Transparansi Dana JJS HUT RI Pragaan Disorot, Perputaran Uang Puluhan Juta Dipertanyakan Publik

Transparansi Dana JJS HUT RI Pragaan Disorot, Perputaran Uang Puluhan Juta Dipertanyakan Publik
Ilustrasi acara jalan-Jalan Sehat (JJS) Pragaan, Sumenep, Jatim yang mempertanyakan perputaran uang pembelian kupon kepada panitia (ai/io)

Perayaan Jalan-Jalan Sehat (JJS) HUT RI ke-80 di Kecamatan Pragaan, Sumenep, menuai sorotan tajam. Perputaran dana dari penjualan kupon yang ditaksir mencapai Rp50 juta dipertanyakan transparansinya oleh peserta dan publik. Panitia penyelenggara hingga kini masih bungkam.

INDONESIAONLINE – Kemeriahan Jalan-Jalan Sehat (JJS) dalam rangka HUT Kemerdekaan ke-80 RI di Kecamatan Pragaan, Sumenep, pada Minggu (10/8/2025), menyisakan pertanyaan besar di benak publik. Di balik antusiasme ribuan peserta, dugaan perputaran uang hingga puluhan juta rupiah dari penjualan kupon kini menjadi sorotan tajam, memicu tuntutan transparansi dari berbagai pihak.

Acara yang dipusatkan di pintu masuk Pragaan Fair 2025, Desa Pakamban Laok, ini resmi dibuka oleh Ketua Panitia, Ahmad Fikri, sekitar pukul 07.00 WIB. Pantauan di lapangan menunjukkan lautan manusia yang diperkirakan mencapai 10.000 peserta memadati rute JJS.

Mereka berbondong-bondong membeli kupon seharga Rp 5.000 per lembar, berharap memenangkan hadiah utama seperti seekor sapi, dua ekor kambing, satu unit motor listrik, dan puluhan hadiah hiburan lainnya.

Namun, potensi pendapatan yang fantastis dari penjualan kupon inilah yang kini menjadi isu utama. Dengan asumsi 10.000 peserta membeli satu kupon saja, panitia diperkirakan meraup pendapatan kotor sebesar Rp 50 juta.

“Bisa jadi uang yang dikumpulkan mencapai Rp 50 juta, bahkan lebih,” ungkap seorang peserta melalui pesan WhatsApp yang meminta identitasnya dirahasiakan.

Ia menambahkan, praktik di lapangan menunjukkan banyak peserta yang tidak hanya membeli satu kupon. “Ada satu orang yang membeli kupon sampai segepok, kalau diuangkan itu mencapai Rp 500 ribu. Ini baru satu orang,” lanjutnya, menggambarkan masifnya penjualan kupon.

Kalkulasi sederhana ini memicu keresahan di kalangan peserta lain. Setelah dikurangi taksiran biaya untuk hadiah utama—yang diperkirakan tidak akan menghabiskan seluruh pendapatan—muncul pertanyaan krusial mengenai alokasi sisa dana tersebut.

“Hadiahnya memang menarik, tapi kalau dihitung-hitung, sisa uangnya masih sangat besar. Ini kemana mengalirnya? Apakah masuk ke kas desa, untuk kegiatan sosial, atau bagaimana? Seharusnya ada laporan yang jelas,” tanya peserta lainnya dengan nada kritis.

Pandangan Pakar dan Aspek Legalitas

Menanggapi fenomena pengumpulan dana dari publik dalam acara keramaian, Pengamat Kebijakan Publik dari Civic Watch Institute, Dr. Arman Suryadi, M.Si., menekankan pentingnya prinsip akuntabilitas.

“Setiap kegiatan yang melibatkan pengumpulan dana dari masyarakat, sekalipun berbalut acara perayaan, idealnya memiliki mekanisme pertanggungjawaban yang jelas. Ini bukan hanya soal etika, tapi juga soal membangun kepercayaan publik,” jelas Dr. Arman saat dihubungi terpisah.

Menurutnya, panitia penyelenggara secara moral dan hukum memiliki kewajiban untuk transparan. “Merujuk pada UU No. 9 Tahun 1961 tentang Pengumpulan Uang atau Barang (PUB), kegiatan pengumpulan dana publik semestinya memiliki izin dan laporan penggunaannya harus dapat diakses. Meskipun ini acara tingkat kecamatan, semangat transparansi harus tetap diutamakan untuk menghindari potensi penyalahgunaan,” tegasnya.

Untuk mendapatkan kejelasan dan memberikan ruang klarifikasi, tim jurnalis telah berupaya menghubungi Ketua Panitia, Ahmad Fikri, melalui berbagai saluran komunikasi. Namun, hingga berita ini diturunkan, yang bersangkutan belum memberikan respons ataupun keterangan resmi terkait pengelolaan dana JJS tersebut.

Sikap bungkam dari panitia ini justru semakin memperkuat spekulasi dan keresahan di tengah masyarakat, mengubah euforia perayaan menjadi sebuah misteri pengelolaan dana yang menuntut jawaban (af/dnv).