INDONESIAONLINE – Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Arief Prasetyo Adi menyatakan bahwa kenaikan Harga Acuan Pemerintah (HAP) gula konsumsi di tingkat konsumen menjadi Rp 17.500 per kilogram (kg) masih wajar. Hal ini dikarenakan pemerintah juga perlu mempertimbangkan kesejahteraan para petani tebu.
Pernyataan tersebut disampaikan Arief saat kunjungan kerja di Kabupaten Malang, termasuk peninjauan Pabrik Gula Krebet Baru, pada Kamis (4/7/2024). “Itu yang harus kita kerjakan bersama-sama. Jadi tolong dilihat juga di tingkat petaninya,” tuturnya.
Menurut Arief, terdapat beberapa sektor di tingkat petani yang menjadi pertimbangan pemerintah dalam menetapkan HAP gula. Sektor-sektor tersebut meliputi agro input, seperti jam kerja petani, sewa lahan, hingga pupuk.
“Itu semua harus dihitung dan Badan Pangan Nasional sudah menghitung cost structure itu. Bukan dilakukan (Bapanas) sendiri, tapi bersama-sama melibatkan sejumlah pihak terkait,” jelasnya.
Beberapa pihak yang turut dilibatkan dalam menghitung total biaya keseluruhan produksi gula, di antaranya Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) hingga Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
“Selain itu juga melibatkan seluruh pihak, termasuk kementerian dan lembaga mulai dari Kementan (Kementerian Pertanian) hingga Kemendag (Kementerian Perdagangan),” bebernya.
Dengan melibatkan berbagai pihak, Arief menegaskan bahwa kenaikan HAP gula konsumsi di tingkat konsumen menjadi Rp 17.500 per kilogram tersebut masih wajar. “Angka itu adalah angka yang wajar, kalau Pak Presiden menyampaikan angka wajar di tingkat petani, angka wajar di tingkat konsumen,” ujarnya.
Sebaliknya, Arief menekankan bahwa harga gula yang terlalu rendah di tingkat konsumen justru akan berdampak negatif terhadap para petani. Hal ini bahkan bisa mengakibatkan kekurangan pasokan gula.
“Pak Presiden selalu menyampaikan bahwa harga di tingkat petaninya juga harus baik, supaya barangnya ada. Kemudian di hilirnya juga harus dibuat harga yang baik, yang wajar dan sekarang sudah mulai dapat titik keseimbangannya,” tuturnya.
Kebijakan ini, kata Arief, tidak hanya berlaku untuk komoditas gula, tetapi juga komoditas pangan lainnya seperti beras dan telur (al/dnv).