Unud setelah mengetahui kasus ini untuk meminta penjelasan dan mendorong pembentukan tim investigasi. “Tentu nanti tim dari Universitas Udayana kami mendukung dan mendorong agar seluruh proses bisa dilakukan dengan baik ya, sesuai ketentuan yang ada,” tambahnya.

Langkah ini sejalan dengan upaya pemerintah dalam mengatasi fenomena kekerasan di lingkungan perguruan tinggi yang kian meresahkan. Data dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) menunjukkan bahwa kasus kekerasan di lingkungan pendidikan masih menjadi isu krusial.

Sepanjang Januari-September 2024, tercatat lebih dari 2.000 kasus kekerasan pada anak dan remaja, meskipun tidak spesifik perguruan tinggi, namun menunjukkan urgensi penanganan isu kekerasan di semua jenjang pendidikan.

Sanksi Nilai D: Solusi atau Kompromi?

Sebelumnya, pihak FISIP Unud merekomendasikan sanksi berupa nilai D (tidak lulus) pada semua mata kuliah semester berjalan bagi keenam mahasiswa yang terlibat.

“Dari fakultas kemarin telah merekomendasi prodi untuk memberikan nilai D (tidak lulus) pada semua mata kuliah semester berjalan, karena soft skill merupakan salah satu komponen penilaian dalam perkuliahan,” jelas Ketua Unit Komunikasi Publik Universitas Udayana, Dr. Dewi Pascarani, Jumat, 17 Oktober 2025.

Dewi menambahkan bahwa sanksi akhir akan diputuskan berdasarkan rekomendasi Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Perguruan Tinggi (Satgas PPK) setelah pendalaman kasus. Rapat koordinasi antara FISIP, Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM), Himpunan Mahasiswa Program Studi, dan mahasiswa yang terlibat telah dilaksanakan. Beberapa pelaku juga telah diberhentikan dari jabatan di organisasi kemahasiswaan kampus.

Permendikbudristek Nomor 55 Tahun 2024: Landasan Hukum Baru

Kasus perundungan ini menjadi ujian pertama bagi implementasi Permendikbudristek Nomor 55 Tahun 2024 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Perguruan Tinggi (PPKPT). Aturan ini secara jelas mengklasifikasikan perundungan sebagai salah satu bentuk kekerasan yang wajib ditindak.

Spirit dari Permendikbudristek ini adalah menciptakan kampus yang aman dan nyaman, bebas dari segala bentuk kekerasan, termasuk perundungan verbal dan psikologis.

Fenomena “Bayang Bunuh Diri Generasi Muda Bali” yang disorot Kompas.id menunjukkan betapa rentannya kesehatan mental remaja dan mahasiswa di tengah tekanan sosial dan akademik, termasuk potensi dampak dari perundungan. Kondisi ini semakin menguatkan urgensi penanganan kasus di Unud.

Identitas Pelaku dan Harapan Publik

Enam mahasiswa yang terlibat dan telah menyampaikan permohonan maaf melalui media sosial adalah:

  1. Leonardo Jonathan Handika Putra (Wakil Ketua BEM Fakultas Kelautan dan Perikanan Unud, angkatan 2022)

  2. Maria Victoria Viyata Mayos (Kepala Departemen Eksternal Himapol FISIP Unud, angkatan 2023)

  3. Muhammad Riyadh Alvitto Satriyaji Pratama (Kepala Departemen Kajian, Aksi, Strategis, dan Pendidikan Himapol FISIP Unud)

  4. Anak Agung Ngurah Nanda Budiadnyana (Wakil Kepala Departemen Minat dan Bakat Himapol FISIP Unud Kabinet Cakra, angkatan 2025)

  5. Vito Simanungkalit (Wakil Kepala Departemen Eksternal Himapol FISIP Unud Kabinet Cakra, angkatan 2025)

  6. Putu Ryan Abel Perdana Tirta (Ketua Komisi II Dewan Perwakilan Mahasiswa FISIP Udayana, angkatan 2023)

Publik kini menanti keputusan final dari Satgas PPK Unud. Apakah sanksi nilai D yang diusulkan FISIP akan cukup, ataukah desakan untuk drop out demi efek jera akan menjadi pilihan yang diambil, sesuai dengan semangat Permendikbudristek Nomor 55 Tahun 2024 dan harapan Mendikti untuk menciptakan lingkungan kampus yang bebas dari perundungan. Kasus ini akan menjadi preseden penting bagi penegakan aturan anti-kekerasan di perguruan tinggi Indonesia.