INDONESIAONLINE – Peran jaksa dibelejeti dalam  webinar bertemakan “Mencari Posisi Ideal Jaksa dalam Sistem Hukum Acara Mendatang”. Kegiatan yang digelar Fakultas Hukum Universitas Airla2ngga (FH Unair) pada Senin 23 Oktober 2023 itu sebagai bagian dari rangkaian Airlangga Law Festival 2023.

Acara ini berupa diskusi yang menghadirkan para pembicara mulai dari akademisi, pemerhati hukum pidana, serta praktisi yang dalam hal ini datang dari Kejaksaan Tinggi Provinsi Jawa Timur. Diskusi ini juga dihadiri oleh kejaksaan negeri beberapa kota/kabupaten di Indonesia.

Sejalan dengan tema yang diangkat, diskusi ini membahas secara mendalam mengenai peran jaksa dewasa ini mengingat perannya yang masih sering tumpang tindih, bahkan kalah dengan kepolisian.

“Kejaksaan itu dianggapnya sebagai kurir ke pengadilan atas perkara yang ditangani oleh kepolisian. Jadi  jaksa tuh seperti kurir membawa berkas” ujar Nur Basuki Minarno selaku ketua Pusat Studi Kejaksaan dan Keadilan Restoratif (Puskadira) FH Unair.

Nur Basuki juga menjelaskan  bahwa hal tersebut dikarenakan adanya asas diferensial fungsio yang mengotak-ngotakkan tugas kepolisian dan kejaksaan.

Baca Juga  Culik Bocah di Jakpus, Pemulung Terancam 15 Tahun Penjara

Oleh karena diferensial fungsio itu pula, Nur Basuki mengakui bahwa sering melihat bahwa jaksa keteteran dalam pembuktian serta hubungan di antara keduanya yang ego-sektoral. “Karena jaksa tidak sama sekali terlibat dalam penyidikan. Akibatnya yang terjadi banyak berkas perkara yang mondar-mandir atau bolak-balik” jelas Nur.

Ia menghendaki bahwa jaksa harus kembali kepada asasnya, yaitu dominus litis. “Dalam RUU (RKUHAP) itu sudah menempatkan kejaksaan sebagai dominus litis di dalam menyelesaikan perkara pidana” ujarnya.

Namun sayangnya, setelah 10 tahun berlalu, RKUHAP masih belum disahkan. Baru ada UU Kejaksaan  yang mengatur wewenang jaksa dapat melakukan penyelidikan dan penyidikan.

“KUHAP belum pernah direvisi. Revisinya itu parsial. Itu pun oleh Mahkamah Konstitusi. Ini desainnya pemerintah militer Orde Baru (Orba), yang kita tahu orientasinya otoriarian” ujar Fachrizal Afandi, akademisi Universitas Brawijaya (UB).

Ia turut menyoroti titik berat yang besar pada peran kepolisian dikarenakan rancangan Orba yang merupakan bagian dari angkatan bersenjata pada masa itu. “Tidak ada tuh kata-kata penyelidikan dan penyidikan,” ujar Fachrizal.

Baca Juga  MSAT Didakwa Pasal Berlapis Pencabulan dan Perkosaan, Segini Ancaman Hukamannya!

“Akhirnya apa? Polisi tidak hanya geser dominus litis tetapi juga kita bisa melihat polisi tuh kayak hakim. Dia bisa menentukan pasal apa, nahan orang, belum ditentukan jadi tersangka sudah bisa dikeler,” tambahnya.

Menanggapi kenyataan tersebut, Mia Amiati selaku kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Timur membeberkan bahwa memang benar ada beberapa perkara yang tidak bisa kejaksaan selesaikan karena ketidaktahuan atau kurangnya koordinasi antara penuntut umum dengan penyidik.

“Kami akan menegakkan hukum dengan tetap melaksanakan asas dominus litis ini menjadi bukti bahwa kami melaksanakan kegiatan untuk penegakan hukum” ujar Mia

Ia juga memberikan contoh kasus yang melibatkan jaksa dapat terselesaikan dengan baik dengan meninjau prinsip moral dan alasan sang terduga. Walau begitu, Mia menegaskan hal ini bukan semata-mata agar pelaku tindak pidana lepas dari hukumannya.

“Memang ada sisi lain dari fungsi kami ketika Bapak Jaksa Agung memberikan kebijakan dalam penerapan penghentian penuntutan dengan memperhatikan asas tadi” tutup Mia. (al/hel)