Warga Malang Tolak Mega Proyek Hotel & Apartemen

Warga Malang Tolak Mega Proyek Hotel & Apartemen
Rencana pembangunan gedung pencakar langit berupa apartemen dan hotel setinggi 197 meter di Jalan Ahmad Yani, Kota Malang, memicu gelombang penolakan sengit dari warga sekitar (jtn/io)

INDONESIAONLINE – Rencana pembangunan gedung pencakar langit berupa apartemen dan hotel setinggi 197 meter di Jalan Ahmad Yani, Kota Malang, memicu gelombang penolakan sengit dari warga sekitar.

Digagas oleh PT Tanrise Property Indonesia (TPI), proyek ambisius ini ditolak warga yang khawatir akan dampak buruk terhadap lingkungan dan rusaknya ruang hidup mereka, terutama bagi warga Jalan Candi Kalasan yang berbatasan langsung dengan lokasi proyek.

Penolakan ini tak hanya bersifat pasif, melainkan mengkristal dalam sebuah gerakan bernama Warga Peduli Lingkungan (WARPEL). Melalui aksi ‘Deklarasi Warga‘ yang digelar di Jalan Candi Kalasan pada Minggu (27/4/2025), WARPEL menyatakan sikap tegas menolak proyek yang dinilai mengabaikan harmoni lingkungan dan sosial masyarakat setempat.

Setidaknya empat poin utama menjadi landasan penolakan warga. Mereka menolak potensi perpecahan di antara warga yang mungkin timbul akibat proyek, menolak rencana pembangunan yang akan merusak ruang hidup secara fundamental, serta menolak keras pembangunan dua apartemen dan satu hotel bintang 5 oleh PT TPI tanpa jaminan perlindungan hak-hak warga terdampak sesuai undang-undang.

Warga juga secara spesifik menolak penerbitan Izin Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) oleh Pemerintah Kota Malang, sebagai bentuk desakan agar Pemkot berpihak pada kepentingan masyarakat terdampak.

Penolakan ini diperkuat dengan pemasangan banner-banner besar di area strategis, salah satunya bertuliskan ‘Stop Rencana Pembangunan 2 Apartemen dan 1 Hotel setinggi 197 meter Dekat Bangunan Sekolah dan Pemukiman Warga’, tepat di sisi barat SDN 3 Blimbing yang bersebelahan langsung dengan lahan proyek.

Pemicu utama kekhawatiran warga, menurut Koordinator Posko WARPEL, Centya WM, adalah rekam jejak buruk PT TPI dalam proyek lain. “Penolakan ini muncul sejak kami tahu ada rencana ini dan pengurusan Amdal. Tapi yang lebih mengkhawatirkan adalah sejarah buruk pengembang ini,” kata Centya.

Dia mencontohkan pembangunan apartemen oleh PT TPI di Surabaya yang hingga kini masih bermasalah dengan warga terdampak. “Mulai dari rumah warga retak dan tanahnya ambles 4 sentimeter, tetapi hingga saat ini tidak jelas pertanggungjawabannya,” ungkapnya.

Pengalaman buruk di daerah lain membuat warga Candi Kalasan bertekad tidak ingin mengalami nasib serupa. Mereka khawatir kerusakan lingkungan seperti rumah retak atau penurunan tanah akan terjadi pada pemukiman mereka yang berada persis di samping lahan proyek.

Centya juga menyoroti dampak psikologis dan sosial yang sudah mulai terasa. “Kita sudah mengalami kerugian psikis setelah ada pemasangan banner Amdal. Antar warga saling adu dan tidak ada kerukunan, karena adanya kecurigaan satu sama lain,” keluhnya, seraya menambahkan kekhawatiran akan gangguan terhadap proses belajar mengajar di SDN 3 Blimbing yang berbatasan langsung dengan lahan seluas 12.172 meter persegi itu.

Menghadapi situasi ini, warga mendesak Pemerintah Kota Malang untuk segera turun tangan. Mereka berharap Pemkot bisa menjembatani komunikasi antara warga dan pihak pengembang melalui audiensi, guna mencegah kesalahpahaman dan meredakan tekanan psikologis yang dialami warga.

Saat ini, bola panas penolakan proyek mega ini berada di tangan Pemkot Malang, dinanti keberpihakannya pada warga yang merasa terancam ruang hidupnya (ir/dnv).