Seruan Aksi Bubarkan DPR 25 Agustus: Demo Tanpa Tuan di Tengah Amarah Publik

Seruan Aksi Bubarkan DPR 25 Agustus: Demo Tanpa Tuan di Tengah Amarah Publik
Flayer demo 25 Agustus 2025 di gedung DPR RI yang lagi viral di media sosial (Ist)

Seruan demo ‘Bubarkan DPR’ pada 25 Agustus 2025 viral di media sosial, dipicu kemarahan publik atas tunjangan dewan. Namun, siapa penggeraknya? Sebuah misteri di tengah gejolak politik saat organisasi besar justru menepi.

INDONESIAONLINE – Sebuah gelombang seruan aksi massa bergulir kencang di jagat maya, menargetkan Senin, 25 Agustus 2025 sebagai hari perhitungan. Tuntutannya tunggal dan radikal: mendesak Presiden Prabowo Subianto mengeluarkan dekrit untuk membubarkan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Namun, di balik gegap gempita tagar dan ajakan yang viral, tersimpan sebuah misteri besar: siapa penggeraknya?

Seruan aksi yang berpusat di depan Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta ini menjelma menjadi bola salju digital. Akun-akun di platform X (dahulu Twitter) ramai menyebarkan poster digital hingga instruksi teknis, seolah-olah sebuah gerakan besar yang terorganisir rapi siap turun ke jalan.

“Sentimen publik terhadap DPR memuncak, netizen Seruan Demo Bubarkan DPR!!! Gelombang seruan untuk membubarkan DPR RI yang ramai di media sosial menjelang 25 Agustus 2025 bukanlah tanpa sebab,” cuit akun @Heraloebss, menangkap esensi kemarahan yang meluas.

Bahkan, narasi aksi sudah sampai pada level teknis menghadapi potensi kericuhan. Akun @NenkMonica, misalnya, membagikan tips perlindungan diri.

“Untuk proteksi diri dan aman pakai polybag/plastik sebagai penutup kepala untuk pelindung saat tembakan gas air mata diarahkan kepada kita,” tulisnya, mengindikasikan antisipasi bentrokan dengan aparat.

Namun, gaung di dunia maya ini terasa hampa di dunia nyata. Hingga kini, tak ada satu pun “tuan” dari aksi ini. Aliansi mahasiswa ternama, organisasi masyarakat sipil (CSO), hingga serikat buruh yang biasanya menjadi motor penggerak demonstrasi, justru bungkam atau bahkan menyatakan tidak terlibat.

Ruang Kosong Penggerak Aksi

Kejanggalan terbesar dari seruan aksi ini adalah absennya inisiator resmi. Kelompok-kelompok yang memiliki basis massa riil justru menepi dari tanggal 25 Agustus.

Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI), salah satu kekuatan utama dalam aksi-aksi kritis terhadap pemerintah, telah memastikan tidak akan turun ke jalan pada tanggal tersebut. Mereka diketahui telah menggelar aksi pada 21 Agustus sebelumnya.

Sementara itu, serikat buruh memang memiliki agenda demonstrasi pada akhir bulan, tepatnya pada 28 Agustus 2025. Namun, agenda dan tuntutan mereka sama sekali berbeda. Fokus kaum buruh adalah mendesak kenaikan upah minimum sebesar 8,5-10,5% dan penghapusan sistem kerja alih daya (outsourcing).

Ketiadaan “nakhoda” ini memunculkan pertanyaan kritis: apakah ini murni gerakan organik yang lahir dari kemarahan publik di media sosial, atau ada pihak tak terlihat yang sengaja mengembuskannya?

Api dalam Sekam: Tunjangan Perumahan DPR Jadi Pemicu

Pemicu utama amarah publik yang menjadi bahan bakar seruan demo ini adalah polemik kenaikan tunjangan perumahan bagi anggota dewan. Angka fantastis sebesar Rp50 juta per bulan untuk setiap anggota dianggap melukai rasa keadilan masyarakat di tengah tantangan ekonomi.

Menanggapi sorotan tajam ini, Ketua DPR RI, Puan Maharani, telah memberikan klarifikasi. Menurutnya, tidak ada kenaikan gaji pokok. Angka tersebut merupakan kompensasi atas pengembalian rumah jabatan anggota dewan kepada negara.

“Nggak ada kenaikan (gaji), hanya sekarang DPR sudah tidak mendapatkan rumah jabatan, namun diganti dengan kompensasi uang rumah. Itu saja karena rumahnya sudah dikembalikan ke pemerintah,” jelas Puan seperti dikutip Antara, Minggu (24/8/2025).

Meski demikian, penjelasan tersebut tampaknya belum cukup meredam amarah publik. Bagi sebagian besar masyarakat, narasi yang tertangkap adalah para wakil rakyat kembali menikmati fasilitas mewah di saat kondisi rakyat masih sulit.

Kini, bola panas berada di persimpangan. Apakah seruan tanpa tuan ini akan menguap begitu saja, atau justru kemarahan kolektif di media sosial akan mampu memobilisasi massa secara organik pada 25 Agustus nanti? Jakarta akan menjadi saksi bisu dari akhir misteri ini (bn/dnv).