INDONESIAONLINE – Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Dadan Hindayana mengatakan serangga seperti belalang bisa menjadi salah satu menu dalam program Makan Bergizi Gratis (MBG).
Menurut Dadan, menu MBG bisa disesuaikan dengan potensi dan kebiasaan pangan lokal di masing-masing wilayah, termasuk belalang di sejumlah wilayah.
Lantas, bagaimana hukum mengonsumsi serangga dalam Islam? Islam mengajarkan, makanan yang dikonsumsi harus memenuhi syarat halal dan thayyib (baik).
Namun, ada sebagian masyarakat Indonesia yang memiliki tradisi mengonsumsi serangga sebagai makanan sehari-hari, seperti belalang goreng di Gunung Kidul atau ulat jati (enthung) di beberapa daerah lain.
Belalang termasuk salah satu serangga yang diberi pengecualian dalam Islam dan dinyatakan halal untuk dikonsumsi. Hal ini berdasarkan hadis Rasulullah SAW:
“Dihalalkan bagi kalian dua bangkai dan dua darah. Dua bangkai tersebut adalah bangkai belalang dan ikan, sedangkan dua darah adalah hati dan limpa.” (HR. Baihaqi)
Bahkan, dalam beberapa riwayat disebutkan bahwa Rasulullah SAW dan para sahabat pernah bertahan hidup selama tujuh kali peperangan hanya dengan mengonsumsi belalang. Hal ini semakin memperkuat status kehalalan serangga ini.
Dari sisi fikih, para ulama sepakat bahwa belalang halal dikonsumsi, baik dalam keadaan hidup maupun mati (bangkai). Imam Syafi’i dalam kitab Hayat al-Hayawan al-Kubra juga menyebutkan bahwa umat Muslim telah bersepakat atas kehalalan belalang.
Berbeda dengan belalang, beberapa jenis serangga lain justru dikategorikan sebagai makanan yang haram. Serangga-serangga ini dikategorikan sebagai hasyarat (hewan kecil yang menjijikkan) yang tidak layak dikonsumsi oleh manusia. Berikut beberapa di antaranya:
1. Kepompong, Ulat, dan Enthung
Kepompong atau yang dalam bahasa Arab disebut Asari’ tergolong dalam hewan hasyarat, yang berarti hewan kecil melata yang dianggap menjijikkan. Oleh karena itu, para ulama mengharamkan konsumsi kepompong, sebagaimana dijelaskan dalam kitab Hayat al-Hayawan al-Kubra:
“Al-Asari’ (kepompong) merupakan nama bagi jenis ulat merah yang berada di tumbuhan dan bermetamorfosis menjadi kupu-kupu. Haram mengonsumsi hewan ini karena termasuk golongan hasyarat.” (Juz I, hal. 42)
2. Jangkrik
Jangkrik sering dijadikan camilan oleh sebagian masyarakat. Namun, dalam Islam, hewan ini termasuk dalam kategori serangga yang haram untuk dikonsumsi. Dalam kitab Nihayah al-Muhtaj, disebutkan bahwa tidak sah menjual hewan-hewan kecil yang melata di tanah seperti tikus, kumbang, ular, kalajengking, dan lebah.
Lebih lanjut, kitab Hayat al-Hayawan al-Kubra juga menegaskan bahwa jangkrik merupakan hewan yang menyerupai belalang tetapi memiliki karakteristik berbeda, dan dianggap menjijikkan oleh masyarakat Arab. Oleh karena itu, statusnya haram.
3. Lebah dan Laron
Lebah dewasa termasuk dalam kategori hewan yang tidak boleh dibunuh, sebagaimana sabda Rasulullah SAW:
“Rasulullah SAW melarang membunuh empat jenis hewan: semut, lebah, burung hudhud, dan burung shurad.” (HR. Ahmad)
Meskipun demikian, ada pendapat bahwa enthung lebah atau larva lebah yang masih berbentuk ulat dapat dikonsumsi jika sudah bercampur dengan madu dan sulit dipisahkan. Dalam kitab Sullamunnajat, Syekh Nawawi al-Bantani menjelaskan bahwa pada bentuk awalnya, ulat lebah halal dimakan, tetapi saat sudah menjadi lebah dewasa, hukumnya menjadi haram.
Sementara itu, laron, yang merupakan bagian dari keluarga rayap, juga dianggap tidak layak dikonsumsi karena termasuk hewan kecil yang menjijikkan menurut pandangan masyarakat Arab.
Dalam Islam, hukum makanan harus berpedoman pada dalil-dalil yang kuat. Belalang merupakan satu-satunya serangga yang jelas kehalalannya, sebagaimana disebutkan dalam hadits dan disepakati oleh para ulama. Namun, serangga lain seperti kepompong, ulat, jangkrik, lebah dewasa, dan laron dikategorikan sebagai hasyarat yang haram dikonsumsi karena dianggap menjijikkan.
Sebagai umat Muslim, penting untuk memastikan makanan yang dikonsumsi benar-benar halal dan thayyib, sebagaimana firman Allah SWT dalam Al-Quran:
“Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezeki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar kepada-Nya kamu menyembah.” (QS. Al-Baqarah: 172)
Maka dari itu, sebelum mengonsumsi sesuatu, ada baiknya kita memahami terlebih dahulu hukumnya agar terhindar dari makanan yang haram. (as/hel)