INDONESIAONLINE – Sebuah ironi mencoreng dunia pendidikan agama di Kota Batu. Seorang lansia berinisial AMH (69), yang diketahui memiliki hubungan keluarga dengan pemilik sebuah pondok pesantren di Desa Punten, Kecamatan Bumiaji, ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan pencabulan terhadap dua santriwati cilik.
Mirisnya, meski menghadapi ancaman hukuman hingga 15 tahun penjara, AMH tidak ditahan oleh Polres Batu dengan dalih pertimbangan usia dan statusnya.
Kapolres Batu, AKBP Andi Yudha Pranata, dalam keterangannya di Mapolres Batu, Kamis (22/5/2025) membenarkan penetapan tersangka dan keputusan tidak melakukan penahanan.
“Kami juga mempertimbangkan bahwa tersangka tidak memiliki potensi untuk melarikan diri dan diketahui merupakan keluarga dari pemilik pondok yang cukup dikenal di Kota Batu,” ungkap Andi, merujuk pada usia AMH yang menginjak 69 tahun.
Kasus yang menggemparkan ini terdaftar dalam Laporan Polisi Nomor 125 tertanggal 22 Januari 2025. Dua korban yang masih sangat belia, BAR (10) asal Kabupaten Jember, dan AKPR (7) asal Kota Probolinggo, diduga menjadi sasaran perbuatan bejat AMH.
Modus operandi yang digunakan pelaku terbilang licik dan memanfaatkan kepolosan anak-anak. “AMH hanyalah tamu dan diketahui masih memiliki hubungan keluarga dengan pemilik pondok. Dan, tersangka memanfaatkan momen ketika korban buang air kecil untuk berpura-pura membantu dalam proses istinja (bersuci),” beber AKBP Andi.
Penyelidikan menegaskan bahwa AMH tidak memiliki status sebagai pengurus maupun tenaga pendidik di pondok pesantren tersebut.
Perbuatan cabul ini, menurut polisi, dilakukan lebih dari satu kali terhadap kedua korban. “Dugaan ini diperkuat dengan keterangan dari para korban dan hasil visum et repertum, baik yang pertama maupun yang kedua. Kami telah mengumpulkan enam keterangan saksi, keterangan ahli, serta dua hasil visum sebagai alat bukti,” terang Andi.
Kasus ini sendiri mencuat ke permukaan setelah para korban memberanikan diri menyampaikan keluhan kepada orang tua masing-masing.
Kini, AMH, warga asal Kecamatan Babat, Kabupaten Lamongan, yang berdomisili di Desa Punten itu, dijerat dengan Pasal 82 juncto Pasal 76E Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. Ancaman pidana yang menantinya adalah hukuman penjara minimal 5 tahun dan maksimal 15 tahun.
Keputusan untuk tidak menahan tersangka ini pun berpotensi menimbulkan pertanyaan di tengah masyarakat terkait rasa keadilan bagi korban anak (ir/dnv).