INDONESIAONLINE – Dugaan kasus pemerkosaan yang dilakukan Priguna Anugerah Pratama (PAP) terus menjadi sorotan publik. Dokter peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesi Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran (Unpad) itu ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan pemerkosaan terhadap pendamping pasien di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung.
Kasus ini mencuat viral di media sosial setelah diunggah oleh akun Instagram @ppdsgramm. Dalam unggahannya, aksi bejat tersebut diduga dilakukan di ruang perawatan gedung MCHC RSHS pada 18 Maret 2025, saat korban dalam kondisi tidak sadar setelah diberi suntikan obat bius melalui infus.
Profil Priguna Anugerah Pratama
Priguna diketahui merupakan dokter muda berusia 30 tahun. Ia lahir di Pontianak Selatan, Kalimantan Barat, pada 14 Juli 1994. Sebelum menempuh pendidikan spesialis anestesi di Unpad, ia menyelesaikan studi kedokteran umum di Universitas Kristen Maranatha, Bandung.
Latar belakangnya yang berasal dari keluarga berada menambah sorotan publik. Apalagi, sang istri juga disebut berprofesi sebagai dokter. Identitas pelaku kini telah tersebar luas di media sosial, termasuk di platform X (dulu Twitter).

Foto pernikahan Priguna Anugerah Pratama yang beredar di media sosial. (Foto: X)
Kronologi Dugaan Pemerkosaan
Korban dalam kasus ini adalah seorang perempuan berusia 21 tahun yang saat itu tengah menjaga ayahnya yang sedang dirawat intensif di RSHS. Sekitar pukul 01.00 WIB, pelaku mengarahkan korban untuk berganti pakaian dengan baju operasi dan melepaskan seluruh pakaian. Setelah itu, korban disuntik sebanyak 15 kali hingga akhirnya tak sadarkan diri.
Kabid Humas Polda Jawa Barat Kombes Pol Hendra Rochmawan mengatakan, peristiwa terjadi di ruang 711 Gedung MCHC. Diduga, pelaku menyalahgunakan posisinya sebagai dokter PPDS untuk melakukan kejahatan seksual terhadap korban.
“Korban baru sadar sekitar pukul 04.00 WIB dan merasakan nyeri hebat saat buang air kecil. Dari situ, korban mulai menyadari telah menjadi korban pemerkosaan dan segera melaporkannya ke polisi,” kata Hendra.
Penyidik telah memeriksa sedikitnya 11 orang saksi, termasuk pihak keluarga korban, tenaga medis, dan pegawai rumah sakit. Dari hasil penyelidikan, Priguna ditetapkan sebagai tersangka tunggal.
Polisi juga menemukan barang bukti berupa alat kontrasepsi dan sisa sperma di tubuh korban. Barang bukti tersebut akan diuji melalui tes DNA untuk memastikan kecocokannya dengan profil genetik pelaku.
Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Jabar Kombes Pol Surawan mengungkapkan, tersangka bahkan sempat mencoba mengakhiri hidupnya saat hendak ditangkap di sebuah apartemen di Bandung pada 23 Maret 2025.
“Ada dugaan kuat bahwa pelaku memiliki kelainan perilaku seksual. Saat ini, kami sedang mendalami melalui pemeriksaan psikologi forensik untuk menguatkan temuan tersebut secara ilmiah,” ujar Surawan.
Atas perbuatannya, Priguna dijerat dengan Pasal 6 huruf c Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual dengan ancaman hukuman maksimal 12 tahun penjara.
Dikeluarkan dari Unpad
Pihak Universitas Padjadjaran tak tinggal diam. Melalui pernyataan resmi, Unpad menyatakan telah mencabut status mahasiswa PPDS Priguna Anugerah Pratama sebagai bentuk ketegasan atas dugaan pelanggaran hukum dan etika.
“Unpad sangat prihatin dan menyesalkan kasus ini. Kami menjunjung tinggi nilai-nilai hukum dan moral. Karena itu, kami menjatuhkan sanksi akademik berupa pemutusan studi kepada yang bersangkutan,” kata Rektor Unpad Prof Arief S. Kartasasmita, dalam keterangan tertulis.
Arief menegaskan, meskipun proses hukum masih berjalan, pihak universitas memiliki dasar kuat berdasarkan aturan internal untuk mengambil tindakan tegas terhadap mahasiswa yang terlibat tindak pidana.
“Yang bersangkutan sudah tidak lagi terdaftar sebagai mahasiswa Unpad dan tidak diperkenankan melakukan aktivitas akademik di lingkungan kampus maupun di RSHS,” tegasnya.
Unpad juga menyampaikan empati kepada korban dan keluarganya. Selain itu, pihak kampus memastikan telah berkoordinasi dengan RSHS dan kepolisian untuk memastikan proses hukum berjalan transparan dan adil.
Sebagai langkah pencegahan, Unpad akan memperketat pengawasan di seluruh program pendidikan, baik spesialis maupun non-spesialis.
“Ini bukan hanya soal akademik, tapi juga menyangkut sistem pengawasan dan pembinaan, khususnya di rumah sakit pendidikan. Kami juga telah menjalin komunikasi dengan dekan FK Unpad, direktur utama RSHS, dan Kementerian Kesehatan agar kasus ini ditangani secara menyeluruh,” pungkas Prof Arief. (bn/hel)