INDONESIAONLINE – Kasus dugaan korupsi senilai ratusan miliar Rupiah yang mencuat di Bank Pembangunan Daerah Jawa Timur (Bank Jatim) Cabang Jakarta, memicu reaksi dari kalangan organisasi kepemudaan.
Pimpinan Cabang Gerakan Pemuda (GP) Ansor Kencong, Jember secara tegas mengimbau seluruh bupati dan wali kota di Jawa Timur untuk meninjau kembali kebijakan mereka dalam menempatkan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) di bank milik pemerintah daerah tersebut.
Menurut Ketua GP Ansor Kencong, Agus Nur Yasin, langkah evaluasi ini sangat mendesak mengingat APBD merupakan dana publik yang keamanannya harus menjadi prioritas utama pemerintah daerah. Ia mengingatkan agar dana tersebut tidak ditempatkan di lembaga perbankan yang sedang menghadapi persoalan hukum serius atau dinilai memiliki sistem pengawasan internal yang lemah.
“APBD adalah uang rakyat yang harus diamankan. Jangan sampai disimpan di bank yang sedang bermasalah secara hukum atau memiliki sistem pengawasan yang lemah,” ujar Agus, Senin (5/5/2025).
Desakan ini muncul setelah Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta mengumumkan penetapan tiga tersangka dalam kasus dugaan kredit fiktif di Bank Jatim Cabang Jakarta. Kerugian negara dalam kasus ini diperkirakan sangat besar, mencapai Rp 569 miliar.
Para tersangka yang telah diidentifikasi dan ditahan meliputi Kepala Cabang Bank Jatim Jakarta, Benny, serta dua individu dari sektor swasta, Bun Sentoso dan Agus Dianto Mulia. Belakangan, tersangka keempat, Fitri Kristiani, juga ditetapkan per 4 Maret 2025.
Kasus ini, menurut Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati DKI Jakarta, Syahron Hasibuan, terjadi dalam rentang waktu 2023 hingga 2024. Modusnya melibatkan pemberian fasilitas kredit piutang dan kredit kontraktor yang diduga fiktif kepada PT Inti Daya Group dan perusahaan terkait lainnya.
Penyelidikan Kejati DKI Jakarta menduga kredit dicairkan dengan menggunakan agunan berupa dokumen kerja sama fiktif dengan Badan Usaha Milik Negara (BUMN), padahal tidak ada hubungan kerja sama yang sah. Dana kemudian diduga dialirkan melalui perusahaan nominee, menggunakan dokumen yang telah direkayasa secara sistematis.
Tim Ahli Bupati Jember, Dima Akhyar, turut menyuarakan keprihatinan atas skandal ini dan mendukung seruan untuk mengevaluasi penempatan dana APBD. Dima menegaskan bahwa tidak ada kewajiban hukum yang mengharuskan pemerintah daerah untuk menyimpan dana APBD di Bank Jatim.
“Langkah-langkah terukur perlu segera diambil karena ini menyangkut aset pemerintah daerah. Jangan sampai masyarakat menjadi korban akibat kelalaian atau kesalahan dalam menempatkan kepercayaan,” katanya, menyoroti risiko potensial jika dana publik disimpan di bank yang bermasalah.
Modus operandi dalam kasus ini disebut sangat terstruktur, di mana perusahaan-perusahaan debitur diduga tidak memiliki kapasitas finansial maupun proyek nyata yang seharusnya dibiayai oleh kredit tersebut. Namun, dengan bantuan para tersangka, termasuk kepala cabang yang diduga memfasilitasi, pencairan dana fiktif senilai total Rp 569,4 miliar berhasil dilakukan.
Setelah penetapan status tersangka, Kejati DKI Jakarta telah melakukan penahanan terhadap Benny, Bun Sentoso, dan Agus Dianto Mulia di lokasi rutan yang berbeda. Penyidik juga telah melakukan penggeledahan di beberapa lokasi, termasuk rumah Bun Sentoso dan kantor PT Inti Daya Group, di mana sejumlah dokumen terkait praktik manipulasi kredit ditemukan.
Kasus ini tidak hanya mengungkap praktik korupsi yang merugikan negara, tetapi juga menimbulkan pertanyaan kritis mengenai tata kelola dan pengawasan di Bank Jatim, serta implikasinya terhadap keamanan dana APBD yang dipercayakan oleh pemerintah daerah se-Jawa Timur. Desakan dari GP Ansor dan keprihatinan dari Tim Ahli Bupati Jember menggarisbawahi perlunya transparansi dan kehati-hatian dalam pengelolaan keuangan daerah demi menjaga kepercayaan publik (mam/dnv).