INDONESIAONLINE – Tim peneliti dari Universitas Negeri Malang (UM) berhasil mengembangkan penelitian inovatif mengenai potensi daun kemuning (Murraya paniculata) sebagai bahan alami
antimalaria berbasis teknologi nanoemulsi.
Penelitian ini dipimpin oleh mahasiswa Fakultas
Kedokteran Arif Ladika Wiratama, bersama Ahmada Viosepta Prasetya, Angelica
Igsanti Putri dan Adhiena Liany Anastasia Putri, di bawah bimbingan dr Kiky Martha
Ariesaka MBiomed.
Riset ini berangkat dari keprihatinan terhadap tingginya angka kejadian malaria di
Indonesia, terutama di wilayah endemis seperti Papua, Nusa Tenggara Timur, dan
Gorontalo. Penyakit yang disebabkan oleh parasit Plasmodium ini masih menjadi masalah
kesehatan masyarakat karena resistensi terhadap obat antimalaria konvensional semakin
meningkat. Oleh karena itu, pencarian alternatif terapi berbasis bahan alam yang aman,
efektif, dan berkelanjutan menjadi fokus utama penelitian ini.
Daun Kemuning, Tanaman Lokal Kaya Senyawa Bioaktif
Daun kemuning (Murraya paniculata) dikenal secara luas dalam pengobatan tradisional
Indonesia karena kandungan fitokimianya yang tinggi, terutama flavonoid, alkaloid,
kumarin, dan terpenoid. Senyawa-senyawa ini memiliki berbagai aktivitas biologis,
termasuk antioksidan, anti-inflamasi, dan antiparasit.

Flavonoid dalam daun kemuning berfungsi sebagai agen antioksidan yang mampu
menangkal radikal bebas dan menghambat stres oksidatif yang timbul akibat infeksi malaria. Selain itu, flavonoid dapat menghambat sintesis DNA dan enzim metabolik parasit
sehingga mengganggu siklus hidup Plasmodium.
Sementara itu, alkaloid dalam Murraya paniculata berpotensi menyerang membran sel
parasit dan mengganggu proses metabolisme energi, menyebabkan kematian sel parasit
secara selektif tanpa merusak sel inang. Kumarin dan terpenoid yang juga terdapat pada
daun ini berperan dalam memperkuat efek antimalaria melalui aktivitas anti-inflamasi dan
imunomodulator, membantu tubuh menekan peradangan akibat infeksi.
“Tanaman ini memiliki kombinasi alami antara efek antiparasit dan imunoprotektif, sehingga
berpotensi tidak hanya membunuh parasit, tetapi juga menjaga keseimbangan sistem imun
selama proses infeksi,” jelas Arif Ladika, ketua tim peneliti.
Teknologi Nanoemulsi: Meningkatkan Efektivitas Senyawa Aktif
Salah satu tantangan utama dalam penggunaan bahan herbal sebagai obat adalah
bioavailabilitas yang rendah. Artinya senyawa aktif sulit diserap tubuh.
Untuk mengatasi
hal ini, tim peneliti menerapkan teknologi nanoemulsi, yaitu sistem penghantaran obat berukuran partikel nano (20–200 nm) yang mampu meningkatkan kelarutan, penyerapan,
dan stabilitas senyawa aktif daun kemuning.
Dalam penelitian ini, ekstrak etanol daun kemuning diformulasikan menjadi nanoemulsi
menggunakan kombinasi surfaktan Tween 80 dan ko-surfaktan PEG dengan bantuan
ultrasonikator frekuensi tinggi.
Hasil analisis menunjukkan ukuran partikel yang seragam
dan stabil menandakan bahwa formulasi nanoemulsi berhasil terbentuk dengan baik.
“Dengan bentuk nanoemulsi, kandungan aktif daun kemuning bisa lebih cepat diserap oleh
tubuh mencit, meningkatkan efektivitas terapeutiknya,” ujar Adhiena Liany, anggota tim
yang bertanggung jawab atas formulasi nanoemulsi.
Uji In Vivo Menggunakan Mencit BALB/c Model Malaria
Untuk menguji efektivitasnya, nanoemulsi daun kemuning diberikan pada mencit BALB/c
yang diinfeksi dengan Plasmodium berghei, salah satu model standar untuk mempelajari
mekanisme infeksi malaria pada hewan. Kelompok perlakuan dibagi menjadi tiga dosis
berbeda (100 mg/kgBB, 200 mg/kgBB, dan 400 mg/kgBB) serta dibandingkan dengan
kelompok kontrol positif (obat artemisinin) dan kontrol negatif (tanpa perlakuan).
Pengamatan dilakukan selama tujuh hari pasca-infeksi, mencakup derajat parasitemia,
respons imun. Hasil awal menunjukkan bahwa pemberian nanoemulsi ekstrak daun kemuning menurunkan jumlah parasit dalam darah yang menunjukkan adanya efek
imunomodulator positif terhadap sistem imun inang.
Dukungan Institusi dan Relevansi terhadap SDGs
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Farmakologi dan Biokimia Fakultas
Kedokteran Universitas Negeri Malang, dengan dukungan dan pendanaan dari hibah
internal Universitas Negeri Malang tahun anggaran 2025 No:
24.2.871/UN32.14.1/LT/2025.
Dosen pembimbing, dr Kiky Martha Ariesaka MBiomed, menyampaikan bahwa
penelitian ini mencerminkan sinergi antara pengetahuan biomedis dan teknologi farmasi
modern. “Pendekatan nanoemulsi terhadap bahan alami seperti Murraya paniculata
membuka peluang besar untuk menemukan terapi antimalaria yang lebih efisien dan ramah
lingkungan,” ungkapnya.
Lebih lanjut, riset ini juga mendukung tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs) ke-3, yaitu menjamin kehidupan sehat dan kesejahteraan bagi semua usia.
Pengembangan
terapi herbal berbasis nanoemulsi diharapkan dapat menjadi langkah awal menuju
fitofarmaka modern asal Indonesia, yang tidak hanya relevan untuk pengobatan malaria
tetapi juga berpotensi diterapkan pada penyakit infeksi lainnya.
Harapan ke Depan
Tim peneliti berharap hasil penelitian ini dapat menjadi dasar pengembangan produk
fitoterapi nanoemulsi kemuning yang aman, efektif, dan dapat dikomersialisasikan di masa mendatang. Selain itu, penelitian ini menjadi bentuk kontribusi nyata mahasiswa dalam mengintegrasikan ilmu biomedis, teknologi nano, dan kearifan lokal tanaman
obat Indonesia.
“Harapan kami, inovasi ini menjadi langkah awal untuk membawa tanaman kemuning ke
tingkat yang lebih tinggi -dari sekadar obat tradisional menjadi terapi berbasis bukti ilmiah
yang diakui di dunia medis,” tutup Arif Ladika. (hsa/hel)