Sumenep Bergetar: Menguak Ancaman Sesar Aktif dan Jejak Bencana Masa Lalu

Sumenep Bergetar: Menguak Ancaman Sesar Aktif dan Jejak Bencana Masa Lalu
Sumenep diguncang gempa berkekuatan Magnitudo (M) 6,0 , pada Selasa malam (30/9/2025), tepat pukul 23.49 WIB. Pusat gempa yang berlokasi di laut, tepatnya di wilayah Pulau Sapudi, Kabupaten Sumenep (ist/io)

Gempa M 6,0 mengguncang Sumenep, Jawa Timur, menyoroti kerentanan wilayah terhadap sesar aktif dan sejarah panjang bencana. Analisis BMKG mengungkapkan shallow crustal earthquake dan potensi kerusakan serius.

INDONESIAONLINE – Pulau Garam kembali bergetar. Sebuah gempa bumi berkekuatan Magnitudo (M) 6,0 mengguncang Kabupaten Sumenep, Jawa Timur, pada Selasa malam (30/9/2025), tepat pukul 23.49 WIB. Pusat gempa yang berlokasi di laut, tepatnya di wilayah Pulau Sapudi, Kabupaten Sumenep, ini tak hanya menimbulkan kepanikan warga, namun juga kembali mengingatkan akan kerentanan wilayah tersebut terhadap aktivitas tektonik.

Data Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengkonfirmasi guncangan dahsyat ini, yang bahkan masih menjadi topik hangat hingga Rabu (1/10/2025) sore.

Direktur Gempabumi dan Tsunami BMKG, Dr. Daryono, melalui akun Instagram resminya @daryonobmkg, membeberkan fakta-fakta kunci di balik peristiwa ini. Gempa yang memiliki kedalaman hiposenter dangkal, yakni 12 kilometer, dengan episenter pada koordinat 7,35° LS ; 114,22° BT atau sekitar 58 km tenggara Sumenep, dikategorikan sebagai jenis gempa tektonik kerak dangkal (shallow crustal earthquake).

“Gempa ini dipicu oleh aktivitas sesar aktif di dasar laut,” jelas Daryono, mengindikasikan bahwa sumber gempa kemungkinan berasosiasi dengan perpanjangan sesar offshore Zona Kendeng atau Madura Strait Back Arc Thrust. Mekanisme pergerakan gempa teridentifikasi sebagai pergerakan naik (thrust fault).

Dampak dan Ancaman di Pulau Sapudi

Pulau Sapudi menjadi wilayah yang merasakan guncangan terkuat, mencapai skala intensitas V-VI MMI, yang berpotensi merusak bangunan. “Kerusakan bangunan dilaporkan di Pulau Sapudi. Laporan sementara menunjukkan ada 22 bangunan rusak ringan, sedang, hingga berat,” terang Daryono.

Sementara itu, di Sumenep, Pamekasan, hingga ibu kota provinsi, Surabaya, getaran dirasakan pada skala III-IV MMI. Bahkan, efeknya menjalar hingga ke Lombok, Malang, Blitar, dan Banyuwangi, meskipun dengan intensitas lebih rendah (skala II MMI).

Analisis Daryono menyoroti beberapa faktor penyebab kerusakan parah di Pulau Sapudi, meliputi hiposenter gempa yang dangkal, kondisi tanah yang lunak, serta kualitas bangunan yang lemah dan tidak memenuhi standar tahan gempa.

Hingga Rabu siang, BMKG mencatat adanya 117 gempa susulan (aftershocks) dengan magnitudo terbesar M 4,4 dan terkecil M 1,9, sebuah indikasi bahwa lempengan bumi masih mencari kesetimbangan.

Jejak Sejarah yang Berbicara

Peristiwa gempa Sumenep ini bukan kali pertama. Daryono menegaskan, Sumenep memang dilintasi jalur sesar aktif dengan tingkat aktivitas kegempaan yang cukup tinggi. Sejarah mencatat wilayah ini pernah beberapa kali mengalami gempa merusak dan tsunami.

Data historis BMKG menjadi saksi bisu. Sumenep telah beberapa kali dihadapkan pada gempa bumi dahsyat:

  • Gempa Sumenep tahun 1863

  • Gempa Sumenep-Sapudi tahun 1891

  • Gempa Sumenep 1904

  • Gempa M 4,9 pada 13 Juni 2018 yang merusak rumah warga

  • Gempa M 6,4 pada 11 Oktober 2018 yang menelan 3 korban jiwa, melukai 34 orang, dan merusak 210 rumah

  • Gempa M 5,0 pada 2 Maret 2019 yang merusak 6 rumah dan menyebabkan 1 orang luka

  • Gempa M 4,9 pada 2 April 2019 yang merusak 26 rumah di Pulau Raas

Selain gempa, Sumenep juga memiliki sejarah tsunami. BMKG mencatat setidaknya tiga kejadian tsunami besar: Tsunami Pulau Genteng Madura pada 7 Februari 1843, Tsunami Sumenep pada 23 November 1889, dan Tsunami Madura pada 29 Desember 1820.

“Secara tektonik, wilayah Sumenep merupakan kawasan paling rawan gempa dan tsunami di Madura,” pungkas Daryono.

Mengingat tingginya potensi bencana, upaya mitigasi dan peningkatan kesadaran masyarakat menjadi krusial. Pembangunan infrastruktur yang tahan gempa, edukasi tentang prosedur evakuasi, serta penyuluhan mengenai standar bangunan yang aman harus menjadi prioritas. Peristiwa gempa di Sumenep ini adalah alarm, bahwa alam senantiasa menyimpan kekuatan yang harus kita pahami dan hormati (bn/dnv).