Trump Kembali Guncang Perdagangan Global dengan Tarif Logam 25%

Trump Kembali Guncang Perdagangan Global dengan Tarif Logam 25%
Presiden AS Donald Trump keluarkan kebijakan penerapan tarif baru sebesar 25% untuk seluruh impor baja dan aluminium ke Amerika Serikat (Ist)

INDONESIAONLINE – Mantan Presiden Amerika Serikat Donald Trump kembali membuat gebrakan dalam kebijakan perdagangan internasional. Di tengah perjalanan menuju perhelatan Super Bowl, Trump mengumumkan rencana penerapan tarif baru sebesar 25% untuk seluruh impor baja dan aluminium ke Amerika Serikat.

Kebijakan yang diumumkan pada hari Minggu (9/2/2025) di Air Force One ini, akan resmi berlaku mulai Senin (10/2/2025). Langkah ini menandai kembalinya pendekatan proteksionis ala Trump, bahkan dengan skala yang lebih luas dan tegas.

“Ini adalah perombakan besar-besaran kebijakan bea masuk logam,” ujar Trump kepada wartawan, mengisyaratkan bahwa kebijakan ini bukan sekadar pengulangan langkah lama, melainkan sebuah perubahan fundamental dalam strategi perdagangan AS.

Tidak hanya itu, Trump juga menjanjikan pengumuman tarif “timbal balik” pada hari Selasa atau Rabu, yang akan berlaku seketika.

Konsep “timbal balik” ini menjadi sorotan utama, mengindikasikan bahwa AS tidak lagi hanya mengenakan tarif secara sepihak, tetapi akan menyesuaikan tarifnya berdasarkan kebijakan perdagangan negara lain terhadap produk Amerika.

“Dan sangat sederhana, jika mereka menagih kami, kami menagih mereka,” tegas Trump menggarisbawahi prinsip kesetaraan yang menjadi dasar kebijakan barunya.

Pernyataan ini seolah menggemakan kembali retorika “America First” yang menjadi ciri khas kepemimpinan Trump sebelumnya, namun kali ini dengan penekanan pada resiprokalitas yang lebih eksplisit.

Kebijakan ini membangkitkan kenangan akan masa jabatan Trump periode 2017-2021, ketika tarif serupa dikenakan, meskipun kemudian beberapa mitra dagang seperti Kanada, Meksiko, dan Brasil mendapatkan kuota bebas bea.

Di era Presiden Joe Biden, kebijakan tarif terhadap beberapa sekutu dilonggarkan, namun langkah Trump kali ini menunjukkan perubahan arah yang signifikan.

Negara-negara yang selama ini menjadi pemasok utama logam ke AS, seperti Kanada (pemasok utama aluminium dan baja), Brasil dan Meksiko (pemasok baja terbesar kedua dan ketiga), serta Korea Selatan dan Vietnam, akan merasakan dampak langsung dari kebijakan ini.

Industri baja dan aluminium domestik AS yang tingkat utilisasi kapasitasnya menurun dalam beberapa tahun terakhir, mungkin akan mendapatkan angin segar. Namun, dampak bagi konsumen AS dan rantai pasok global masih menjadi pertanyaan besar.

Trump menjelaskan lebih lanjut bahwa konferensi pers pada hari Selasa atau Rabu akan memberikan detail lengkap mengenai rencana tarif timbal balik ini. Ia menekankan bahwa tujuannya adalah untuk memastikan “perlakuan yang setara dengan negara lain.”

Keluhan lama Trump mengenai tarif mobil Uni Eropa sebesar 10% yang dianggap jauh lebih tinggi dari tarif mobil AS sebesar 2,5%, kembali mencuat. Ia sering menuding Eropa “tidak mau menerima mobil kami” namun terus mengirim jutaan mobil ke AS setiap tahun.

Meski demikian, perlu dicatat bahwa AS sendiri menikmati tarif 25% untuk impor truk pikap, yang merupakan sumber keuntungan besar bagi produsen otomotif Detroit.

Data Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) menunjukkan bahwa tarif rata-rata tertimbang perdagangan AS sebenarnya relatif rendah, sekitar 2,2%, jika dibandingkan dengan negara-negara lain seperti India (12%), Brasil (6,7%), dan Vietnam (5,1%). Namun, fokus Trump pada “tarif timbal balik” mengisyaratkan bahwa ia akan lebih agresif dalam memperjuangkan apa yang dianggapnya sebagai keadilan dalam perdagangan internasional.

Pengumuman mendadak ini memicu berbagai reaksi dan spekulasi. Para analis ekonomi memperingatkan potensi gangguan rantai pasok global dan risiko inflasi akibat kenaikan biaya bahan baku.

Sementara itu, negara-negara mitra dagang AS bersiap untuk merumuskan respons terhadap kebijakan yang berpotensi memicu perang dagang baru. Dunia kini menanti detail lebih lanjut dari rencana “tarif timbal balik” Trump, dan mengukur dampak kebijakan ini terhadap stabilitas ekonomi global di tengah ketidakpastian yang sudah ada.