Beranda

Suara Rakyat Blitar: Menggugat Keadilan Agraria di Hari Tani

Suara Rakyat Blitar: Menggugat Keadilan Agraria di Hari Tani
Ratusan mahasiswa dan petani Blitar peringati Hari Tani Nasional 2025 dengan aksi damai, mendesak reforma agraria sejati, pencabutan UU Cipta Kerja, dan penyelesaian konflik tanah lokal (jtn/io)

Ratusan mahasiswa dan petani Blitar peringati Hari Tani Nasional 2025 dengan aksi damai, mendesak reforma agraria sejati, pencabutan UU Cipta Kerja, dan penyelesaian konflik tanah lokal.

INDONESIAONLINE – Di tengah hiruk pikuk perayaan Hari Tani Nasional, Rabu 24 September 2025, ratusan mahasiswa dan petani di Blitar mengirimkan pesan tegas: keadilan agraria tidak bisa lagi ditunda. Berangkat dari Simpang Empat Kanigoro, gelombang massa bergerak damai menuju Kantor Bupati Blitar, membawa serta sembilan tuntutan krusial yang menyuarakan kerinduan akan reforma agraria sejati.

Aksi yang diprakarsai oleh aliansi mahasiswa dan petani ini bukan sekadar rutinitas peringatan tahunan. Koordinator aksi, Vita Nerizza Permai, menegaskan, “Ada fokus nasional, ada isu lokal. Nasionalnya, kami menuntut penghapusan UU Cipta Kerja dan penyelesaian konflik agraria. Isu lokalnya, menyangkut sengketa tanah di sejumlah wilayah Kabupaten Blitar yang belum terselesaikan.” Pernyataannya disambut semangat oleh para demonstran, menggarisbawahi urgensi tuntutan mereka.

Jalan Panjang Reforma Agraria yang Terganjal

Sembilan tuntutan yang dibentangkan meliputi pencabutan Undang-Undang Cipta Kerja – regulasi yang terus menuai kritik karena dianggap merugikan petani dan buruh – hingga percepatan pengesahan Rancangan Undang-Undang Reforma Agraria. Para demonstran juga mendesak konsistensi penerapan Undang-Undang Pokok Agraria 1960, landasan hukum yang dinilai fundamental namun kerap terabaikan.

Di tingkat lokal, Kabupaten Blitar menjadi potret nyata kompleksitas masalah agraria. Beberapa desa, seperti Gadungan dan Sumberbawang (Gandusari) serta Sidodadi (Doko), telah masuk dalam daftar prioritas reforma agraria versi Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) sejak lama. Namun, penyelesaiannya jalan di tempat.

KPA, dalam catatan terakhirnya (data tahun 2023 menunjukkan tren peningkatan konflik agraria), mencatat ribuan kasus sengketa tanah yang belum terselesaikan di seluruh Indonesia, menegaskan bahwa Blitar hanyalah salah satu cerminan masalah nasional.

Massa juga menyoroti transparansi redistribusi tanah di bekas perkebunan Karangnongko, Desa Modangan, serta mendesak pemerintah daerah segera menuntaskan penerbitan surat keputusan bagi masyarakat yang telah diusulkan dalam program reforma.

“Kami ingin pemerintah hadir di tengah rakyat, bukan justru berpihak pada kepentingan kapitalisme,” tegas Vita, menyuarakan aspirasi yang telah lama mengakar.

Dialog Damai di Tengah Gelombang Protes

Meski melibatkan ratusan peserta, aksi berlangsung tertib dan damai. Pengamanan ketat dari Polres Blitar dengan 212 personel, didukung Brimob Malang, Dinas Perhubungan, dan Satpol PP, memastikan kelancaran demonstrasi. Arus lalu lintas sempat tersendat namun segera normal kembali. Kondisi ini membuktikan bahwa aksi mahasiswa dan petani di Blitar adalah bentuk dialog terbuka, bukan perlawanan anarkis.

Bupati Blitar, Rijanto, merespons dengan menemui perwakilan massa. Ia menyatakan memahami keresahan yang disampaikan dan berkomitmen menindaklanjuti aspirasi tersebut melalui jalur resmi. Vita Nerizza Permai mengonfirmasi hasil audiensi yang positif.

“Bupati menyepakati sejumlah tuntutan dan berjanji akan menyelesaikan konflik melalui instansi terkait,” ujarnya.

Rijanto menilai aksi ini sebagai bagian dari dinamika demokrasi lokal dan pengingat bahwa persoalan agraria menyentuh langsung kehidupan masyarakat bawah. “Kami akan memperkuat tim gugus tugas reforma agraria dan menindaklanjuti surat Kementerian Dalam Negeri tahun 2021,” janji bupati dalam pertemuan terbatas.

Komitmen ini selaras dengan arahan pemerintah pusat yang terus mendorong percepatan reforma agraria, meskipun realisasinya di lapangan masih membutuhkan pengawasan dan dorongan kuat dari berbagai pihak.

Aksi di Blitar ini, di Hari Tani Nasional, menjadi penanda penting: tuntutan reforma agraria bukan sekadar jargon politik, melainkan kebutuhan nyata yang menyentuh fundamental kehidupan rakyat. Suara lantang petani dan mahasiswa adalah pengingat bahwa janji keadilan agraria harus segera diwujudkan, bukan lagi ditunda (ar/dnv).

Exit mobile version