Pratama Wijaya Kusuma (19) mahasiswa Unila meninggal dunia setelah diksar Mahepel. Keluarga korban duga ada kekerasan walaupun Mahepel membantah. Polda Lampung usut puluhan saksi.
INDONESIAONLINE – Sebuah tragedi menyayat hati menimpa seorang mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Lampung (Unila), Pratama Wijaya Kusuma (19) yang dilaporkan meninggal dunia setelah mengikuti pendidikan dasar (diksar) Mahasiswa Ekonomi Pencinta Lingkungan (Mahepel) pada 14-17 November 2024.
Kematian Pratama kini menjadi sorotan setelah sang ibunda, Wirna Wani (41) mengungkapkan putranya sempat mengaku menjadi korban kekerasan selama diksar.
Wirna Wani menuturkan, putranya menceritakan dengan detail penyiksaan yang dialaminya, mulai dari ditendang di dada, diinjak di bagian perut, hingga dipukul oleh sejumlah senior Mahepel. Bekas luka memar di sekujur tubuhnya, yang sempat didokumentasikan oleh Wirna melalui foto, menjadi bukti dugaan kekerasan tersebut.
“Sempat cerita dada ditendang, perut juga diinjak-injak,” ujar Wirna di Mapolda Lampung, Selasa (3/6/2025).
Lebih memilukan, Wirna menambahkan bahwa kekejaman yang dialami Pratama selama diksar bahkan menyebabkan kuku kaki kirinya terlepas.
“Sampai kukunya ini copot, saya kasih Betadine malamnya,” ungkap Wirna, meskipun Pratama tidak menyebutkan siapa pelaku atau berapa jumlah senior yang terlibat.
Kuasa hukum keluarga korban, Icen Amsterly, memperkuat dugaan kekerasan dengan menyebut adanya insiden Pratama disuruh minum cairan spiritus di lokasi diksar. Fakta ini, menurut Icen, diperoleh dari keterangan lima rekan Pratama yang juga mengikuti diksar Mahepel FEB Unila pada November 2024.
Bantahan Mahepel
Menanggapi tudingan tersebut, pihak Mahepel melalui kuasa hukumnya, Chandra Bangkit, menampik keras adanya kekerasan fisik dalam pelaksanaan diksar di Kabupaten Pesawaran itu.
Chandra menegaskan bahwa kegiatan yang berlangsung sudah sesuai prosedur kampus dan hanya meliputi latihan fisik seperti push up, sit up, dan squat jump.
Mengenai luka-luka yang dialami peserta, Chandra mengklaim bahwa itu bukan akibat penganiayaan, melainkan cedera alami.
“Luka-luka seperti lebam itu timbul akibat benturan alami seperti terkena ranting pohon, atau saat merayap di medan yang berat,” jelasnya.
Terkait insiden spiritus, Chandra mengklarifikasi bahwa kejadian tersebut adalah murni ketidaksengajaan. Ia menyebut Pratama sempat mengambil botol yang dikira air minum, padahal berisi spiritus untuk memasak.
Namun, menurutnya, spiritus tersebut tidak sempat diminum dan tidak menimbulkan dampak kesehatan apa pun bagi korban.
Polda Lampung Agendakan Pemeriksaan Puluhan Saksi
Untuk menyingkap penyebab pasti kematian Pratama, Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Lampung serius mengusut kasus ini. Direktur Ditreskrimum Polda Lampung Komisaris Besar (Kombes) Pahala Simanjuntak menyatakan pihaknya akan memanggil puluhan saksi.
“Kita akan panggil sejumlah saksi, sedangkan untuk saat ini, yang sudah kita mintai keterangan adalah orangtua dari korban,” kata Kombes Pahala.
Saksi-saksi yang akan dimintai keterangan meliputi lima rekan korban yang merupakan peserta diksar Mahepel, pihak rumah sakit tempat Pratama dirawat pertama kali, serta dokter spesialis yang disebutkan oleh orangtua korban.
“Kita akan panggil juga dokternya, untuk mengetahui secara detail apakah benar ada pembekuan dan cairan di kepala korban,” tambahnya.
Penyidik juga akan memanggil perwakilan Mahepel, baik dari panitia kegiatan diksar maupun senior untuk klarifikasi terkait dugaan kekerasan yang terjadi.