Urgensi SLF: Menjamin Keselamatan Bangunan Keagamaan di Malang

Urgensi SLF: Menjamin Keselamatan Bangunan Keagamaan di Malang
Wali Kota Malang Wahyu Hidayat (kiri) bersama pembina Yayasan Masjid Agung Jami Prof M. Bisri. (jtn/io)

Pemerintah Kota Malang gencar sosialisasikan Sertifikat Laik Fungsi (SLF) untuk pesantren dan rumah ibadah. Langkah ini vital pasca tragedi, menjamin keselamatan 91 pesantren dan ribuan tempat ibadah di Malang.

INDONESIAONLINE – Tragedi runtuhnya bangunan di Pondok Pesantren Al Khoziny Buduran, Sidoarjo, beberapa waktu lalu, menjadi alarm keras bagi standar keselamatan bangunan, khususnya di lingkungan keagamaan.

Merespons hal tersebut, Pemerintah Kota Malang kini gencar menyerukan urgensi kepemilikan Sertifikat Laik Fungsi (SLF) bagi seluruh pondok pesantren dan rumah ibadah di wilayahnya. Penegasan ini disampaikan langsung oleh Wali Kota Malang Wahyu Hidayat, menekankan bahwa SLF adalah prasyarat fundamental, bukan sekadar birokrasi.

Dalam audiensi bersama pengurus Yayasan Masjid Agung Jami Kota Malang, Senin (6/10/2025), Wahyu Hidayat menegaskan, “SLF ini bukan untuk mempersulit, apalagi membatasi. Ini adalah investasi keselamatan. Prioritas utama kita adalah memastikan konstruksi bangunan aman dan sesuai standar, demi melindungi jamaah dan santri.”

Data Kementerian Agama tahun 2023 mencatat, jumlah pondok pesantren di Indonesia mencapai 40.000 lebih, dengan santri yang tersebar di seluruh pelosok negeri. Sementara itu, di Kota Malang sendiri, terdapat 91 pondok pesantren, 900 masjid, dan 1.200 musala.

Angka-angka ini menunjukkan betapa masifnya populasi bangunan keagamaan yang memerlukan perhatian serius terhadap kelayakan fungsi dan keamanannya.

Memutus Mitos Kerumitan SLF

Selama ini, proses pengurusan izin kerap dicap rumit dan berbelit. Namun, Wahyu Hidayat menjamin bahwa Pemkot Malang berkomitmen untuk memangkas persepsi tersebut.

“Insya Allah, ini bukan proses yang menyulitkan. Kami akan melakukan sosialisasi masif, menggandeng Dewan Masjid Indonesia (DMI), pengurus pesantren, serta dinas teknis seperti DPUPRPKP dan Dinas Perizinan,” jelasnya. 

Prof. M. Bisri, pembina Yayasan Masjid Agung Jami sekaligus pimpinan Pondok Pesantren Bachrul Maghfiroh, turut mengamini pentingnya langkah ini. “Kejadian di Sidoarjo adalah pengingat betapa vitalnya SLF. Kita harus akui, masih banyak ponpes dan rumah ibadah yang luput dari proses sertifikasi ini,” ujarnya.

Riset dari Pusat Studi Perkotaan (PSP) Universitas Brawijaya tahun 2024 menunjukkan bahwa kurang dari 30% bangunan keagamaan di kota-kota besar Indonesia memiliki SLF yang valid, menyoroti celah keamanan yang signifikan.

Menyadari potensi kendala teknis yang mungkin dihadapi pengelola bangunan, Wali Kota Wahyu Mbois, sapaan akrabnya, menyatakan kesiapan Pemkot untuk melibatkan perguruan tinggi.

“Kota Malang punya banyak kampus dengan ahli teknik dan arsitektur. Mereka bisa memberikan pendampingan teknis jika ada kesulitan dalam memenuhi standar SLF,” ujarnya.

Inisiatif ini membuka peluang kolaborasi antara pemerintah, komunitas keagamaan, dan akademisi untuk menciptakan lingkungan yang lebih aman dan terstandardisasi.

Langkah proaktif Pemkot Malang ini diharapkan dapat menjadi model bagi daerah lain dalam memastikan keselamatan fasilitas publik, khususnya bangunan keagamaan yang menjadi pusat aktivitas spiritual dan pendidikan bagi jutaan masyarakat. Keselamatan bukan lagi pilihan, melainkan sebuah keharusan yang tak bisa ditawar (RW/DNV).