UIN Maliki Malang-PWNU Jatim: Dari Beasiswa hingga Kelola 100 Ha Hutan

UIN Maliki Malang-PWNU Jatim: Dari Beasiswa hingga Kelola 100 Ha Hutan
Pertemuan antara delegasi Pascasarjana Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim (UIN Maliki) Malang dengan jajaran Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Timur (io)

Kolaborasi strategis UIN Maliki Malang dan PWNU Jatim tak lagi sekadar wacana. Fokus pada akselerasi SDM, riset Scopus, dan pengelolaan 100 hektare hutan sosial.

INDONESIAONLINE – Di ruang pertemuan Gedung PWNU Jawa Timur, aroma kopi dan basa-basi diplomatik sengaja dipinggirkan. Tidak ada lagi ruang untuk retorika tentang besarnya jumlah massa Nahdlatul Ulama (NU) atau kejayaan sejarah masa lalu.

Pertemuan antara delegasi Pascasarjana Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim (UIN Maliki) Malang dengan jajaran Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Timur pekan lalu, menandai pergeseran paradigma yang radikal: dari seremoni menuju eksekusi teknokratis.

Dipimpin langsung oleh Wakil Rektor IV Bidang Kerjasama dan Pengembangan Kelembagaan, Prof. Dr. Abdul Hamid, rombongan UIN Maliki Malang tidak datang membawa proposal kosong. Bersama para arsitek akademik seperti Direktur Pascasarjana Prof. Dr. Agus Maimun, Dr. Sutaman, dan Prof. Dr. M. Fauzan Zenrif, mereka meletakkan “cetak biru” intervensi akademik untuk tubuh NU yang gemuk namun kerap lamban dalam akselerasi kualitas Sumber Daya Manusia (SDM).

Bedah Krisis SDM: Mengadopsi ‘Gen’ Ma’had Kampus

Isu paling mendesak yang dibedah adalah ketimpangan kualitas kader. Data Kementerian Agama mencatat, meski jumlah pesantren terus tumbuh, konversi santri menjadi akademisi yang kompetitif di level global masih menjadi “pekerjaan rumah” terbesar.

Dalam pertemuan tersebut, Pj Ketua PWNU Jatim, KH. Abdul Hakim Mahfudz atau akrab disapa Gus Kikin, menolak terjebak dalam romantisasi jumlah jamaah. Baginya, kelemahan kualitas SDM telah terlalu lama menahan laju organisasi.

“Yang UIN Maliki punya adalah sistem yang bisa langsung dipakai untuk memperkuat ekosistem pendidikan NU. Kita butuh model yang bekerja, bukan yang hanya bagus di atas kertas,” tegas Gus Kikin.

Titik temu yang disepakati adalah adopsi model Ma’had Al-Jamiah milik UIN Maliki Malang. Model ini dinilai unik karena berhasil mengawinkan tradisi turats (kitab kuning) pesantren dengan disiplin sains modern dan penguasaan bahasa asing.

Skema ini diproyeksikan menjadi jalur cepat (fast track) bagi kader-kader NU untuk menempuh pendidikan pascasarjana, memastikan mereka tidak hanya alim secara agama, tetapi juga tajam secara metodologi ilmiah.

Ambisi Scopus: Mitra Penguat, Bukan Penonton

Pada pilar kedua, diskusi menyentuh ranah reputasi global. Selama ini, riset di lingkungan NU seringkali dianggap berjalan sendiri-sendiri tanpa agregasi yang kuat. PWNU menyoroti potensi besar jurnal-jurnal di lingkungan Universitas Nahdlatul Ulama (UNU) yang mulai menembus indeksasi Scopus.

UIN Maliki Malang ditantang untuk tidak sekadar menjadi mitra pasif. Prof. Dr. Agus Maimun dan tim diminta menyuntikkan standar riset akademik yang ketat. Targetnya jelas: publikasi bersama (joint publication) yang mengangkat isu-isu Islam moderat, sosial-humaniora, hingga sains teknologi ke panggung jurnal Q1 dan Q2. Ini adalah upaya strategis agar NU memiliki otoritas akademik yang diakui dunia, bukan sekadar ormas pengelola massa.

Proyek 100 Hektare: Sains di Tengah Hutan

Poin paling menarik dan berbeda dari kerja sama universitas pada umumnya adalah keterlibatan UIN Maliki Malang dalam mandat pengelolaan lahan. PWNU Jatim baru saja menerima konsesi pengelolaan kawasan hutan seluas 100 hektare melalui skema Perhutanan Sosial dari pemerintah.

Tantangannya nyata: bagaimana mengubah 100 hektare lahan hutan menjadi aset produktif tanpa merusak ekologi?

Di sinilah peran Prof. Dr. M. Fauzan Zenrif dan tim Pascasarjana diuji. PWNU meminta UIN Maliki Malang mendampingi desain pengembangan ekonomi komunitas berbasis data ilmiah. Bukan sekadar menanam pohon, UIN Maliki Malang diharapkan menurunkan tim ahli lintas disiplin—mulai dari biologi, sosiologi pedesaan, hingga ekonomi syariah—untuk memetakan potensi lahan tersebut.

“Kawasan itu harus produktif, bukan hanya tercatat dalam SK,” ujar salah satu delegasi.

Ini mengubah paradigma Kuliah Kerja Nyata (KKN) atau pengabdian masyarakat yang biasanya hanya berlangsung 30-40 hari menjadi pendampingan berkelanjutan (multi-years) hingga masyarakat sekitar hutan mandiri secara ekonomi.

Kerja sama ini menjadi sinyal bahwa UIN Maliki Malang dan PWNU Jatim sedang membangun “laboratorium peradaban” yang nyata. Tiga fokus krusial—SDM, Riset, dan Ekonomi Hutan—adalah manifestasi dari integrasi ilmu agama dan sains yang selama ini didengungkan UIN Maliki.

Bagi Gus Kikin, perpaduan disiplin pesantren dan ilmu modern bukan lagi pilihan estetis untuk mempercantik brosur kampus atau organisasi, melainkan kebutuhan dasar untuk bertahan di era disrupsi. Jika skema ini berhasil, Jawa Timur akan menjadi pilot project bagaimana kaum sarungan mengelola masa depan dengan data, bukan semata doa (as/dnv).